Muslim Uighur Ditindas, Hubungan Cina-Turki Memburuk
ISTANBUL (SALAM-ONLINE): Selama 10 hari terakhir sentimen anti-Cina meningkat di Turki.
Para demonstran membakar bendera Cina, menyerang sejumlah restoran Cina, bahkan mereka dituduh menyerang turis-turis yang disangka berasal dari Cina.
Protes dimulai menyusul laporan bahwa umat Islam dari etnis Uighur di Cina dilarang berpuasa selama bulan Ramadhan.
Para demonstran Turki berang oleh adanya laporan mengenai tindakan aparat Cina terhadap kaum Muslimin dari etnik Uighur selama Ramadan di Xinjiang.
“Warga kami sedih mendengar kabar bahwa etnis Uighur Turki dilarang berpuasa atau melakukan kewajiban beragama lainnya di wilayah Xinjiang,” sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki, pekan lalu.
Sebagai balasan, pemerintah Cina mengklaim bahwa mereka menghormati kebebasan beragama umat Islam dan tuduhan bahwa sejumlah aktivitas beragama dilarang di Xinjiang pada bulan Ramadan ini “sangat bertentangan dengan fakta” dan dibesar-besarkan oleh media Barat.
“Tidak ada lembaga negeri, organisasi swasta atau individu yang dapat memaksa orang lain untuk percaya atau tidak percaya agama apapun. Mereka tidak boleh mendiskriminasi antar penduduk beragama maupun yang tidak beragama,” klaim pemerintah Cina.
Namun, penjelasan tersebut tidak dapat meredam kemarahan warga Turki.
Restoran Happy Cina milik Cihan Yavuz diserang oleh massa yang mengamuk di Istanbul pekan lalu.
Namun turis tampak tidak takut berwisata di Turki walaupun pemerintah Cina mengeluarkan peringatan perjalanan.
Turis Cina sendiri tampaknya tidak terhalang oleh meningginya sentimen anti-Cina di Turki.
“Kami sangat tahu apa yang sedang terjadi. Namun kami tidak mengalami masalah apapun. Kami percaya Turki. Warga Turki sangat ramah dengan kami,” kata wisatawan bernama Lucky Zhang seperti dikutip BBC, Kamis (9/7).
Pekan ini, pemerintah Cina mengeluarkan imbauan bagi warganya yang bepergian ke Turki dan memperingatkan mereka agar menjauh dari demonstrasi dan tidak merekamnya.
Pemerintah Cina telah berusaha mengendalikan ekspresi keagamaan di Xinjiang dengan memberlakukan sejumlah peraturan bagi etnis Uighur.
Beberapa peraturan yang terdapat di sejumlah bagian Xinjiang termasuk:
- Perempuan dilarang berjilbab.
- Kaum Uighur juga tidak boleh membeli pisau di beberapa area.
- Aktivitas shalat diatur ketat. Anak-anak di bawah usia 18 tahun dilarang ke masjid.
- Pasangan harus mengajukan permohonan menikah kepada pemerintah dan tidak boleh dinikahkan secara diam-diam oleh imam.
- Hanya pria tua Uighur yang boleh memelihara janggut.
Rangkaian peraturan dan ketatnya pengawasan aparat Cina terhadap umat Islam diamini seorang etnik Uighur. Kepada BBC, dia mengaku pindah ke Turki dari Xinjiang pada Desember 2014.
Dia mengatakan aparat Cina menginterogasi keluarganya ketika mereka berbuka puasa saat Ramadhan.
“Mengapa Anda memelihara janggut? Mengapa Anda membaca Qur’an? Mengapa perempuan berjilbab?” kata orang yang meminta identitasnya tidak disebutkan itu, menirukan pertanyaan aparat.
Setelah menginterogasi, para serdadu kemudian menahan dia dan keluarganya di penjara. “Mereka bahkan menahan anak saya yang berusia 10 tahun dan keempat temannya.”
Begitu bebas, pria itu kemudian pergi bersama keluarganya ke Turki melewati Vietnam, Kamboja, Thailand dan Malaysia. Kini dia hidup di Istanbul bersama istri dan keempat anaknya.
Sumber: BBCIndonesia