SALAM-ONLINE: Kelakuan pengelola negeri ini, khususnya penegak hukumnya, kembali dalam sorotan. Mereka, lagi-lagi mempertontonkan ketidakadilan dan perlakuan diskriminatif terhadap rakyat persis bak pisau: tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Jamal bin Syamsuri kini hanya bisa meratapi nasibnya di dalam sel Sat Lantas Jakarta Barat. Sopir angkot KWK-U 10 ini harus mendekam di balik jeruji besi tanpa tahu kesalahan yang dituduhkan kepadanya.
Jamal bin Samsuri (37) dikenakan pasal pelanggaran lalu lintas karena meninggalnya mahasiswi Universitas Indonesia (UI) yang loncat dari angkotnya. Polisi pun langsung menetapkan Jamal sebagai tersangka tak berapa lama setelah Annisa, meninggal dunia.
Polisi terkesan bergerak cepat dalam kasus ini. Namun cerita berbeda terjadi dalam kasus kecelakaan yang menimpa anak sulung Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa.
Polisi awalnya tidak berani terbuka dalam kasus BMW maut tersebut. Hingga kini Rasyid juga tidak ditahan meski berkasnya sudah dilimpahkan dan kasusnya segera dimejahijaukan. Beda dengan Jamal yang langsung merasakan dinginnya lantai penjara di tahanan Polres Jakarta Barat.
Berikut enam perbedaan perlakuan polisi kepada Rasyid Rajasa si sopir BMW maut dengan Jamal bin Syamsuri, sopir angkot:
1. Jamal langsung ditahan
Sopir angkot KWK-U 10 Jamal bin Syamsuri langsung ditahan oleh Polres Jakarta Barat saat setelah melaporkan penumpangnya lompat dari angkot yang dia kendarai. Hingga saat ini Jamal masih meringkuk di tahanan. Pengacara kondang, Hotma Sitompul sedang mengusahakan penangguhan penahanan Jamal.
Namun perlakuan berbeda diterima anak bungsu Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Rajasa. Meskipun berkasnya sudah dilimpahkan, Rasyid tetap bebas. Rasyid beralasan masih menjalani terapi.
2. Identitas langsung dibuka
Saat kasus lompatnya mahasiswi Universitas Indonesia Annisa Azward (20) terungkap, polisi langsung mengumumkan siapa sopir angkot. Bahkan sang sopir langsung ditahan oleh Polres Jakarta Barat untuk menjalani pemeriksaan.
Namun saat kecelakaan di Tol Jagorawi yang menewaskan dua orang di tahun baru 2013, polisi terkesan menutupi siapa identitas BMW maut. Sejak pagi hingga sore Polda Metro Jaya menutup rapat siapa sopir BMW maut itu.
Bahkan pejabat Polri yang berani mengungkap siapa identitas adalah Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Suhardi Alius. Suhardi terang benderang menyebut bahwa sopir BMW maut itu adalah anak Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rasyid Amrullah Rajasa.
3. Polisi tak sembuyikan Jamal
Diduga karena takut, Annisa akhirnya memilih melompat dari angkot KWK-U 10 yang dikemudikan Jamal. Melihat penumpangnya lompat, Jamal bergegas menolong korban dan melarikannya ke rumah sakit.
Namun nahas, mahasiswi Universitas Indonesia itu akhirnya meninggal di Rumah Sakit Koja, Jakarta Utara. Polisi pun langsung memeriksa Jamal di Polres Jakarta Barat.
Namun hal yang sama tidak berlaku bagi Rasyid. Sesaat setelah kejadian Rasyid langsung menghilang. Polisi pun tutup mulut soal keberadaan Rasyid. Polisi hanya menyebut Rasyid sedang dirawat di rumah sakit.
Baru belakangan kemudian diketahui bahwa Rasyid di rawat di RS Pusat Pertamina. Rasyid dirawat di kamar VIP di RS PP.
4. Angkot Jamal langsung diamankan
Angkot yang dikemudikan Jamal langsung digelandang ke Polres Jakarta Barat tak lama setelah kasus Annisa mencuat. Tak butuh waktu lama bagi kepolisian untuk membawa angkot merah itu.
Namun saat BMW tipe SUV X5 warna hitam menabrak Daihatsu Luxio bernomor polisi F 1622 CY di KM 3+400 Tol Jagorawi, Polda Metro Jaya terkesan menyembunyikan mobil mewah tersebut. Polisi tidak terbuka soal keberadaan BMW maut bernopol B 272 HR itu.
Bahkan saat dipamerkan di Unit Laka Polda Metro, BMW Rasyid juga ditutupi oleh polisi. Entah apa maksudnya, namun tidak dengan Luxio yang ditabrak Rasyid.
5. Lie detector untuk Jamal
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Edi Saputra Hasibuan meminta pihak kepolisian mengusut hingga tuntas kasus tewasnya Annisa Azward (20). Agar kasus ini menjadi terang, sebaiknya sopir angkot KWK U10, Jamal diperiksa menggunakan lie detector (alat kebohongan).
“Kami usulkan agar Jamal diperiksa menggunakan lie detector,” ujar Edi saat dihubungi, Selasa (12/2/2013).
Edi mengatakan, hal tersebut bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk memastikan apakah Jamal terindikasi melakukan tindak pidana atau tidak. “Kompolnas sendiri mendukung Polri yang sudah menetapkannya dengan pasal 310 ayat 4, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” tuturnya.
Namun Kompolnas tidak mengusulkan hal yang sama kepada Rasyid Rajasa. Rasyid lagi-lagi seolah mendapat perlakuan istimewa.
6. Petisi adili Rasyid
Meski sudah berstatus tersangka akibat kasus tabrakan maut yang menewaskan dua orang, M Rasyid Rajasa sampai saat ini masih menghirup udara bebas. Dalihnya, putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa ini masih mengalami trauma akibat insiden mematikan yang dihadapinya itu. Pertanyaannya, jika wong cilik seperti Jamal menyatakan trauma, apakah diperlakukan sama seperti Rasyid? Nehi!
Berawal dari keprihatinan tersebut, muncul petisi untuk menahan, serta mengadili Rasyid Rajasa sesuai dengan hukum yang mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Petisi tersebut dimuat dalam situs www.change.org. Situs tersebut memang dikhususkan untuk memuat petisi-petisi yang dibuat oleh masyarakat.
“Pada saat penyidikan, Polda Metro Jaya tidak melakukan penahanan. Setelah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI, Kejaksaan pun tidak melakukan penahanan sama sekali. Padahal nyata akibat perbuatan Rasyid Rajasa telah mengakibatkan meninggalnya 2 orang. Tentu Pasal yang dikenakanmemen uhi syarat objektif untuk ditahan sesuai dengan Pasal 21 KUHAP,” kata penggagas petisi, Muhamad Isnur yang dimuat dalam situs www.change.org, Selasa (12/2/2013).
Sedangkan Jamal yang notabenenya sopir angkot tersebut justru sebaliknya. LBH Mawar Saron yang merupakan binaan pengacara kondang Hotma Sitompul justru akan membela Jamal. Bahkan 22 pengacara Mawar Saron siap dikerahkan membantu Jamal.
Tersangka kasus kecelakaan maut, Rasyid Rajasa, tidak menjalani masa tahanan. Kejaksaan Agung berpendapat sejauh ini tidak ada hal-hal yang mengharuskan putra Menko Perekonomian Hatta Rajasa itu ditahan. Duh, bagaimana jika yang melakukan itu rakyat jelata? Kejaksaan tidak ngomong seperti ini tuh!
“Kepentingannya apa untuk ditahan?” ujar Jaksa Agung Basrief Arief di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Rabu (13/2/2013). Nah, apakah omongan seperti ini berlaku bagi rakyat kebanyakan? Ini benar-benar parah!
Menurut Basrief, alasan seseorang ditahan jika dia bisa melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Namun di balik itu semua, penahanan seseorang tergantung penyidik atau penuntut umum.
“Tapi kita lihat nanti hasil pendapat penuntut umum,” lanjutnya.
Basrief tidak khawatir kasus Rasyid bisa menjadi preseden buruk hukum di Indonesia. Kejaksaan berdalih, dalam Pasal 21 KUHAP, setiap tersangka memang tidak harus ditahan.
Nah, kalau setiap tersangka tidak harus ditahan, kenapa yang lain tidak diperlakukan sama seperti Rasyid, meskipun dijamin tak melarikan diri, tak menghilangkan barang bukti dan tak mengulangi perbuatan serupa?
“Kalau di pasal 21 KUHP itu menyatakan di sana dapat ditahan, yaitu deskresi dari penyidik dan penuntut umum. Tentu melihat faktor-faktor yang disebutkan tadi. Tentu tidak wajib,” tegasnya.
Nah, lho, jika tidak wajib alias tak harus ditahan, maka kepolisian atau kejaksaan tak usah lagi menahan si pihak yang menjadi tersangka. Harus diperlakukan sama! Jangan main-main. Ini sangat serius, menyangkut rasa keadilan di tengah masyarakat.
Islam dengan tegas mencela orang-orang yang tegas terhadap si lemah, tapi impoten jika berhadapan dengan pihak yang kuat, para penggede dan bangsawan.
Diriwayatkan oleh Aisyah ra, suatu ketika bangsa Quraisy merasa bingung dengan urusan seorang wanita bangsawan dari suku Makhzum yang telah mencuri. Akhirnya mereka berunding siapakah yang berani memintakan maaf atau ampunan kepada Rasulullah? Lalu ada yang mengusulkan, “Tidak ada, kecuali Usamah bin Zaid, orang yang dicintai oleh Rasulullah.”
Kemudian majulah Usamah ra menghadap Rasulullah dengan maksud meminta dispensasi hukuman untuk wanita bangsawan itu. Mendengar hal tersebut, wajah Rasulullah seketika berubah. Lalu beliau berkata kepada Usamah, ”Beranikah engkau memberi syafaat atau pembelaan dalam suatu hukum had yang telah ditetapkan oleh Allah SWT?”
Kemudian Rasulullah berdiri dan berkhutbah, “Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kamu dahulu (adalah) apabila ada seorang bangsawan mencuri, dibiarkan. Namun jika ada orang rendahan mencuri, maka hukum had dikenakan padanya. Demi Allah, andaikan Fatimah putri Muhammmad mencuri, aku potong tangannya,” (HR Bukhari-Muslim).
Sabda Rasulullah saw di atas memberikan sebuah gambaran yang menakjubkan tentang Islam. Tegas dalam menjalankan dan menegakkan hukum, sangat memenuhi rasa keadilan, tak peduli dari kalangan rakyat mana pun, semua diperlakukan sama dalam hukum!
Tidak seperti sekarang, contohnya di negeri ini: hukum sangat tegas dan bertaji pada si lemah, tapi letoy jika berhadapan dengan yang kuat, para penggede atau orang-orang kaya yang bisa membeli hukum!
Rasyid Rajasa dan Jamal adalah contoh yang nyata dari kejengkelan kita terhadap perlakuan hukum yang tak adil dan diskriminatif! Sungguh rasa malu itu telah hilang dari kalian.
Kata Rasulullah, itulah yang membuat umat terdahulu menjadi rusak dan hancur! Dan, ternyata, itu pulalah yang bikin negeri ini kehancurannya tambah parah! (itoday/detik/salam-online)