KAIRO (SALAM-ONLINE): Kudeta militer di Mesir dinilai gagal. Puluhan juta rakyat Mesir pendukung Mursi menolak kudeta militer pimpinan Jenderal Abdel Fattah Al Sisi. Lantaran itu, seperti frustrasi, Al Sisi menabuh genderang perang.
Kepada seluruh rakyat Mesir Sisi memerintahkan untuk turun ke jalan Jum’at (26/7/2013) besok sebagai bentuk pelimpahan kekuasaan dan mandat rakyat atas militer untuk menghadapi radikalisme dan “terorisme” yang mungkin terjadi.
Pada saat bersamaan seruan tersebut dijawab oleh kekuatan anti kudeta dengan menyerukan Jum’at Furqon, aksi jutaan massa melawan kudeta militer yang akan menjadi pembeda antara dua kekuatan, Al-Haq (Islam) dengan Al-Bathil (militer, sekuler-liberal yang didukung AS-“Israel dan sekutunya). Kelompok Islam, mereka akan tetap bertahan sampai tuntutannya terpenuhi.
Maka dengan cara ini Sisi telah membuka konfrontasi langsung dua kekuatan di lapangan yang akan menimbulkan kerugian besar bagi Mesir sendiri. Tampaknya Mesir memang dibikin terus bergejolak, lantaran kecemasan AS dan “Israel” akan masa depan negeri ini jika dipimpin kelompok Islam, apalagi terakhir Presiden Mursi menjadi sponsor dalam menghimpun ulama untuk menggerakkan dan mendukung Jihad di Suriah.
Sudah 4 minggu rakyat pemilik sah legitimasi bertahan di jalan-jalan. Reaksi yang tiada henti ini lebih lama dari revolusi 25 Januari yang hanya memakan waktu 18 hari. Dari hari ke hari gelombang itu kian besar, menyusul kemarahan rakyat atas kekerasan yang dilakukan pihak militer dan aparat kepolisian dibantu komplotan penjahat bersenjata terhadap demonstran damai pendukung Presiden Mursi. Kekerasan ini telah menewaskan ratusan orang sejak kudeta militer 3 Juli 2013 lalu.
Selama itu pula militer dan petinggi-petinggi kudeta telah gagal mengakomodir seluruh aspirasi rakyat dan mengendalikan situasi. Mereka dinilai tidak netral dalam menyikapi arus perpolitikan terutama pasca kudeta atas Presiden Mursi. Mereka buru-buru menunjuk pemerintahan darurat yang didominasi kepentingan rezim lama. Mengutip pernyataan presenter Aljazeera Ahmed Mansour bahwa seluruh kebijakan yang diambil selama 3 minggu ini hanyalah sebagai “dekorasi” untuk menghiasi permainan.
Apa yang dilakukan selama ini oleh militer terbaca sudah. Mereka hanya berupaya ‘menjinakkan’ presiden dengan pura-pura menurut dengan kebijakan Mursi, khususnya pasca pelengseran Marsekal Thantawi. Namun apa yang terjadi sesudahnya? Mursi menitipkan kepercayaan dan militer mengkhianati. Dalam satu kesempatan yang cukup dilematis Mursi ditekan dan dikudeta dengan cara yang sangat curang.
Sekarang militer menyerukan seluruh rakyat Mesir turun ke jalan guna melawan apa yang disebut dengan ancaman “terorisme” karena tak berhasil membendung gelombang demonstrasi damai rakyat. Militer telah kalap karena selama berminggu-minggu menjadi tokoh tontonan ‘lelucon’ kudeta yang dikecam seluruh dunia. SCAF kini telah kehilangan kharisma sebagai tentara terhormat di kawasan karena nekat melanggar konstitusi.
Ada banyak pertanyaan yang muncul saat ini. Kemana Adly Mansour yang telah diangkat sebagai presiden sementara produk kudeta? Bukankah dia yang seharusnya berbicara dan mengeluarkan kebijakan? Kenapa malah Sisi yang mengeluarkan seruan? Siapa yang memberi wewenang seperti ini kepada Sisi? Apakah ini sudah disetujui oleh rakyat Mesir lewat beberapa kali referendum dan pemilu? Sulit dipungkiri, sesungguhnya ia telah mencuri aspirasi rakyat dan melakukan kudeta atasnya. Dan apakah rakyat Mesir akan mempercayai perkataan Sisi? Barangkali 26 Juli ini rakyat Mesir akan menjawabnya. (sinai online), salam-online