HASI Bantu Pengungsi Rohingya: “Mereka Membakar Anakku”
SALAM-ONLINE: Ketika Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) mengirimkan tim-tim relawan ke Suriah untuk membantu kaum Muslimin di sana, tidak sedikit di antara warga Suriah bertanya, “Bagaimana dengan nasib saudara-saudara kita di Arakan (Rohingya)? Bukankah wilayah mereka dekat dengan negara kalian di Indonesia?”
Mendengar pertanyaan itu kami sempat sedikit tersentak, dan kemudian kami jawab, “Iya, di Indonesia banyak lembaga sosial selain kami (HASI) yang memberikan bantuan ke Muslim Rohingya. Insya Allah kami pun akan membantu mereka.”
Setelah menjawab demikian kami seperti menanamkan amanah pada diri kami dari saudara kami di Suriah untuk membantu Muslim Rohingya. Karena itu kami pun mulai menggalang bantuan untuk Rohingya.
Alhamdulillah, setelah mengirim relawan medis pada akhir Januari 2013 ke Pulau Pinang untuk membantu pengungsi Rohingya di sana, kali ini HASI kembali mengirim relawan untuk mengantarkan bantuan ke pengungsi Rohingya di Pulau Pinang (Malaysia) dan Provinsi Songkhla, Thailand Selatan.
Tim HASI bekerjasama dengan mitra kerja NGO Permuafakatan dan IMAM (Islamic Medical Association of Malaysia). Hari pertama tim HASI mendistribusikan bantuan kepada pengungsi di Pulau Pinang, kemudian keesokan harinya kami masuk ke provinsi Songkhla, Thailand Selatan untuk mendistribusikan bantuan ke pengungsi Rohingya yang ada di kawasan tersebut.
Ada perbedaan mencolok perlakuan para pengungsi Rohingya di Pulau Pinang, Malaysia dan di provinsi Songkhla, Thailand Selatan. Di Pulau Pinang pemerintah Malaysia memberikan pelayanan kepada para pengungsi dengan cukup baik. Mereka menampung para pengungsi di tempat yang layak dan memberi makan satu hari dua kali.
Pemerintah Malaysia juga berkoordinasi dengan NGO-NGO di sana utuk menyiapkan bantuan-bantuan yang tidak dicover oleh pemerintah Malaysia, mengingat untuk kawasan Pulau Pinang saja terdapat sekitar 2000 pengungsi Rohingya.
Sementara itu di kawasan provinsi Songkhla keadaannya sangat berbeda. Para pengungsi Rohingya di sana ditampung dipenjara-penjara imigrasi Thailand dengan kondisi yang tidak layak. Mereka hanya ditampung, tapi tidak diberi makan dan juga tidak disediakan air bersih yang layak oleh pemerintah Thailand.
Keputusan pemerintah Thailand menampung mereka pun atas desakan Majelis Ulama Islam Thailand kepada pemerintahnya untuk tidak memulangkan kembali para pengungsi Rohingya ke Myanmar. Majelis Ulama Islam Thailand juga bersedia untuk menanggung kebutuhan sehari-hari para pengungsi Rohingya bersama-sama dengan kaum Muslimin di sana.
Karenanya, HASI lebih mengutamakan bantuan yang diberikan kepada para pengungsi Rohingya yang berada di Songkhla. Semoga bantuan yang kami distribusikan kepada mereka sedikit meringankan beban kaum Muslimin di sana yang harus memenuhi kebutuhan sehari-hari sekitar 1000 orang pengungsi Rohingya.
“Mereka Membakar Anakku…”
Selasa (19/2/2013), tim relawan HASI yang mengantar bantuan untuk pengungsi Rohingya langsung disambut oleh mitra kerja dari NGO Permufakatan Pulau Pinang yang concern membantu sekitar 2000 pengungsi Rohingya di Pulau Pinang.
Saat itu pula kami mendapat kabar bahwa baru saja 120 orang pengungsi Rohingya tiba di Pulau Pinang dengan perahu sederhana. Para pengungsi diamankan di kantor imigrasi pemerintah Pulau Pinang Malaysia.
Setelah berkoordinasi dengan pihak kepolisian setempat diperoleh data jumlah pengungsi yang baru tiba dan kebutuhan mendesak malam itu yang diperlukan. Kami dan NGO-NGO setempat berkumpul di kantor NGO IMAM (Islamic Medical Association of Malaysia).
Kita sepakat memberikan bantuan prioritas kepada 120 pengungsi yang baru tiba. Persiapan dan distribusi bantuan selesai pukul 23.30. Perjalanan dari kantor NGO IMAM ke lokasi pengungsi yang diamankan oleh imigrasi Malaysia memakan waktu 2 jam.
Kami berjumpa dengan perwakilan pengungsi karena tidak diizinkan menjumpai semua pengungsi. Di sela-sela serah terima bantuan terdapat seorang wanita pengungsi Rohingya yang menggendong dan mendekap erat anaknya. Wajahnya masih menyisakan kecemasan yang luar biasa.
Setelah ia berbicara dengan penerjemah kami, sang penerjemah menceritakan ia masih sangat trauma dan tak mau melepas anaknya, lantaran sebelum ia melarikan diri, rumahnya dibakar dan salah satu anaknya direbut dari tangannya oleh tentara Myanmar, lalu dilemparkan ke api yang membakar rumahnya.
Kami menyaksikan kondisi para pengungsi yang baru tiba yang sangat tidak layak… Mereka berminggu-minggu terombang-ambing di laut tanpa makanan dan air.
Setelah tiba di tempat pengungsian, mereka masih menyisakan kepedihan di wajah-wajah mereka yang sulit disembunyikan.
Kisah pembakaran seorang anak ini, hanyalah contoh kecil dari kengerian yang hari ini masih berlangsung di Rohingya, Myanmar. Apakah kita masih pantas berdiam diri?
(Tim HASI, Pulau Pinang, Malaysia)–salam-online