SURABAYA (salam-online.com): Selain lokasi apartemen sederhana (aparna) Puspa Agro PIA Jemundo Sidoarjo, solusi yang ditawarkan Pemerintah Provinsi terhadap pengungsi Syiah, Pemerintah Kabupaten Sampang juga menawarkan solusi alternatif. Hal ini disampaikan oleh Bupati Sampang Noer Tjahja.
Saat dikonfirmasi usai menggelar pertemuan dengan Gubernur di Gedung Grahadi, Surabaya, Sabtu (8/9/2012), Noer mengatakan, pihaknya telah mengupayakan solusi alternatif tempat bagi pengungsi Syiah yang kini masih berada di lapangan Tenis Indor Sampang.
“Kita sudah menyiapkan solusi tempat bagi pengungsi, jika mereka menolak dipindah di tempat yang disediakan Pemprov,” ujar Noer saat dikonfirmasi, Sabtu (8/9/2012).
Lebih lanjut, Noer menerangkan, tempat alternatif yang dipilih adalah komplek perumahan baru yang belum berpenghuni di wilayah kabupaten Sampang. “Kita carikan tempat sementara di perumahan yang masih baru,” terang Noer.
Noer mengimbau, agar para pengungsi kooperatif dan memahami maksud pemerintah dalam mencarikan tempat pengungsian yang lebih layak dan representatif. Hal ini untuk menenangkan suasana yang saat ini masih memanas.
“Saya mengimbau kepada pengungsi untuk memaklumi solusi yang ditawarkan pemerintah. Ini demi keamanan dan kenyamanan,” imbuh Noer.
Noer menjelaskan kondisi di lapangan, sebenarnya pengungsi tidak keberatan untuk dipindah tempat, namun diindikasikan ada masukan dari luar yang membuat para pengungsi menolak setiap solusi dari pemerintah. “Pengungsi sebenarnya tidak tahu apa-apa kok, ada bisikan dari luar,” beber Noer.
Noer berharap, agar solusi yang ditawarkan kali ini, yakni tempat pengungsian di perumahan baru dapat diterima oleh para pengungsi Syiah. “Kami berharap solusi alternatif ini dapat diterima. Kita sudah berupaya,” pungkasnya.
Mengapa para pengungsi Syiah itu menolak dipindah?
Selain instruksi Tajul Muluk dari balik penjara agar warga Syiah menolak relokasi, ada lagi tokoh Syiah yang memanasi dan meminta komunitas Syiah Sampang untuk menolak relokasi.
- “Relokasi adalah tahap kedua sebelum genosida, sebelum dibunuh. Paling tidak relokasi menunjukkan secara tegas bahwa they must not be here. Oleh karena itu kami anjurkan agar orang Syiah tidak boleh direlokasi,” tegas tokoh Syiah Jalaluddin Rakhmat dalam wawancara dengan situs viva.co.id, Ahad (2/9/2012)
- “Tentu, ini maksudnya agar terus meraih simpati sebagai orang-orang yang terzalimi. Sebab, jika para pengungsi pindah ke tempat yang lebih bagus, cerita tertindas tak ada lagi,” ujar salah seorang pimpinan ormas Islam di Surabaya. Padahal para warga Syiah itu sebenarnya bersedia untuk direlokasi.
Benarkah penolakan untuk relokasi ini akan terus “dipelihara”, sehingga label sebagai kaum yang dizalimi dan ditindas tetap melekat? Tapi sampai kapan para pengungsi itu untuk terus bisa bertahan? (beritajatim/salam-online)