Barat Tolak Pasok Senjata untuk Oposisi Suriah, karena Takut Jatuh ke Tangan Mujahidin
DAMASKUS (SALAM-ONLINE): Dilaporkan dari Suriah, tokoh oposisi mendesak negara-negara Barat untuk memberikan bantuan senjata kepada mereka. Namun permintaan itu ditolak karena pihak Barat takut bantuan senjata itu jatuh ke tangan faksi oposisi dari kalangan Mujahidin.
Koalisi oposisi bentukan Barat pada November tahun lalu dianggap gagal. Barat kecele, dikira bisa dijadikan boneka, nyatanya pihak Barat menganggap mereka gagal mengamankan senjata serta dana yang masuk lantaran bantuan tersebut malah jatuh ke tangan Mujahidin.
Kondisi Rezim Assad yang pasukannya kian berkurang hampir setengahnya dari 300 ribu personil, semakin membuat menguatnya pengaruh pejuang Islam (Mujahidin) Suriah, menyebabkan Barat dan sekutunya bertambah khawatir.
Sebuah laporan menyebutkan, rezim Assad yang berkekuatan sekitar 300 ribu tentara pada awal konflik, kini jumlah itu berkurang hampir setengahnya karena banyak tentara yang membelot.
Saat ini, rezim Assad bergantung dengan pasukan elitnya yang berjumlah sekitar 50 ribu orang. Anggota pasukan elit tersebut berasal dari kelompok Alawiyah yang loyal kepada rezim Assad.
Di tengah kekhawatiran senjata jatuh ke tangan Mujahidin, Amerika Serikat yang telah lama menjadi mitra Assad setelah banyak menghirup darah umat Islam, terus berusaha untuk menciptakan pengganti Assad yang dapat dijadikan boneka selanjutnya bagi AS. Meski seakan tidak sejalan dengan rezim Assad, tapi Amerika dan Suriah sepakat untuk mencegah berdirinya pemerintahan Islam di Suriah.
Maka, tak aneh, saat terkuak kabar beberapa waktu lalu, bahwa situs Wikileaks membocorkan dokumen baru yang mengungkapkan Amerika Serikat memberikan bantuan materil kepada Bashar Al Assad senilai 5 milyar dollar untuk menghadapi kelompok pejuang, karena AS takut pada pilihan saat lengsernya Al Assad yang berkuasa adalah kelompok Islam.
Dokumen tersebut mengungkapkan metode Presiden AS, Barack Obama, menghadapi tragedi Suriah dengan mengkhianati revolusi Suriah, yaitu dengan mendukung rezim Bashar secara diam-diam. Pada saat yang sama ia juga melarang negara-negara teluk mempersenjatai kelompok oposisi Suriah.
Seorang pejabat oposisi Suriah mengatakan kepada surat kabar Sunday Times bahwa CIA melarang, selama 10 bulan lalu, pengiriman senjata berat berupa tank dan pesawat tempur yang dibutuhkan kesatuan FSA, demikian dilansir Islam Memo.
Di sisi lain, badan intelijen AS, CIA, terus melakukan upaya untuk membentuk kelompok yang dianggap bisa bekerjasama dengan AS. “Pembentukan, dan kemudian pengawasan sebuah kelompok oposisi yang dianggap bisa bekerjasama dengan Amerika,” kata seorang diplomat Timur Tengah yang tidak disebutkan namanya, seperti dikutip New York Times.
Sumber-sumber diplomatik itu mengatakan, Barat semakin khawatir dengan semakin kuatnya pasukan Mujahidin bersenjata di Suriah. Itu jelas semakin menghambat bantuan untuk koalisi nasional Suriah yang dianggap moderat alias yang bisa diajak kerjasama oleh pihak Barat.
Karenanya, oposisi suriah sendiri tidak dapat memanfaatkan secara penuh tentara yang membelot ke pihaknya. Hal itu disebabkan kurangnya persediaan persenjataan yang dimiliki.
Itulah alasannya, Barat yang dimotori AS kurang berselera lagi memasok bantuan senjata, karena takut dimanfaatkan atau jatuh ke tangan Mujahidin. Sesuatu yang dikeluhkan pihak oposisi dari faksi sekuler, lantaran Barat hanya memasok bantuan logistik, bukan senjata.
Sementara Mujahidin dari berbagai kelompok kekuatan di Suriah, mendapat pasokan senjata dari para individu kaya.
Dilaporkan, faksi-faksi Mujahidin di Suriah, selain mendapat bantuan senjata dari para individu kaya, juga memperoleh senjata hasil rampasan perang dari gudang-gudang senjata milik rezim yang berhasil direbut. (salam/dari berbagai sumber)