Media Kafir, Demokrasi, dan Mekanisme Sistem Dajjal
–CATATAN MUHAMMAD PIZARO NOVELAN TAUHIDI–
SALAM-ONLINE: “Akibat cara kerja sistem Dajjal, sudah pasti banyak orang yang menderita dan diperbudak olehnya, tetapi mereka tidak menyadari apa penyebab penderitaan ataupun bagaimana hakikat penjara yang mengungkung mereka. Sebagai hasil dari pengondisian, mereka terus berperan aktif dan terkadang berperang penting dalam menjalankan sistem yang tanpa mereka sadari merupakan sumber kesakitan dan dinding penjara maya bagi diri mereka sendiri.”
Ucapan di atas penulis kutip dari tulisan Syaikh Ahmad Thompson, dalam buku fenomenalnya berjudul Dajjal The Anti Christ. Buku tersebut menjelaskan secara baik lagi rinci mengenai konspirasi Freemason dalam menaklukkan dunia lewat hal-hal yang tidak kita pikirkan sama sekali. Bisa dikata, inilah curhatan Syaikh Ahmad Thompson yang memang hidup di negeri masonik, Inggris, dan melihat ketelanjangan begitu rupa mengenai bobroknya sistem sekular.
Dalam bukunya itu, ia menjelaskan bahwa sejak hampir satu abad yang lalu dunia makin hari makin membentuk dirinya menjadi sebuah Sistem Kafir yang lebih cocok disebut sebagai Sistem Dajjal.
Syaikh Ahmad Thompson berkeyakinan bahwa dewasa ini Dajjal sebagai gejala sosial budaya global dan kekuatan gaib yang tidak tampak kasat mata sudah mewujud. Tinggal Dajjal sang individu atau oknum yang belum muncul. Seluruh nilai-nilai yang berlaku dalam sistem Dajjal secara diameteral pun bertentangan dengan nilai-nilai Sistem Kenabian. Sebab sistem Dajjal mutlak berisi nilai-nilai kekafiran sedangkan sistem Kenabian mengandung nilai-nilai keimanan.
Media Kafir dan Cara Kerja Sistem Dajjal
Salah satu yang menjadi isu penting dalam buku yang sudah tidak dicetak lagi itu adalah media. Kata Syaikh Ahmad Thompson, pada dasarnya para pengusung sistem Dajjal adalah orang-orang yang mengendalikan media untuk bisa terus menciptakan ilusi apapun sekehendak mereka. Maka siapapun yang mempercayai peristiwa di massa, sejatinya kata Syaikh Ahmad Thompson, justru mereka tidak mengetahui masalah yang sebenarnya.
Jika kita flash back ke bangsa kita, maka akan kita dapatkan bahwa secara bertubi-tubi Indonesia ditimpa “bencana” dan kasus yang datang silih berganti. Mata kita pun diajak untuk tidak lepas dari layar kaca, mulai Skandal Bank Century, Mafia Pajak Gayus, Korupsi Menpora, Anas Urbaningrum, LHI, Djoko Susilo, dan serentetan kasus lainnya yang tak putus-putus.
Dengan memunculkan serangkaian kasus ini, sebenarnya kita sedang digiring untuk berlelah mata dan pikiran hingga melupakan esensi utama dalam permasalahan ini. Kita diajak untuk hanya–sekali lagi, hanya–memperbincangkan kasus, namun dijauhkan pada aksi dan tindakan nyata meretas masalah.
Ketika kita, sebagai umat Islam melontarkan wacana untuk kembali ke hukum Allah sebagai pintu keluar dari drama problematika ini, maka pada saat itu pula, cara kerja Sistem Dajjal akan beraksi, dimana sebisa mungkin peluang perbincangan itu akan ditutup. (Pembicara) Islam hanya akan ditampilkan seorang diri, sedangkan pembicara yang mengusung ide Sistem Dajjal berupa sekularisme akan dihadirkan sebanyak-banyaknya untuk menenggelamkan suara Islam.
Pada gilirannya, untuk mengalihkan masyarakat dari isu kembali kepada Islam sebagai jalan solusi, maka perangkat Sistem Dajjal pun akan memunculkan masalah baru, kasus baru, dan isu baru.
Kita memang sekarang sedang digiring untuk mengikuti pola pikir mereka, dan di saat bersamaan mereka sedang melakukan aksi-aksi lain mengantar kita kepada pola pikir yang murni demokratis.
Selain itu menggilir berbagai kasus secara beruntun akan menyuburkan para analis sekular dari Australia dan Amerika untuk mendekatkan masyarakat dengan sistem anti Tuhan, kita digiring hanya untuk memperbincangkan masalah, menjadi pembicara, analis, pengamat, dan pencermat tapi minus solusi, terlebih solusi Islami.
Dua buah mata pun sehari-harinya diisi oleh perdebatan, chaos, konflik, tanpa diinisiasi mencari jalan keluar persoalan. Bahkan ada sebuah acara yang menghadirkan para hukum ternama, uniknya tidak ada solusi berarti dari para tokoh yang katanya paling mengerti hukum itu. Tidak jarang acara itu hanya berujung pada perdebatan dan masyarakat kembali dibingungkan.
Karena itu, kita dapat melihat bahwa pada sistem media saat ini semakin banyak acara-acara diskusi dari mulai pagi, siang, sore hingga ketemu pagi kembali. Bahkan melibatkan begitu banyak manusia. Semuanya serempak berbicara rumus-rumus dunia dan kita lupa apa yang sedang terjadi.
“Siapapun yang mempercayai peristiwa-peristiwa menurut media massa kafir, mustahil bisa mengetahui masalah yang sebenarnya,” kata Syaikh Ahmad Thompson.
Yang kedua, hadirnya kasus ini seakan-akan lahir untuk mempertebal keyakinan masyarakat kepada demokrasi. Apa hubungannya? Bukankah citra demokrasi akan semakin bobrok dengan banyak kejadian ini? Pada kenyataannya sebaliknya, justru warna demokrasi semakin terang menyala. Masyarakat digiring untuk semakin yakin bahwa Negara kita belum sepenuhnya demokratis.
Akhirnya dari akumulasi itu semua, maka Sistem Dajjal akan melahirkan berbagai lapisan untuk mengerahkan keyakinan masyarakat tentang demokrasi. Muncullah KPK, Satgas Mafia Hukum, dan produk-produk pelaksana hukum buatan manusia lainnya yang tidak akan menyentuh akar persoalan. Semua elemen ini diciptakan untuk menarik kembali minat masyarakat kepada ide bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat.
Padahal cara kerja lembaga-lembaga ini sangat dikontrol oleh penampuk kebijakan. Ia tidak serta merta akan menjamin perubahan. Lihatlah nasib KPK saat ini. Apa yang bisa kita harapkan dari lembaga yang tebang pilih dalam menyelesaikan kasus itu? Lihatlah pula Mahkamah Konstitusi yang bertikai dengan salah satu kader partai penguasa.
Maka bagi Sistem Dajjal, mudah saja untuk menarik harapan masyarakat kembali mengenai ilusinya tentang demokrasi, yakni menguatkan lembaga-lembaga tersebut ketika kondisi negara mulai genting hingga kemudian ada pemikiran bahwa di zaman reformasi ini, ide Demokrasi pun masih lebih baik ketimbang orde baru.
“Salah satu dalih yang sering dikemukakan politisi kafir, jika sistem kafir yaitu Sistem Dajjal dihujat adalah bahwa sistem ini mungkin tidak sempurna tapi masih lebih baik dari anarki,” ujar Syaikh Ahmad Thompson.
Kasus ini sama dengan kejadian agar para pekerja setia pada kapitalisme perusahaan. Untuk menutupi ketakutan para perkerjanya, maka perusahaan dalam basis sistem Dajjal akan memback-up pekerjanya dengan segala fasilitas agar mereka tetap bertahan di sana, atau minimal terus loyal kepada kapitalisme dan materialisme.
“Sekecil apapun rasa aman pada pekerjaan, akan diluluhkan oleh pemberlakuan tawaran kontrak kerja jangka pendek dan ancaman PHK, dan ketakutan ini dijadikan sarana untuk menumbuhkan semangat kerja,” kata Syaikh Ahmad Thompson.
Ironisnya, umat Islam kini berbondong-bondong terperangkap pada jaring ini. Terperangkap cara kerja Sistem Dajjal yang berjalan dengan baik dan sempurna. Sebagian umat Islam meminta umat Islam lainnya untuk tidak berdiam diri (baca: ikut di parlemen). Bagi mereka diam adalah mati dan ramai-ramai menduduki kursi kuasa yang bergengsi adalah keniscayaan. Padahal inilah yang memang diinginkan The New World Order dimana Umat Islam akan bertarung di panggung yang mereka ciptakan. Sebab bermain di kandang akan semakin mudah untuk menaklukkan sembari merekayasa lawan. Tak jarang kita lihat terkikisnya iman beberapa petinggi Muslim karena politik parlemen lewat kasus-kasus korupsi dan amoral.
“Kenyataan yang langgeng ini menandakan tidak saja tingginya kesangkilan para freemason, tapi juga menandakan betapa tingginya derajat pengendalian mereka atas rakyat banyak. Mungkin big brother tidak sedang mengawasi Anda, tapi yang pasti dia sedang memprogram dan mengondisikan Anda,” tandas Syaikh Ahmad Thompson.
Menyulap Penjahat Menjadi Malaikat
Selain itu, salah satu trik ampuh yang juga dilakukan sistem Dajjal adalah mengubah penjahat menjadi “malaikat” lewat jalur media. Mereka dengan begitu mudah merekayasa empedu menjadi madu. Trik inilah yang diperkenalkan oleh founding father dunia marketing, Edward Bernays. Ya, tokoh Yahudi sekaligus kemenakan langsung Sigmund Freud.
Ia menunjukkan (lebih tepatnya mengajari) bagaimana caranya perusahaan bisa membuat orang-orang ingin hal-hal yang sebenarnya mereka tidak perlu dengan cara sistematis lewat keinginan sadar mereka. Persis seperti saat kita baru menerima gaji dan kita seakan terhipnotis untuk membeli produk yang sebenarnya tidak kita perlukan.
Bukti keberhasilan mind control Bernays adalah kampanye rokok perempuan di tahun 1920-an. Saat itu, Bernays berhasil membantu industri mengatasi salah satu tabu sosial terbesar masyarakat Amerika kala itu, yakni larangan perempuan merokok di depan publik.
Dengan “cantik”nya, Bernays menampilkan seorang wanita muda sedang memegang rokok. Lewat teknik pemintalan kata-kata dan gambar film tentang ratusan wanita yang sedang merokok, maka sontak saja penjualan rokok di Amerika melambung tinggi dan para wanita pun seolah tersihir untuk merokok.
Karena itu Bernays pernah berkata dalam bukunya ‘Propaganda’, yakni “Kalau kita mengerti mekanisme dan motif-motif pikiran kelompok tertentu, kini mungkinlah untuk mengontrol dan mengarahkan massa menurut keinginan kita tanpa mereka mengetahuinya.”
Bernays memang memiliki track record mengendalikan opini politik publik. Peningkatan pesat Partai Nazi di Jerman tidak lain adalah hasil dari cara-cara marketing “brilian” Bernays.
Ketika tokoh Nazi Joseph Goebbels meninggal, para aparat menemukan buku Propaganda karya Bernays di kamarnya. Bernays sendiri mendadak kaya raya. Berkat temuannya itu ia naik daun menjadi konsultan berbagai perusahaan besar Amerika.
Dalam negeri ini, kita masih ingat bagaimana SBY pernah naik daun setelah dipecat sebagai Menteri di rezim Mega. Keran simpati masyarakat pun mulai mengalir dan sedikit banyak mengantarkannya ke kursi Presiden RI tahun 2004.
Hal ini pula yang pernah terjadi saat naiknya Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden tahun 1999. Dilihat dari berbagai sisi, sebenarnya tokoh ini tidak terlalu istimewa. Bahkan, Gus Dur pernah menjadi anggota MPR dari Golkar, ketika Soeharto masih dekat dengan Beny Moerdani cs.
Masih banyak tokoh yang lebih baik dari Gus Dur. Namun kepentingan asing yang sangat bertumpu kepada Gus Dur, mengingat Gus Dur terbuka pada ide liberalisasi, membawanya dapat melenggang mengungguli rival lainnya.
Begitu juga rekayasa citra Obama di Indonesia, yang hanya mengucapkan “nasi goreng dan bakso”, publik pun tersihir. Obama pun diundang bicara tentang masa kecilnya, dan segenap pandangan kita terhadap aktor Zionis itu ikut memudar meski Invasi Obama terhadap negeri-negeri Muslim masih berlangsung hingga kini.
Dan jangan aneh bila para koruptor yang kini dihujat bisa sekejap mata menjadi pahlawan. Hanya dengan satu cara: membuka aib-aib kawan-kawannya, dan kita kembali terjebak pada diskusi-diskusi.
Terapkan Islam Seluruhnya atau Tidak Sama Sekali
Karena itu, salah satu cara untuk mengenyahkan Sistem Dajjal adalah sebuah komitmen dalam diri kaum Muslimin untuk menerima Islam sepenuhnya atau tidak sama sekali. Sebab komitmen ini akan sangat menakutkan bagi penampuk Sistem Dajjal.
Inilah yang pernah terjadi kepada Sayyid Quthb. ‘Pembunuhan’ Sayyid Quthb adalah cara terakhir yang dilakukan Barat karena tidak juga berhasil mengubah pola pikir Asy-Syahid meski sudah digoda berkali-kali, dengan jalan kekuasaan, pendidikan, sampai wanita.
Namun apa dampak dari itu semua? Semangat militansi untuk kembali kepada Islam yang sesungguhnya menjadi sangat besar pasca buku-buku Sayyid Quthb diterbitkan seusai kematiannya.
Oleh karenanya, benturan Islam vis a vis Sistem Dajjal belum akan usai. Islam akan terus dirongrong oleh media sistem Dajjal lewat berbagai arah. Pertama, Islam akan disudutkan sebagai agama teroris dan bukan bagian dari solusi. Kedua, Islam akan dilihat dari tindak-tanduk keburukan akhlak yang diciptakan oleh oknum-oknum Islam itu sendiri.
Hal inilah yang pernah disinggung Sayyid Quthb, ketika Barat tidak fair dalam melihat Islam. Ketika Islam diperintahkan oleh Barat menyelesaikan masalah-masalah yang justru diciptakan oleh Demokrasi, Sosialisme, dan Kapitalisme. Oleh karenanya, dalam Bab Ambil Islam Seluruhnya atau tidak sama sekali dalam buku Dirosah Islamiyah-nya, Sayyid Quthb menulis:
“Tetapi yang aneh setelah itu, adalah bahwa Islam banyak sekali diminta pendapatnya mengenai persoalan-persoalan itu. Islam diminta untuk mengemukakan penyelesaiannya. Jadi tidak logis dan juga tidak adil, kalau dari suatu sistem tertentu diminta menyelesaikan dari masalah-masalah yang tidak ditimbulkannya sendiri, tetapi ditimbulkan oleh sistem lain yang berbeda watak dan metodenya dari sistem itu.”
Atas tantangan Barat itu, dengan pintarnya Sayyid Quthb membalas:
“Laksanakan Islam sebagai suatu keseluruhan dalam sistem hukum pemerintahan, dalam dasar perundang-undangan, dan dalam prinsip-prinsip pendidikan. Baru setelah itu kita dapat melihat apakah masalah-masalah yang ditanyakan itu masih ada dalam masyarakat atau hilang dengan sendirinya.”
Akhirnya, semua ini seperti lagu masonik The Beatles yang berjudul Across the Universe, dimana John Lennon berkata, “Nothing Gonna Changes My Wolrd.” Ya, tidak ada yang boleh mengubah Sistem Dajjal dan media mereka akan terus bergerak sesuai tata kerjanya: penuh rekayasa dan manipulasi.
“Kita harus berusaha agar opini umum tidak mengetahui permasalahan sebenarnya. Kita harus menghambat segala yang mengetengahkan buah pikiran yang benar. Hal itu bisa dilakukan dengan memuat berita lain yang menarik di surat kabar. Agen-agen kita yang menangani sektor penerbitan akan mampu mengumpulkan berita semacam itu,” (Protocol of Zion ke 13). (Islampos), salam-online