–Catatan Masykur A. Baddal–
SALAM-ONLINE: Peristiwa berdarah di Suriah yang diakibatkan oleh pecahnya perang di negeri itu lebih dari dua tahun, telah berimbas sangat fatal bagi kelangsungan hidup rakyatnya. Hingga saat ini lebih 100 ribu jiwa telah terbunuh di Suriah. Selanjutnya, pembantaian berdarah di Mesir yang baru berjalan kurang dari dua bulan, juga tidak kalah sadisnya jika dibandingkan dengan penjagalan di Suriah.
Apapun alasannya, tentu saja perbuatan kedua “aktor” tersebut patut untuk dikutuk, karena tidak sesuai dengan norma-norma kemanusiaan yang selalu kita junjung tinggi.
Basyar Asad adalah Presiden negeri Suriah, yang telah mewarisi kekuasaannya dari sang ayah Hafez Asad lewat suara aklamasi di parlemen Suriah. Terjadinya Arab Spring di beberapa negeri Arab, juga tidak luput menerpa hingga ke negeri Syam ini. Sebab rakyat Suriah sudah sangat tersiksa dengan sistem otoriter yang diterapkan oleh sang tirani, Basyar Asad.
Demi menghalau protes serta kekuatan yang digalang rakyatnya, Asad tanpa raga-ragu menggunakan berbagai fasilitas militer, untuk membumihanguskan negeri dan rakyatnya sendiri tanpa pandang bulu, demi mengamankan kekuasaannya.
Dengan darah dingin, Asad berani menggunakan senjata kimia yang terlarang secara internasional, untuk melenyapkan rakyatnya yang tidak bersalah. Hari ini saja (22/8/2013) sesuai laporan Kantor Berita Anadolu Turki, telah terjadi pembantaian di wilayah Guta bagian timur Suriah, dan telah menewaskan lebih dari 430 jiwa warga. Sebagian besar korbannya adalah wanita dan anak-anak. Serangan Dahsyat tersebut dikabarkan menggunakan senjata kimia, yang dalam hukum internasional jelas dilarang.
Jenderal As-Sisi, yang saat ini menjadi musuh utama sebagaian besar rakyat Mesir, juga telah mencatat rekor yang sangat luar biasa dalam sejarah modern bangsanya, melakukan pembantaian atas ribuan rakyat negeri Islam itu. Setelah melakukan kudeta militer atas Presiden Sah pilihan rakyat, Muhammad Mursi, As-Sisi mengikuti langkah Asad dari negeri Syams, membantai rakyat Mesir .
Puncaknya adalah, pembantaian di Raba’a Al-Adawiyah pada Rabu (14/8/2013). Hanya dalam waktu 7 jam saja, ia telah berhasil membantai kurang lebih 2200 orang, serta puluhan ribu lainnya luka-luka. Dengan darah dinginnya, tanpa ragu ia menggunakan semua kemampuan militer dan keamanan Mesir untuk melancarkan serangan terhadap rakyat yang tidak bersenjata, baik dari darat maupun udara. Maka seketika itu juga, kawasan di Raba’a Al-Adawiyah pun menjadi kolam darah rakyat Mesir.
Gilanya, kedua manusia ini mempunyai motif dan alasan yang sama dalam membantai rakyat, yaitu membasmi kekuatan “teroris” yang merongrong serta mengganggu kekuasaannya. Parahnya lagi, sampai saat ini tidak ada satu negara dan lembaga internasional pun yang mampu menghentikan kebiadaban aksi mereka. Lucunya, mereka malah mendapat dukungan yang luar biasa dari negara-negara yang mengakunya menjalankan bahkan mengagungkan demokrasi.
Sebagai manusia yang beriman kepada Rabbul ‘Izzati, tentu saja kita percaya akan kekuasaan Allah yang tiada batas. Dalam sejarah umat manusia, kekuasaan rezim zalim di muka bumi ini pasti ada batasnya. Bahkan, sekelas kedigdayaan kekuasaan Fir’aun pun yang mampu membangunan piramida yang tiada duanya hingga era modern ini, pada akhirnya hancur berkeping-keping tanpa mampu melawan kodrat, yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Maka, begitu pula dengan dua tirani dunia, Asad dan As-Sisi, cepat atau lambat keduanya akan termakan oleh kodratnya sendiri, dan harus mempertanggungjawabkan semua kebiadaban yang telah mereka lakukan di hadapan Allah subhanahu wata’ala. (muslimina.blogspot.com)
salam-online