“Negara Barat Sudah Tak Minat, Indonesia Malah Mau Gelar Miss World”
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustadz Aminudin Yakub menegaskan, ajang kontes-kontes kecantikan di negara-negara “maju” kini sudah ditinggalkan. Namun, ironisnya malah digelar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Sekarang Miss World yang ke-63, dulu Miss World selalu diadakan di negara-negara Amerika dan Eropa. Tapi, ketika sudah tidak diminati lagi, baru kemudian diadakan di Afrika, Asia, dan sekarang di Indonesia,” kata Ustadz Aminudin kepada an-najah.net, saat konferensi pers di kantor MUI Pusat Jl.Proklamasi No.51, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2013)
Menurutnya, itu terjadi karena masyarakat Eropa dan Amerika sudah tidak tertarik lagi melihat kontestasi-kontestasi yang mempertontonkan fisik.
“Orang-orang luar sudah tidak menarik lagi melihat kontestasi seperti itu. Justru yang semestinya dikontestasi adalah seseorang yang memiliki talenta-talenta tertentu. Misalnya, suatu keterampilan tertentu, atau suatu kecerdasan semisal olimpiade MIPA,” ungkap Aminudin.
Sedangkan pada ajang Miss World, lanjutya, tidak ada kontestasi berdasarkan talenta tertentu. Kalaupun ada, aspek-aspek seperti wawasan tidak menjadi poin penting bagi seseorang untuk menjadi Miss World.
“Tidak mungkin yang satu bisa nyanyi dan yang satu menari diadu. Tetap poin pentingnya adalah penilaian fisik,” terangnya.
Islamic Tourism
Terkait pernyataan bahwa Miss World dapat meningkatkan perkembangan pariwisata di Indonesia, menurutnya, pernyataan tersebut tidak benar. Sosok seperti Miss World ala Indonesia sudah menjadi duta wisata ke mancanegara, namun tidak memberi hasil yang signifikan.
“Itu tidak pengaruh, kita sudah banyak mengutus putri-putri ke sana, tidak ada perubahan,” ucap Aminudin.
Bahkan, sambungnya, konsep wisata di beberapa negara seperti Australia, Thailanda, China, dan Malaysia saat ini sedang menggalakkan Islamic Tourism yang terinspirasi dari Qur’an. Sebuah konsep yang menawarkan wisata kepada masyarakat berlibur dengan tempat istirahat atau hotel yang bersih, terjamin mendapatkan makanan yang halal, ibadah tidak terganggu, dan mendapatkan kejelasan arah kiblat.
“Islamic tourisme itu sudah trend, mereka sudah tinggalkan aurat-aurat tourism seperti itu. Justru, di Indonesia konsep ini tidak diambil. Ini kan paradoks namanya,” tandas Aminudin.
“Pada prinsip dasarnya, dari dulu MUI menentang bentuk-bentuk kontestasi kecantikan seperti itu, dengan banyak alasan,” lanjutnya.
Yakub menerangkan, alasan pertama MUI menolak ajang Miss World adalah pertimbangan nilai-nilai Islam. Menurutnya, Islam melarang wanita dikontestasi kecantikannya dengan mengumbar aurat seperti itu. Kedua, ditimbang dengan nilai budaya bangsa dan ketiga berdasarkan pertimbangan Pancasila dari sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang adil dan beradab.
“Kontestasi kecantikan dengan menilai dari postur tubuhnya, berapa lingkar pinggulnya,lingkar dadanya, wajahnya seperti itu adalah uncivilised, tidak beradab,” tegasnya.
Islam, ujarnya, mengajarkan manusia diukur dan dinilai dari ketakwaan dan akhlaknya, bukan menilai dari wajah dan bentuk tubuhnya. (an-najah.net), salam-online