Parah! Ribuan Siswa SD di Tasikmalaya Belajar di Ruas Jalan

Tasikmalaya (salam-online.com): Pagi, Kamis (12/4/2012) terlihat pemandangan yang tak biasa di ruas Jl Letjen Ibrahim Adjie, Kota Tasikmalaya. Jangan salah. Foto di samping ini bukan foto murid sedang latihan baris berbaris. Lalu, apa yang mereka lakukan?

Ini sungguh keterlaluan. Lebih dari 1.026 murid sekolah dasar di Kota Tasikmalaya harus belajar di ruas jalan itu, karena tiga gedung sekolah SD disegel dan digembok beberapa orang yang mengaku ahli waris lahan seluas 14.000 hektar tersebut.

Untungnya itu tak berlangsung lama. Meski sempat membuat macet jalan, lebih dua jam, setelah itu ribuan orang tua murid mendesak ahli waris lahan dan Pemkot Tasikmalaya untuk mengembalikan siswa belajar ke sekolahnya masing-masing.

Parah, memang. Kasus seperti ini bukan kali ini saja terjadi. Di banyak kasus, terutama di sejumlah daerah,  kerap cerita miris ini terjadi. Bahkan di DKI Jakarta pun tak luput dari pengalaman serupa. Sebut misalnya, kasus terlantarnya anak didik di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (KAI), di kawasan Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan lantaran pihak yayasan tak mampu membayar sewa ke pihak KAI. Siapa yang salah?

Di Tasik,  1.026 murid ini adalah siswa SD Negeri Indihiang (426 orang), SD Indihiang Gadis (350 orang), dan SD Pakemitan (300 orang) . Tidak hanya menyegel tiga bangunan sekolah, ahli waris juga menyegel dan menggembok kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Indihiang di Jl Letjen Ibrahim Adjie. Sudah berapa tahun negeri ini merdeka? Kok sampai urusan seperti ini saja masih belum tuntas? Bagaimana di sejumlah daerah lainnya?

Kepala Bidang Pendidikan Sekolah Dasar pada Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya Uun Harun mengatakan penyegelan tiga bangunan SD dan kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Indihiang tidak ada pemberitahuan sebelumnya.

“Jelas, kami menyayangkan penyegelan dan penggembokan yang dilakukan sekitar pukul 06.00 WIB hari ini, karena mengganggu proses belajar mengajar di tiga sekolah SD dan kantor Dinas Pendidikan Kecamtan Indihiang, sehingga mereka terpaksa melakukan belajar di ruas jalan,” ujar Uun, Kamis (12/4/2012).

Baca Juga

Setelah melakukan belajar mengajar selama lebih dari  dua  jam di ruas jalan, ribuan murid tersebut dialihkan ke masjid dan mushalla, yang lokasinya tidak jauh dari lahan yang dipersengketakan tersebut, dengan pengawalan petugas Polri dan TNI.

“Baru sejam murid belajar di masjid dan Mushalla, mereka akhirnya bisa kembali belajar di sekolahnya masing-masing,” kata Uun.

Kepala Sekolah Dasar Negeri Indihiang, Ucu, mengaku kecewa dengan kejadian penggembokan bangunan sekolahnya. “Seharusnya ada pemberitahuan ke setiap sekolah agar kami bisa mempersiapkan jika terjadi hal-hal seperti ini,” harapnya.

Sementara, Kepala Dinas pendidikan Kota Tasikmalaya, Endang Suherman mengatakan seharusnya ahli waris tidak berbuat gegabah dengan menggembok dan menyegel ketiga bangunan SD dan kantor dinas Pendidikan. “Karena bagaimanapun belum ada keputusan hukum,” tandasnya.

Ironis, memang, sekolah dan kantor dinas pendidikan hari gini masih terus menyimpan masalah seperti ini? Kasus seperti ini sering terdengar di banyak daerah.  Ini tanggung jawab pemerintah dan penyelenggara pendidikan. Parahnya lagi,  di saat belum ada kekuatan hukum tetap—jika ini benar—eh, ahli waris dari pihak yang bersengketa tega-teganya menghambat proses belajar mengajar dari anak didik.  Apa kira-kira yang ada dalam benak anak-anak itu saat harus belajar di ruas jalan? Oh…negeriku!

 

Baca Juga