Snouck Hurgronje, Seorang Agnostik & Munafik Tulen (bag 1)
SALAM-ONLINE: Mei 124 tahun silam, tepatnya pada 1889, Abdul Ghafar berlayar dengan kapal uap bernama “Japara” dari Singapura menuju Batavia.
Ya, dia adalah Abdul Ghafar alias Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda yang berhasil menginjakkan kaki di kota suci Makkah. Kota yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam haram dimasuki orang kafir.
Snouck Hurgronje adalah contoh bagi kita betapa antara ilmu dan hidayah adalah sesuatu yang berbeda. Orang bisa saja menguasai berbagai ilmu ke-Islam-an dan menampakkan tampilan luar (lahiriyah) sebagai seorang Muslim sejati, namun semua ilmu itu tidak bermanfaat sedikit pun mendatangkan sinar hidayah ke dalam hatinya.
Snouck Hurgronje lahir di Ossterhout, 8 Februari 1857 dan meninggal di Leiden pada 16 Juni 1936. Keluarga Snouck Hurgronje berdarah Yahudi namun telah berasimilasi menjadi penganut Protestan yang ortodoks dan fanatik di Belanda.
Ibunda Snouck adalah Anna Maria de Visser, putri hasil pernikahan pendeta Christian de Visser dan Anna Catherina Scharp (anak DS. J. Scharp). Ayah Snouck, Christian de Visser, adalah seorang pendeta di Gereja Hervmond di Tholen, namun kemudian dipecat pada 1849 karena suatu kasus.
Ayah dari Ibunya (kakek Snouck) bernama DS. J. Scharp adalah penginjil fanatik di Rotterdam. Tahun 1824 kakeknya ini menyelesaikan buku berjudul “Korte schets over Mohammed en de Mohammadanen Handleiding voor de kwekelingen van het Nederlanche Zendelinggenootscap (sketsa ringkas tentang Muhammad dan pengikut Muhammad, pegangan bagi pengabar Injil Belanda). Buku ini merupakan pegangan wajib bagi calon penginjil Protestan yang akan diutus dalam misi ke Hindia Belanda.
DS. J. Scharp juga menulis buku Mohammedanismus. Kakek Snouck ini menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana mengkristenkan kaum Muslimin dan bagaimana menjawab tuduhan lancung mereka terhadap iman kristiani.
Tahun 1877 Snouck masih memperhitungkan karirnya sebagai pendeta di Gereja Hervormd. Dan nama Snouck masih diumumkan sebagai kandidat pendeta di Kerkelijk Album Universitas Leiden.
Namun tahun 1879 Snouck melakukan korespondensi dengan teolog Protestan dari Jerman bernama Herman Bavinck. Di situ Snouck mengatakan, “Anda memang seroang yang yakin pada Tuhan sedangkan saya orang yang skeptis pada segala hal.” Perkataan Snouck ini menegaskan pandangannya yang agnostik (percaya Tuhan namun tidak percaya pada satu agama pun).
Pada 1880 ia menyelesaikan studi bahasa semit di Universitas Leiden, dengan tesisnya berjudul Het Mekkaansche Feest (Festival Mekah), maksudnya adalah ibadah haji. Pada masa itu, marak berkembang studi orientalisme, yaitu studi mengenai agama-agama timur.
Pasa masa itu ilmu perbandingan agama dan perbandingan budaya berkembang di bawah pengaruh teori Darwin yang memandang bahwa agama adalah produk evolusi budaya manusia, yang mengalami evolusi dari bentuk primitif menjadi modern. Dan mereka memandang bahwa Kristen adalah puncak dari proses evolusi budaya manusia, sedangkan Islam dianggap sebagai tahapan evolusi yang tertinggal jauh ter belakang dibandingkan Kristen.
Dengan kata lain, studi orientalisme didasari hipotesis awal bahwa budaya Eropa lebih unggul dari semua budaya timur (oriental). Dr Snouck kemudian mengajar di Leiden & Delf Akademie, tempat semua pejabat pemerintah Belanda dilatih sebelum ditempatkan di daerah jajahan,termasuk di Hindia Belanda (Indonesia).
Snouck semakin menonjol dan menarik perhatian Konsul Belanda di Jeddah bernama J.A. Kruyt. Belanda merasa perlu membuka Konsul di Jeddah karena banyak pelarian dari Hindia Belanda, yang mengompori pemberontakan pada Belanda, ternyata bersembunyi di Makkah. Dan melalui ibadah Haji, orang orang Indonesia mendapat pengaruh agitasi melawan Belanda.
Pemerintah Belanda juga menyadari bahwa ibadah haji merupakan momentum menggalang paham Pan Islamisme (paham persatuan Islam sedunia yang saat itu dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani) yang kemungkinan bisa membahayakan kelangsungan penjajahan Belanda di Nusantara.
Untuk itu J.A. Kuryt pernah mengusulkan agar direkrut seorang Muslim Indonesia atau Arab yang ada di Makkah, dan dilatih sebagai agen rahasia Belanda. Namun jawaban Kementerian Urusan Daerah Jajahan yang berpusat di Den Haag menyatakan tidak bisa menemukan orang Indonesia atau Arab yang bisa dipercaya dalam urusan rahasia ini.
Lalu J.A. Kuryt menyarankan agar setiap kali berangkat rombongan haji dari Indonesia, disusupkan 2 orang Muslim dari kalangan ningrat Jawa yang setia pada Belanda, agar bisa diperoleh informasi mengenai gerakan politik orang-orang Indonesia di Makkah. Namun usul ini pun ditolak.
Maka ketika muncul anak muda bernama Snouck Hurgronje yang menulis tesis tentang ‘Festival Mekah’, ia berinisiatif menawarkan Snouck untuk datang ke Jeddah guna mempelajari Islam secara langsung.
Sebelum berangkat ke Arab Snouck sempat menulis di De Indische Gids. membantah pendapat L.W.C. Van den Berg tentang istilah Mohamedaanshce Priesters (kaum pendeta Muhammad), karena menurut Snouck, tidak ada sistem kependetaan dalam Islam. Dan tak ada upacara pentasbihan pendeta sebagaimana dalam gereja. Dalam sistem masyarakat Islam, siapa saja bisa menjadi ulama dan Imam karena masyarakat sendirilah yang menilai dan mentasbihkan mereka sebagai ulama.
Agaknya celah inilah yang dilihat oleh Snouck bahwa dirinya pun bisa menyusup ke dalam masyarakat Islam dan mendapat predikat ulama.
Maka Snouck pun berangkat, berlayar ke Jeddah 1884. Ketika tinggal di Jeddah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Aboe Bakar Djajadiningrat (dari Pandeglang) dan Haji Hasan Moestapha (dari Garut). Snouck belajar bahasa melayu dari Raden Aboe Bakar Djajadiningrat yang bermukim di lingkungan orang Aceh yang tinggal di Makkah.
Selama di Jeddah, Snouck tidak melupakan misinya untuk juga mempelajari mengenai orang Aceh terkait dengan perang Aceh yang sedang digencarkan Belanda. Maka, Snouck juga belajar dari ulama Arab yang pernah mengunjungi Aceh dan tinggal di Makkah bernama Habib Abdoerahman Az-Zahir.
Prof. Hasjmy (guru di IAIN Jamiyah Ar-Raniry Banda Aceh) mengatakan, dari dokumen yang ada, Snouck mengaku kepada Habib Abdoerahman bahwa ia ingin membantu orang Aceh melawan Belanda. Wajar jika Habib Abdoerahman sepenuh hati membantu Snouck.
Dalam buku catatan kecil Snouck, ia menceritakan bahwa di Jeddah ia bertemu seorang ulama Maroko yang mengajar kuliah di Makkah bernama Abdullah Zawawi pada 14 September 1884. Dialah yang kelak mengawal dirinya untuk memasuki kota Makkah. (Arsip Surat Menyurat Snouck Perpustakaan Universtias Leiden Cod Or 7112 hal 11).
Snouck juga belajar kepada Syaikh Ahmad bin Zaini Dahlan, ulama ahli tarikh (sejarah). Dari sini Snouck belajar mengenai berbagai ilmu Islam. Tidak mustahil Snouck terinspirasi dari Ignaz Goldziher yang belajar tentang Islam dari ulama Al Azhar di Kairo, mengingat Snouck memang bersahabat erat dengan Goldziher. (Arsip Surat Ahmad bin Zaini kepada Snouck di Perpustakaan Universtias Leiden Cod Or 7111).
Pada 16 Januari 1885 Snouck bersyahadat di hadapan Qadi Jeddah bernama Isma’il Agha dan dua orang saksi yang ditunjuk oleh Gubernur Hijaz. Pada tanggal ini juga ia menulis surat pada teolog asal Hongaria, Ignaz Goldziher yang memberitahukan bahwa ia akan memasuki kota suci Makkah. Surat itu berbunyi sebagai berikut:
“Ihnen will ich nicht verhehlen (abber bitte keinem auch nurdie leisesye Andeutung daruber zun geben!!) dass ich mÖglich order vielmehr wahrscheinlicherweise demnächst nach Mekka übersiedele um dort einige Zeit Vorlesungen zu hÖren und im Verkher mit meinen schon zahlreichen mekkanischen Bekannten Belehrung zu suchen. Ich habe einen einfachen Weg gefunden, der mir insha’ Allah die Thore der H Stadt entschliessen wird. Ganz ohne ihzaar oel Islam geht dast natürlich nich.”
(Kepada Tuan saya tidak menyembunyikan [namun saya mohon secara hati-hati tidak membuka mengenai hal ini] bahwa saya mungkin atau bahkan boleh jadi tidak lama lagi akan pindah ke Makkah untuk mengikuti kuliah-kuliah di sana selama beberapa waktu. Dan dalam pergaulan dengan banyak orang Makkah kenalan saya, saya berusaha mencari pengajaran. Saya telah menemukan pintu gerbang Kota Suci itu. Tanpa sikap izharul Islam [menampakkan lahiriyah sebagai orang Islam] sudah tentu saya tidak mungkin berangkat). (Dikutip dari Surat Snouck kepada Ignaz Golziher yang disimpan pada Akademi Ilmu Pengetahuan Budapest Hongaria).
Ketika snouck berhasil memasuki Masjidil Haram, ia pun menulis surat lagi kepada teman kuliahnya, Carl Bezold, yang menunjukkan sejati dirinya yang berpura=pura masuk Islam. Surat tersebut sebagai berikut:
“Die frage wiefen man in dieser accomodation gehen kann, sei jeder,amms privatsache, wie alle gewissensfragen. Solite aber wegen annehmung des muslimischen characters die glaubwürdigkeit und der werth des ehrenworts einer person in frage gestellt werden, so hatte ich in dieser beziehung berühmte genossen : Burchardt, Burton und monsieur Leon Roches, ministre plénipotentiare de la France en retarite welcher neulich in seinem ‘Trente deux ans á traves l’Islam’ beschrieben hat, wie er Nordafrika, Egypten und Arabien als Muhammedaner.”
(Pertanyaan sejauh mana orang dapat melangkah menyesuaikan diri merupakan urusan pribadi masing masing, sebagaimana semua masalah keinsafan batin. Namun karena penerimaan sebagai Muslim bisa dipercaya, dan nilai sumpah (syahadat) saya tidak dipertanyakan, maka dalam hal ini saya punya kawan termasyhur seperti Burckhardt, Burton dan Leon Roches, mantan menteri Prancis yang baru menulis buku ‘Trente Deux Ans A Travers l’Islam [Tiga Puluh Dua Tahun Menjalajahi Dunia Islam] bagaimana ia menjelajahi Afrika Utara, Mesir dan negeri Arab dengan menyamar sebagai seorang pengikut Muhammad). (Surat Snouck pada Carl Bezold tanggal 18 Februari 1886 yang disimpan di Arsip Perpustakaan Heidelberg).
Maka jelas di sini, Snouck menyejajarkan ke-Islam-an dirinya sama dengan Johann Ludwig Burckhardt yang masuk Islam di Kairo dan berganti nama menjadi Ibrahim Al-Mahdi dan Sir Richard Burton, dimana keduanya berhasil masuk dan naik haji ke Makkah yang sebenarnya dalam rangka menulis tentang negeri Arab.
Demikian pula ia menyamakan dirinya dengan Leon Roches, mantan menteri Prancis yang menjadi agen rahasia Prancis di Afrika Utara dengan berpura pura masuk Islam. (bersambung)
(abu akmal mubarok/salam-online)