Temuan Senjata & Peluru di TMII Itu Rekayasa? Ini Cerita Aktivis yang Dipaksa Mengakui Itu Miliknya

JAKARTA (salam-online.com): Di tengah ramainya aksi Densus88 dan BNPT memburu para terduga pelaku teror, masyarakat dikejutkan dengan penemuan sepucuk senjata api jenis FN dan ratusan peluru.

(viva.co.id)

‘Benda-benda panas’ ini ditemukan oleh seorang pegawai TMII di  lokasi rekreasi Danau Air Tawar, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Kamis (6/9/2012). Temuan itu kemudian dilaporkan ke Mapolsektro Cipayung.

Selain senjata FN yang bertuliskan “Made in USA”, juga ditemukan tiga butir peluru kaliber 45 mm, 2 butir peluru kaliber 30 mm, 22 butir kaliber 38 mm, 19 butir kaliber 9 mm, dan 147 butir peluru senjata laras panjang kaliber 65 mm.

Berita ini tentu mengejutkan, mengingat beriringan dengan peristiwa yang terjadi di Solo, Jawa Tengah dan Tambora, Jakarta Barat. Penemuan bom, penangkapan terduga teroris, dan ledakan-ledakan di rumah kontrakan, tiba-tiba muncul bagai letupan-letupan yang menjalar ke mana-mana. Anehnya, aparat keamanan selalu seperti polisi dalam film-film India: datang telat dan beraksi setelah penjahat kabur!

Terkait penemuan senjata dan ratusan peluru di TMII, Jaktim, Harits Abu Ulya, Ketua Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia yang juga pemerhati kontra terorisme dan Direktur CIIA, mengungkap sebuah cerita yang bisa jadi terkait dengan penemuan senjata dan peluru di TMII. Dalam tulisan berjudul, “Contoh Operasi Intelijen Hitam dan Isu Terorisme (Aktivis Dakwah Difitnah)”, Harits menceritakan:

“…Ada satu tragedi yang menimpa seorang aktivis dakwah salah satu gerakan Islam yang sangat eksis di Indonesia. Jumat 8 Agustus 2012 sekitar Pukul 10.00 WIB seseorang bernama Herman pulang mengantar istrinya dari tempat kerja.

Harits Abu Ulya

Saat di jembatan tol muncul 2 orang dengan berkendaraan motor meminta kepada Herman untuk menepi dengan mengatakan “Minggir dulu Tadz.” Setelah menepi Herman ditodong senjata api (pistol) dan diancam akan dibunuh jika tidak mau ikut.

Herman dibawa ke TMII di pinggir danau. Di sana sudah ada 3 orang yang menunggu, sehingga seluruhnya ada 5 orang, mengaku anggota ‘Densus88’. Di pinggir danau tersebut Herman ditunjukkan senjata laras panjang dan diminta mengakui senjata itu miliknya, namun Herman tidak mau.

Herman diminta menghubungi pimpinan gerakan Islam dimana Herman menjadi bagian di dalamnya, agar Pimpinan Herman  bisa datang dan membelanya.

Saat itu Herman hanya SMS ke salah satu kawannya  di daerah Ciracas yaitu Ustadz Ilham bahwa dia telah ditangkap Densus 88. Ustadz Ilham yang saat itu sedang bekerja meminta salah seorang aktivis yang lain mengecek keberadaan Herman. Setelah dicek memang Herman tidak ada di rumah.

Herman diintimidasi dan mendapatkan kekerasan fisik karena tidak mau mengakui memiliki senjata api itu. Anggota ‘Densus88’ mengatakan kalau tidak mengakui senjata tersebut miliknya nanti bisa saja Herman ditembak, kemudian dituduh teroris dengan barang bukti senjata yang ada.

Baca Juga

Karena masih tetap tidak mau mengakui, Herman diinjak kakinya dan dipukul di bagian punggungnya. Hal itu terus berlanjut hingga sekitar Pukul 14.00 WIB, sehingga Herman tidak shalat Jumat.

Karena Herman tidak mau juga mengakui, anggota ‘Densus88’ mencoba memancing emosi Herman dengan menjelek-jelekkan Islam, mulai dari menghina Nabi Muhammad, Al-Qur’an, dan lainnya. Namun Herman diam saja, justru menurut penuturan Herman, dari 5 orang tersebut ada seorang yang Muslim dan menyatakan tidak setuju kalau mengintimidasi dengan menghina-hina Islam, karena merasa dirinya Muslim.

Lantaran itu, terjadilah debat antara anggota ‘Densus88’, dan akhirnya anggota ‘Densus’ yang Muslim memerintahkan Herman pulang dan mengatakan biar teman-temannya menjadi urusan dia. Herman kemudian pulang dan diminta jangan keluar rumah selama 3 hari dan terus diintimidasi bahwa dia akan mati.

Di hari itu juga diberitakan telah ditemukan beberapa senjata api jenis FN dan pelurunya di pinggir danau museum air tawar TMII dan sedang diselidiki siapa pemiliknya. Lalu, bagaimana nasib Herman?

Seorang aktivis yang menjadi korban, ditinggalkan begitu saja kehormatannya sebagai seorang manusia setelah diinjak-injak harga diri dan fisiknya oleh orang yang mengaku ‘Densus88’. Bahkan kemudian dalam kondisi trauma, ia masih mendapat “ancaman” untuk tidak membeberkan kasus ini.

Nah, BNPT bisa saja membantah kasus ini mungkin dilakukan ‘Densus88’ gadungan atau apalah. Tapi ini adalah fakta di balik berita yang tidak terungkap. Contoh kasus seperti ini memberikan indikasi, betapa rentannya isu ’terorisme’ menghadirkan operasi-operasi intelijen hitam. Melakukan kriminalisasi terhadap aktivis dakwah dan digiring kepada target tertentu.

Tim Gegana amankan temuan senjata dan ratusan peluru di TMII

Dan masih banyak contoh lain, yang benar-benar khalayak tahu ’Densus88’ melakukan operasi dan bukan operasi tertutup, sehingga orang-orang yang dekat dengan TKP meyaksikan arogansi dan kurang profesionalnya dalam menangani masalah ’terorisme’….”

Jika apa yang ditulis oleh Harits Abu Ulya ini benar, maka bukan tidak mungkin, penemuan senjata dan ratusan peluru di TMII itu adalah rekayasa untuk makin memperbesar letupan perang melawan ”terorisme”.

Dan, bukan tak mungkin pula, peristiwa-peristiwa penangkapan dan penemuan bom, adalah rekayasa dari aparat sendiri, sebagaimana sinyalemen mantan Komandan Satgas Intel BAIS Laksamana Pertama TNI (purn) Mulyo Wibisono?

Karena itu, DPR sebagai mitra aparat, harus melakukan audit dan investigasi, apakah operasi pemberantasan ”teroris” selama ini, hasil rekayasa atau bukan? (zal/salam-online.com)

Baca Juga