JAKARTA (SALAM-ONLINE): Kecolongan. Di saat sebagian besar perhatian masyarakat Indonesia tercurah pada kasus Kapolisian dan KPK, ternyata sebuah peristiwa besar terjadi. Pemerintahan Jokowi melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersepakat dengan PT Freeport Indonesia untuk memperpanjang pembahasan amandemen kontrak hingga enam bulan ke depan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan telah memperpanjang izin kontrak ekspor PT Freeport Indonesia. Perpanjangan izin ekspor itu berlaku sampai enam bulan ke depan.
“Namun perpanjangan kontraknya belum diputuskan. Kami akan ambil waktu enam bulan ke depan untuk menyepakati hal-hal yang belum disepakati,” kata Menteri Sudirman di kantornya, Ahad 25 Januari 2015, sebagaimana dilansir Tempo.co.
“Penangkapan BW ternyata hanyalah sebuah pengalihan isu yang diciptakan sehingga tidak ada yang memperhatikan bahwa pada saat yang sama, yaitu tanggal 23 Januari kemarin, Kementerian ESDM mencabut larangan ekspor bahan tambang secara langsung berdasarkan UU Nomor 4/2009, khusus untuk PT Freeport,” ujar aktivis ProDem dan mantan aktivis 98, Iwan Sumule kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (26/1).
Dijelaskannya, larangan ekspor bahan tambang secara langsung yang telah diterapkan mantan Presiden SBY telah mengakibatkan kerugian bagi perusahaan milik USA itu. Namun kini, dengan ‘gagah berani’, Presiden Jokowi telah mencabut larangan tersebut yang secara otomatis akan menimbulkan keuntungan bagi PT Freeport milik Paman Sam tersebut dan tentunya hal ini malah merugikan bangsa Indonesia.
Sejauh ini, lanjut Iwan Sumule, agenda-agenda liberalisasi berjalan mulus dalam tiga bulan terakhir, seperti penyerahan harga BBM ke mekanisme pasar, perpanjangan izin PT Freeport Indonesia ekspor bahan tambang mentah, dan komersialisasi penyediaan infrastruktur lewat Penyertaan Modal Negara Rp 72 triliun dalam APBN-P 2015.
“Ini bukan fitnah, silakan dicek melalui sejumlah media online tentang pencabutan aturan tersebut. Menjadi berita biasa dan tidak ada yang memperhatikan karena tenggelam oleh pemberitaan tentang Budi Gunawan jadi tersangka dan penangkapan Bambang Widjajanto, Cicak Vs Buaya Jilid II,” sergahnya.
Ditandaskannya, selain tidak pro pemberantasan korupsi dan seolah melakukan pembiaran terjadinya konflik institusi negara antara KPK dan Polri, ternyata Jokowi juga sedang menjalankan politik “smoke screen” atau politik pengalihan isu atau dengan kata lain menutupi isu dengan isu lainnya.
Sebelumnya, hal yang sama juga disampaikan oleh Ketum Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Karman BM kepada Kantor Berita Politik RMOL, Ahad (25/1).
Dengan keputusan ini, praktis, ujar Karman, larangan ekspor bahan tambang yang diterapkan oleh pemerintah sebelumnya kepada Freeport, mengacu UU 4/2009, sudah tidak berlaku. Pemerintahan Jokowi dan Freeport sepakat untuk membuat rancangan kelanjutan MoU.
“Dengan gagah beraninya, Presiden Jokowi telah mencabut larangan itu dan secara otomatis akan menimbulkan keuntungan bagi PT Freeport milik paman Sam, sehingga sangat merugikan bangsa Indonesia,” ungkapnya.
Senada dengan Iwan Sumule, sepanjang pengamatan GPII, kata Karman, agenda-agenda liberalisasi yang dicanangkan pemerintah Jokowi berjalan mulus dalam tiga bulan terakhir ini.
Beberapa agenda itu di antaranya, sebut Karman, pertama, penyerahan harga bahan bakar minyak (BBM) ke mekanisme pasar. Kedua, perpanjangan izin Freeport untuk ekspor tambang mentah. Dan yang ketiga, komersialisasi penyediaan infrastruktur lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 72 triliun ke dalam APBN tahun 2015.
Namun tak kalah penting untuk dicermati skenario di balik penangkapan salah satu komisioner KPK, Bambang Widjojanto.
“Kami menangkap agenda hidden pemerintahan Jokowi yang sengaja mengadu antar lembaga hukum seperti KPK- Polri, sebagai bagian dari operasi pengalihan isu publik dalam menyoroti kebijakan neoliberalismenya sebagai konsensi dukungan keterpilihannya sebagai presiden Indonesia,” ungkapnya.
“Ini bukan fitnah,” ujar Karman, menegaskan.
Sumber: rmol.co
salam-online