JAKARTA (SALAM-ONLINE): Akhirnya pemerintah bersuara juga soal Muslim Rohingya, meskipun bukan Presiden SBY yang bicara. Adalah Jubir Kepresidenan Julian Aldrin Pasha yang menyatakan (30/7/2012) bahwa Indonesia akan membawa tragedi di Rohingya, Myanmar, ke dalam agenda sidang darurat OKI (Organisasi Konferensi Islam).
Tindakan yang disebutnya sebagai bagian upaya diplomasi membantu umat Islam yang menjadi korban konflik di sana.
Sidang darurat OKI akan diadakan di Jedah, Arab Saudi, pertengahan Agustus 2012. Selain Muslim Rohingya, Myanmar, isu lain yang akan dibahas adalah tragedi di Suriah.
Menurut Julian, berhubung waktu pelaksanaan sidang bertepatan dengan rangkaian peringatan HUT ke-67 RI, Presiden SBY akan mewakilan kehadirannya kepada Menlu Marty Natalegawa. Misi utamanya adalah memastikan ada aksi bersama negara-negara Islam untuk menghentikan konflik bersenjata di Rohingya dan Suriah.
“Sikap Indonesia jelas, bahwa kita berpartisipasi aktif untuk semua kemungkinan yang bisa dilakukan degan jalur diplomasi agar bisa membantu saudara-saudara kaum Muslimin di Rohingya dan Suriah,” ujar Julian yang banyak dikutip media.
Tapi sebelum menunggu sidang OKI, setidaknya pemerintah Indonesia melakukan protes. Saat disinggung hal ini Julian belum bisa menjawab. Dia menyerahkannya pada Kemenlu untuk menjawabnya. Padahal kaum Muslimin dan sejumlah ormas Islam berharap, paling tidak–walau tak membantu secara materi–Presiden SBY bersuara keras dan melakukan nota protes kepada pemerintah Myanmar. Ini harapan dari banyak ormas Islam: mestinya Presiden SBY memelopori melakukan tindakan untuk membantu Muslim Rohingya.
Selain itu, Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam kapasitasnya sebagai Presiden Asean Inter Parliamentary Assembly (AIPA) atau Majelis Parlemen se-Asean sudah menyurati Ketua Parlemen Myanmar, Khin Aung Myint terkait persoalan Muslim Rohingnya. Dalam suratnya, Marzuki mengingatkan pihak berkuasa Myanmar agar tak mengumbar kekerasan.
Kepada wartawan, Marzuki mengatakan bahwa dalam surat ke Amyotha Hluttaw (parlemen Myanmar) itu dirinya wanti-wanti agar penguasa Myanmar menghormati Bulan Ramadhan yang dimuliakan umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali warga Muslim Rohingya di Myanmar. ’’Saya tulis terkait isu Rohingnya. Saya tegaskan bulan puasa ini adalah bulan mulia yang harusnya menggambarkan kedamaian,’’ kata Marzuki.
Marzuki yang juga presiden parlemen negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (PUIC) itu berharap suratnya ke koleganya di Myanmar berdampak positif bagi warga Muslim Rohingya yang didera aksi kekerasan di negeri yang dikuasai Junta Militer itu. ’’Saya tulis bahwa persoalan Rohingnya mendapat perhatian serius di Indonesia. Kami harapkan pemerintah Myanmar menjamin hak-hak dasar rakyatnya, tak terkecuali warga Muslim Rohingnya,’’ kata Marzuki.
Lebih dari itu, Marzuki berharap kekerasan di Myanmar segera distop. “Sehingga Muslim Rohingya serta etnis mayoritas Buddha akan dapat hidup damai dan nyaman,” harapnya.
Sementara stasiun televisi yang selama ini menyepi dan menepi dari pemberitaan tragedi Muslim Rohingya, juga kini mulai membuka dirinya. Sebuah stasiun televisi berita, Selasa pagi (3172012) mulai membuka dialog (talkshow) tentang pembantaian atas Muslim Rohingya.
Tentu, umat Islam berharap, tak cukup sampai di situ saja. Juga, tak hanya satu stasiun televisi saja. Diharapkan stasiun TV lainnya menyiarkan tentang tragedi ini, sehingga pemerintah Indonesia khususnya, makin tergerak untuk membantu Muslim Rohingya. Dan, bangsa Indonesia umumnya pun mengetahui peristiwa tragis yang sudah sekian lama belangsung ini.
Sementara Pemerintah Indonesia sudah bersuara, DPR sudah pula bereaksi, dan stasiun televisi mulai ‘membuka diri’, LSM HAM masih bungkam! Yang dimaksud adalah Lembaga HAM swasta (NGO) yang biasa teriak HAM. Sedang Komnas HAM yang notabene adalah lembaga HAM di bawah negara sudah mengirim “nota protes”nya ke badan HAM PBB.
Semoga LSM-LSM Kemanusiaan yang suka teriak HAM itu juga angkat suara dan memberikan advokasinya kepada Muslim Rohingya yang saat ini hidup dalam penindasan dan HAM-nya dirampas. (S)