Pernyataan Sikap HMI Bima tentang Tuntutan Pembubaran Densus 88
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan,” (QS Huud: 113).
Umat Islam Bima, Dompu dan Indonesia
Allah SWT dalam ayat di atas jelas dan tegas melarang umat Islam berpihak kepada siapapun yang berbuat zalim. Hari ini, kedzaliman itu telah nyata ditampakkan oleh Densus 88 dengan alasan “membasmi Teroris”, bahkan mereka justru cenderung menciptakan teror baru di NKRI. Hal tersebut terungkap dari fakta-fakta berikut:
- 1. Memberlakukan tembak mati kepada orang yang baru “terduga” (bahkan belum masuk tahap “tersangka”) dengan dalih melakukan perlawanan. Fakta antara lain:
– Menembak mati 7 “terduga” teroris dalam waktu 2×24 jam (4-5 Januari 2013) di Wilayah Dompu dan Makassar.
Layaknya dead squad tanpa ampun membunuh 2 orang aktivis Islam di halaman Masjid Al Nur Afiah komplek Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar usai menunaikan shalat dhuha, alasan klasiknya “melakukan perlawanan”. Padahal semua saksi mata di tempat kejadian dan berdasarkan rekaman HP tidak ada sedikitpun perlawanan dari para tersangka tersebut (http://fh.unlam.ac.id/web/2013/01/extra-judicial-ala-densus-88-tiga-orang-yang-dibunuh-tidak-diketahui-identitasnya/). Membunuh lima orang terduga teroris (4-5/01/2013) di Dompu yang salah satunya adalah Bactiar Abdullah (Timu-Bolo,Bima) yang dituduh pelarian dari Poso, belakangan berhasil dibuktikan oleh Tim Pencari Fakta dan Rehabilitasi (TPFR) Bima bahwa almarhum tidak pernah ke Poso (Bimeks, Radar Tambora, Suara Mandiri, 14/01/2013)
Di tahun 2010 saja lembaga nasional KONTRAS (komisi anti kekerasan dan orang hilang ) merilis ada 13 orang salah tembak oleh Densus 88 ( http://berita.maiwanews.com/kontras-sudah-13-korban-salah-tembak-densus-88-4654.html) dan daftar itu terus bertambah panjang hingga awal 2013.
- 2. Melakukan penangkapan secara serampangan dan penyiksaan yang sangat sadis dalam proses interogasi terhadap para terduga terorisme. Antara lain :
14 warga Poso akhir Desember lalu diinterogasi secara tak manusiawi, disiksa dan dihinakan selama 7 hari (20-27 Desember 2012). Seperti diseret di atas aspal lalu disiram air jeruk, dijepit dengan kursi lipat, di setrum dan banyak lagi. Setelah mereka tidak terbukti bersalah, mereka dilepas begitu saja. Tanpa permintaan maaf dan rehabilitasi nama baik, apalagi pengantian biaya perobatan. (http://kabarnet.wordpress.com/2013/01/05/densus-88-siksa-korban-salah-tangkap-dengan-sadis/).
Termasuk penagkapan sekitar 13 orang warga bima yang dikaitkan dengan kasus Ponpes Umar bin Khattab Juli 2012 tahun lalu yang kemudian di bebaskan setelah mengalami penyiksaan keras. Dan masih banyak kasus lainnya.
- 3. Tidak menghormati identitas, dan hak kebebasan ummat Islam dalam menjalankan syariat Islam.Hal ini terbukti antara lain :
– Melakukan penembakan terhadapa terduga teroris di Teras Masjid Al Nur Afiah komplek Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar (04/01/2013)
– Kepolisian bahkan melakukan pembubaran terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Masjid Nurul Hidayah, Handel Dutoi, Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.Sabtu (5/1/2013) lalu, yang mendapat kecaman keras dari NU, Muhammadiyah dan MUI Kapuas, bahkan MUI Pusat (http://m.sindonews.com/read/2013/01/22/15/709975/bubarkan-pengajian-mui-minta-ketegasan-kapolri)
– Melarang/Tidak memberikan kesempatan terduga teroris untuk shalat . Dan ketika bilang mau solat magrib, dibentak densus “tidak perlu solat!”.
– Seringkali melakukan pelecehan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SWT saat melakukan interograsi.
– Menyebarkan “ciri-ciri” terduga teroris yang mengarah pada identitas Islam. Seperti : Berjenggot, agamais, dermawan, sederhana, tidak berboncengan dengan lawan jenis dll (SMS Hotline Kapolri/Kapolda)
- 4. Melakukan diskriminasi nyata antara ummat Islam dengan ummat lainnya. Penyebutan teroris hanya mengarah pada ummat Islam, sedangkan OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang dengan berani mengibarkan bendera bintang kejora dihadapan pejabat negara, melakukan pembunuhan terhadap TNI/Polri dan masyarakat sipil tidak pernah disebut sebagai gerakan terorisme. Begitu juga dengan RMS (Republik Maluku Selatan) yang nyata-nyata meresahkan masyarakat/teror juga tidak pernah disebut sebagai kelompok teroris. Hal ini sangat bertentangan dengan UU No 15 tahun 2003 tentang terorisme.
- 5. Penyandang Dana densus 88 yang berasal dari Australia dan Amerika sehingga membuat mereka harus tunduk pada kepentingan Neo imperialisme yang ujung-ujungnya adalah penguasaan atas kekayaan Indonesia secara pelan tapi pasti.
- 6. Menciptakan stigma negatif terhadap kegiatan-kegiatan keagamamaan bahkan pihak kepolisian tidak lagi menghargainya dengan melakukan pembubaran kegiatan Maulid Nabi di Kalteng.
Kepolisian bahkan melakukan pembubaran terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Masjid Nurul Hidayah, Handel Dutoi, Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sabtu (5/1/2013) lalu, yang mendapat kecaman keras dari NU, Muhammadiyah dan MUI Kapuas, bahkan MUI Pusat (http://m.sindonews.com/read/2013/01/22/15/709975/bubarkan-pengajian-mui-minta-ketegasan-kapolri)
- 7. Dalam aksinya Densus 88 cenderung mengabaikan konsep praduga tidak bersalah, dan melawan undang-undang yang berlaku, karena mealukan Vonis mati tanpa melalui persidangan.
Hal ini sesuai dengan pernyataanpengurus PUSHAMI, M Hariyadi Nasution yang meragukan bahwa Densus 88 dalam operasinya telah sesuai dengan UU 15 Tahun 2003, tentang (http://m.salam-online.com/2013/01/dari-mui-keluarga-korban-densus-ke-komnas-ham-tpm-orang-baru-usai-shalat-diberondong.htm).
Juga diungkapkan Wakil Ketua Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, yang menyatakan justru Densus melanggar undang-undang HAM. Mengingat banyak teroris tersebut masih sebatas dugaan namun aparat sudah main hakim sendiri. Selain itu, kata Nurkhoiron, kejadian cenderung diskenariokan atau rekayasa. (http://makassar.tribunnews.com/2013/01/05/komnas-ham-sebut-penembakan-teroris-wahidin-rekayasa)
Dari semua fakta yang demikain nyata, kami dapat menyimpulkan gerakan Densus 88:
- Adalah gerakan yang lebih cenderung membangun dan menyuburkan terorisme di indonesia, karena sama sekali tidak menghormati lagi hak-hak hidup manusia, melakukan pelanggaran serius atas HAM.
- 2. Gerakan pelecehan norma-norma agama sehingga telah mendapatkan gugatan dari berbgai lembaga Islam, seperti Nahdlatul Ulama , Muhammadiyah, bahkan Majelis ulama Indonessia Pusat. Di bima sendiri telah dibentuk TPFR. Bima yang difasilitasi MUI Kab Bima yang bisa diartikan sebagai wujud ketidakpercayaan atas skenario Densus 88 di Bima
Dari semua hal tersebut di atas kami Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bima, yang merupakan elemen tak terpisahkan dari ummat islam telah bulat menyatakan sikap sebagai berikut:
- 1. Bangga sebagai bagian masyarakat bima yang islami, dan tersinggung dengan penetapan mabes polri yang menyatakan bima sebagai sarang teoris, dan meminta mabes polri merehabilitasi nama bima.
- 2. Islam bukan teroris, dan berlakukan setiap aksi terorisme oleh faham dan agama apapun secara adil (sebagaimana tertuang dalam uu no 15 tahun 2003)
- 3. Bubarkan densus 88 dan segala proyek terorisme yang diusung dunia barat, untuk menyelamatkan bangsa dari penjajahan ekonomi gaya baru.
- 4. Tegakkan supermasi hukum
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, untuk segera ditinjaklanjuti oleh Presiden dan DPR RI. Jika dalam waktu 7 x 24 jam tidak ada tindakan serius dari Presiden dan DPR RI, maka kami bersama elemen-elemen HMI lainnya serta masyarakat Bima & Indonesia umumnya, akan melakukan aksi-aksi yang lebih massif hingga dipenuhinya tuntutan ini.
Bima, 11 Rabiul Awal 1434 H/23 Januari 2013 M
Jenderal Lapangan,
SYAMSUDDIN
Tembusan :
- Kapolri, Kapolda NTB, Kapolres Bima Kota, Kapolres Bima, Kapolres Dompu
- MUI Pusat, MUI NTB, MUI Kab. Bima, MUI Kota Bima, MUI Kab. Dompu
- DPRD Propinsi NTB, DPRD Kab. Bima. DPRD Kota Bima, DPRD Dompu
- Gubernur NTB, Bupati Bima, Walikota Bima, Bupati Dompu
- PB HMI, BADKO HMI Nusra
- Ormas dan Media Massa