Dubes Sudan HE Ibrahim Bushra Muhammad: “Hak Kami untuk Mempertahankan Diri”
JAKARTA (salam-online.com): Damai seperti enggan hinggap di Sudan. Setelah krisis Darfur, negeri yang selalu menjadi perbincangan dunia internasional ini kembali didera konflik ketika pihak Sudan Selatan tiba-tiba menganeksasi wilayah Higlig yang terletak di Kordovan Selatan, termasuk wilayah Republik Sudan yang terletak di utara. Kerusakan yang ditimbulkan tidak kecil. Kawasan ini dikenal dengan infrastruktur pengolahan minyak, sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh pihak Selatan yang kaya minyak.
Pasca pemisahan wilayah, beradasarkan referendum Januari 2011, dimana 99 persen wilayah selatan memilih untuk memisahkan diri, Pemerintah Khartoum praktis kehilangan 75 persen dari pasokan minyaknya. Pemerintah Republik Sudan yang terletak di Utara, tegas memaklumatkan diri sebagai Negara Islam, sementara pihak selatan lebih banyak dimotori oleh kaum sekularis dan non-Muslim.
Higlig memang berhasil direbut kembali oleh Pemerintah Khartoum. Namun situasi ini tidak bisa serta merta mengembalikan kepercayaan pihak Khartoum terhadap pihak selatan yang dinilai terus berbuat rusuh, termasuk mem-back up kelompok separatis yang terletak di utara.
Saat ditemui di kantornya, Rabu siang (2/4), Dubes Republik Sudan untuk Indonesia H.E. Ibrahim Bushra Muhammad menjelaskan panjang lebar tentang situasi terkini di Sudan, termasuk kawasan Darfur yang beberapa waktu lalu terus menjadi perhatian dunia internasional.
Bagaimana perkembangan terakhir di Higlig?
Higlig adalah wilayah kami berdasarkan pengakuan dunia internasional. Higlig yang termasuk kawasan Kordovan Selatan, bukanlah wilayah yang diperselisihkan. Memang ada konflik di beberapa wilayah perbatasan, dan kita terus melakukan perundingan. Tapi kawasan Higlig adalah wilayah kami yang diakui oleh semua pihak termasuk masyarakat dan dunia internasional.
Apa motivasi pihak Selatan melancarkan serangan?
Tujuannya adalah menciptakan kekacauan dan instabilitas di Sudan. Mereka menyokong gerakan separatis bersenjata yang disebut Front Rakyat Wilayah Utara. Ketika kawasan selatan berdiri sendiri, mereka membiarkan separatis di utara untuk berbuat onar. Mereka melakukan latihan militer, dan berupaya menguasai wilayah sudan, dengan sokongan dari selatan.
Serangan ini mengakibatkan macetnya produksi minyak 55 ribu barel per hari. Memang Sudan Selatan punya minyak lebih banyak, sekitar 75 persen. Tapi infrastruktur, pabrik, pipa dan stasiun pemurnian berada di selatan.
Karena itu, lewat perundingan, kita berupaya mengambil bagian kami, sesuai dengan payung internasional. Kami sudah mengadakan berbagai perundingan, terakhir di Addis Ababa, untuk mengakhiri diskusi tentang produksi minyak Sudan selatan lewat Sudan utara. Tapi perundingan macet karena tingkah pihak selatan. Perundingan dapat terus berlanjut, seandainya pihak Selatan tidak merebut Higlig. Ini adalah tindakan permusuhan. Jelas pihak selatan, punya niat buruk untuk menciptakan situasi tidak kondusif di wilayah Republik Sudan (di utara).
Pemerintah Sudan saat ini menutup perundingan dengan pihak selatan dan memusatkan perhatian pada upaya untuk menjaga keamanan. Pernyataan terakhir dari pemerintah Sudan adalah bahwa kami siap untuk berunding, tapi harus diselesaikan persoalan keamanan, perbatasan dan wilayah-wilayah yang disengketakan, juga masalah gerakan separatis.
Kami bukanlah penjajah. Kami hanya ingin menjaga perbatasan kami sesuai dengan batas tahun 1956. Kami tidak punya niat untuk menjajah atau menguasai negara lain. Kami percaya pada sikap baik dari negara tetangga, dan perdamaian. Karena itu, ketika kami dijajah, maka yang pertama kali kami lakukan adalah melakukan perlawanan dan mengembalikan wilayah kami. Kami siap untuk menghadapi berbagai serangan dan permusuhan terhadap wilayah kami. Saya tegaskan, bahwa kami tidak punya niat untuk menguasai wilayah selatan.
Ini bukanlah sikap lemah. Mereka merampas wilayah kami, lalu kami merebutnya kembali. Kita hidup di dalam masyarakat dunia dimana kita harus mematuhi nilai-nilai internasional, antara lain: keyakinan kami untuk menciptakan perdamaian di kawasan dan tidak merampas wilayah atau perbatasan negara lain, tapi yang menyerang kami maka akan kami balas.
Pandangan Anda tentang masa depan kedua negara ini?
Kami memberikan hak untuk memisahkan diri kepada rakyat Sudan, karena 99 persen dari mereka, kalau Anda ingat dalam referendum Januari 2011, memilih memisahkan diri. Karena itu Presiden Sudan bersama rakyatnya setuju untuk memberikan hak untuk memisahkan diri. Ini adalah pilihan kami tanpa ada tekanan dari pihak mana pun.
Bagaimana dengan analisa bahwa konflik di Sudan merupakan implikasi dari persaingan antara Rusia-Cina di satu sisi dan negara-negara Barat di sisi lain?
Tentu saja persoalan-persoalan yang terjadi di sejumlah wilayah di dunia ini tidak lepas dari campur tangan dunia internasional. Bahkan semuanya barangkali tak lepas dari campur tangan internasional. Terdapat persaingan untuk mewujudkan kemaslahatan ekonomi. Tapi kami katakan, bahwa tindakan pemerintah Sudan selatan jika mereka mendapat bantuan dari pihak luar, maka itu adalah upaya menciptakan permusuhan. Adalah hak kami untuk mempertahankan diri dan sikap kami akan terus demikian.
Bagaimana dengan ekonomi Sudan, pasca pemisahan, kabarnya ikut terganggu?
Betul. Tapi wilayah Sudan di utara ini sangat kaya dengan sumber daya alam. Hanya sepertiga dari wilayah kami yang hilang (dengan berpisahnya selatan), dan setelah terpisah kini penduduk kami berjumlah 130 juta jiwa. Kita punya kekayaan alam. Kita punya sisa minyak dan terus membuka sumur-sumur baru bekerjasama dengan lembaga-lembaga internasional. Tentu ada kekurangan, tapi kami membangun berdasarkan cadangan minyak kami sekarang, dan terus mencari lading-ladang baru. Kami juga mengeksplorasi emas dan terdapat cadangan besar emas, yang dikelola oleh kementerian pertambangan kami, dimana kami juga sudah mulai mengekspor. Kami juga mulai memproduksi ethanol dan sudah mulai kami ekspor. Rakyat sudan terus memandang masa depan dengan optimis. Tidak ada masalah, insya Allah.
Situasi internal pemerintah?
Pemerintah berhasil membangun koalisi persatuan bahkan dengan pihak-pihak oposisi, termasuk dua partai besar bersejarah: Hizbul Ummah al-Qaumi (Partai Umat Nasional) dan Hizbul Ittihad ad-Dimuqrathi (Partai Persatuan Demokrat). Kini mereka masuk ke dalam pemerintah. Terdapat sekitar 14 partai yang berkoalisi dengan pemerintah. Tidak ada masalah dengan konsensus dan persatuan nasional.
Bagaimana situasi Darfur saat ini?
Situasi Darfur saat ini sangat baik. Anda tidak lagi mendengar operasi militer, serangan, ataupun tindakan pembunuhan. Telah dibentuk pula lembaga perundingan Darfur yang difasilitasi oleh pemerintah Qatar. Ini sebuah lembaga pemerintah yang membantu mengatur masyarakat di Darfur, dimana anggota-anggotanya adalah para milisi bersenjata. Betul, masih ada beberapa milisi yang masih melakukan tindakan oposisi, tapi tidak punya pengaruh besar. Secara umum situasi bagus. Serangan milisi sangat kecil.
Dunia internasional terus berupaya ikut campur. Tapi mayoritas warga Sudan ingin menyelesaikan masalahnya dengan upaya sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain. (M. Nurkholis Ridwan)