SALAM-ONLINE: Musibah dan bencana datang secara beruntun silih berganti melanda negeri ini. Mengapa bencana demi bencana terus menimpa? Sebagai orang beriman, sudah sepatutnya mengambil pelajaran berharga dari kejadian-kejadian ini.
Selang beberapa saat setelah bencana besar terjadi, biasanya berbondong-bondonglah para pejabat, dari kepala daerah hingga presiden, mendatangi daerah bencana tersebut.
Ucapan yang biasanya dilontarkan para pemimpin kepada rakyatnya yang sedang terkena bencana, “Sabar, tabah, tawakal, dan lain-lain…” yang pada intinya menghimbau agar rakyat bersabar dalam menghadapi bencana.
Kalau kita kembali ke zaman Khalifah Umar bin Khaththab, juga pernah terjadi bencana berupa gempa dahsyat yang menimpa salah satu daerah yang dipimpinnya.
Khalifah Umar pun mengunjungi daerah yang tertimpa gempa tersebut. Tetapi yang sangat berbeda dengan para pemimpin sekarang adalah perkataan yang dilontarkan oleh beliau.
Khalifah Umar berkata, “Wahai rakyatku, dosa besar apakah yang kalian lakukan sehingga Allah menimpakan azab seperti ini?!”
Sebagian orang mungkin akan berpikir bahwa perkataan seperti itu sangatlah kasar dan kurang berkenan, apalagi kepada orang yang sedang tertimpa musibah. Tetapi, Khalifah Umar berkata demikian bukanlah tanpa sebab. Umar bin Khaththab lebih mengajak rakyatnya agar mengintrospeksi diri, dan inilah yang seharusnya kita lakukan.
Dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 109, Allah berfirman: “Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang-orang yang berbuat KEBAIKAN.”
Kemudian dalam Surat Al-Qashash ayat 59: “… dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan KEZALIMAN.”
Lalu dosa besar apa yang telah dilakukan, sehingga Allah menimpakan bencana beruntun ini? Yang paling kelihatan dan mencolok adalah dosa syirik (menyekutukan Allah).
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar’,” (QS Luqman: 13). Jadi, perilaku syirik adalah sebuah kezaliman.
Sebelum bencana beruntun ini terjadi hingga sekarang, sudah berpuluh-puluh tahun–bahkan ratusan tahun–masyarakat daerah tertentu dan di banyak daerah lainnya di Indonesia melakukan ritual “melarung kepala kerbau” ataupun melakukan “ruwatan” sebagai ritual tolak bala’ dengan tujuan agar terhindar dari berbagai bencana (padahal justru perbuatan syirik seperti inilah yang bisa mengakibatkan petaka).
Perbuatan syirik semacam ini terjadi di banyak tempat di Indonesia. Ritual-ritual syirik dan ritual klenik atau mistik lainnya yang tidak diajarkan oleh Islam sepertinya sudah menjadi tradisi bangsa ini dan tidak (atau kurang) diingatkan oleh ulama dan pemimpin negeri ini bahwa perbuatan tersebut adalah sangat dibenci dan dimurkai oleh Allah SWT. Bahkan para pemimpin pun terlibat dalam perbuatan syirik ini.
Di berbagai daerah di Indonesia banyak kita temui masyarakat datang ke orang-orang tertentu yang difigurkan bisa menolong mereka dari kesulitan hidup, yang diyakini dapat mengubah hidup mereka menjadi baik. Sosok yang dijadikan “orang pintar” (yang sebenarnya adalah dukun yang mencari duit dengan berpura-pura jadi paranormal) ini pada dasarnya adalah sesat dan menyesatkan.
Perilaku syirik lainnya, misalnya, sebagian masyarakat mendatangi tempat-tempat tertentu dengan membawa sesajen atau minta dimandikan (mandi kembang) yang diyakini akan membawa perubahan hidup bagi mereka. Begitu pula kegemaran dan kepercayaan sebagian masyarakat kepada benda-benda seperti batu dan keris.
Di era “modern” ini nyatanya masih banyak orang melakukan perbuatan tak masuk akal dengan secara rutin memandikan keris! Itu jadi mata pencaharian pula bagi orang yang memandikannya.
Tak hanya ritual-ritual tertentu, perilaku syirik juga telah dilakukan para pemimpin dan sebagian besar masyarakat dengan mengakui sistem dan syariat (hukum) selain Allah.
Mereka mengaku beriman, tapi di saat bersamaan mereka tidak melaksanakan sistem dan hukum-hukum Allah dalam bernegara, pemerintahan dan bermasyarakat. Bahkan mereka meyakini, hukum dan perundang-undangan buatan manusia lebih baik dibanding hukum Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah menyebut mereka yang menolak hukum Allah itu sebagai kafir, zalim dan fasik (QS Al-Maaidah: 44, 45, 47).
Syirik, baik dilakukan dengan ritual-ritual tertentu maupun dengan menolak syariat Allah dan mengakui hukum syariat selain-Nya, merupakan dosa yang amat besar yang tidak terampuni, bahkan, seperti diuraikan dalam buku Syahadatain dan Al-Islam Syaikh Said Hawa, berakibat pada batalnya syahadat dan akan menghapus semua amalan pelakunya.
“… Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi,” (QS Az-Zumar: 65).
Orang yang melakukan dosa syirik, selain amalannya dihapus semua oleh Allah, dosa-dosanya juga tidak akan diampuni oleh Allah. Dalilnya bisa kita lihat dalam surat An-Nisa ayat 48:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah membuat dosa yang besar.”
Dan perbuatan syirik merupakan suatu KEZALIMAN yang besar. Hal ini disebutkan dalam QS Luqman ayat 13 : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah nyata-nyata kezaliman yang besar’.”
Dan ini sangatlah sesuai jika kita kembali ke surat Al-Qashash ayat 59:
“… dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan KEZALIMAN.”
Jadi jangan heran jika Allah menimpakan azab pada penduduk yang telah berbuat kezaliman, yakni, salah satunya dengan melakukan perbuatan syirik (menyekutukan Allah).
Selain dosa syirik, petaka dan bencana melanda, lantaran kemaksiatan yang makin merajalela dan menggila! Korupsi, suap menyuap, jual beli hukum, narkoba, minuman keras, judi, perzinaan, … dan masih banyak lagi dosa-dosa yang telah dilakukan yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Untuk muhasabah (introspeksi) mari kita cermati saja kesalahan apa yang kita lakukan sehingga banyak terjadi bencana di Nusantara ini. Mungkin ini merupakan peringatan Allah pada kita secara keseluruhan yang banyak bergelimang dosa. Atau boleh jadi ini sebagai wujud kasih sayang Allah untuk mengingatkan kita agar kembali ke Jalan-Nya.
Marilah kita renungi bersama dosa-dosa yang telah kita lakukan, dari dosa (maksiat) sampai syirik kepada Allah. Jangan sampai Allah menimpakan azab-Nya yang lebih keras lagi. Dan semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang amat berharga dari bencana ini.
Jika kita mengaku sebagai seorang Muslim, jangan sampai berbuat syirik, karena syirik merupakan salah satu pembatal keislaman seseorang.
Sebagai penutup marilah kita berdoa:
“Segala puji milik Allah yang telah memberi kita makan, minum dan mencukupi kebutuhan kita, serta memberi kita tempat tinggal.
Ya Allah, muliakanlah kaum Muslimin, hinakanlah kaum musyrikin, kafirin dan munafiqin serta hancurkanlah musuh-musuh kami. Ya Allah, ringankanlah musibah yang menimpa saudara-saudara kami di mana pun mereka berada, kuatkanlah mereka wahai Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemurah.
Ya Allah, tenangkanlah rasa takut mereka, obatilah kelaparan dan dahaga mereka, tutupilah aurat mereka, karuniakanlah kepada mereka tempat tinggal yang baik, wahai Yang Maha Agung lagi Maha Penyayang.
Ya Allah, kembalikanlah kami dan mereka kepada-Mu dengan baik, berilah kami taufik untuk bertaubat kepada-Mu, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang beriman dan mengikuti Rasul-Mu Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Karuniailah kami, wahai Yang Maha Agung lagi Maha Pemurah, taufik, untuk mengerjakan hal-hal yang Engkau cintai dan ridhai, bantulah kami untuk melakukan kebaikan dan ketakwaan, janganlah Engkau jadikan kami bergantung kepada diri sendiri, meskipun hanya sekejap mata.
Ya Allah, ampunilah segala dosa kami, baik yang kecil maupun yang besar, yang terdahulu maupun yang akan datang, serta yang tersembunyi maupun yang terlihat.
Ya Allah, sesungguhnya kami telah menzalimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni dan mengasihi, dan niscaya kami akan menjadi orang-orang yang merugi.” (suluah.blogspot/salam-online)