SALAM-ONLINE: Tragedi pembantaian rezim teroris militer Mesir terhadap rakyat pendukung Presiden Mursi menyisakan misteri. Penembakan membabi buta bahkan yang merenggut nyawa ribuan orang demonstran tak bersenjata, termasuk sejumlah jurnalis, menimbulkan kutukan dunia internasional.
Namun ada suatu fakta baru di lapangan bahwa peluru yang digunakan adalah jenis dum-dum yang baru akan meledak setelah memasuki tubuh.
Belakangan diketahui dari kesaksian para petugas medis bahwa para demonstran meninggal dengan peluru jenis khusus yang baru meledak setelah memasuki tubuh korban, sehingga menghancurkan organ di dalam tubuh, demikian informasi dari juru bicara Ikhwanul Muslimin. Peluru yang dikenal dengan sebutan “dum-dum bullet” ini jelas tidak digunakan oleh tentara reguler, bahkan tidak mungkin diperintahkan oleh seorang komandan militer yang waras untuk sekadar membubarkan demonstran tak bersenjata.
Sulit dipungkiri ini bukan suatu aksi militer biasa terhadap rakyat sebuah bangsa yang sedang melakukan protes. Bukan pula sebuah aksi pemaksaan yang biasa dilakukan aparat terhadap demonstran. Melainkan terselip suatu motif dendam dan kebencian di dalamnya.
Setiap polisi pun tahu, bahwa jika pembunuhan disertai aksi sadis seperti menyeret korban, mencabik-cabik atau memutilasi targetnya, biasanya itu bukan kriminalitas biasa, melainkan ada motif emosional seperti balas dendam, atau kebencian dengan motif ideologis.
Banyak pengamat mengatakan bahwa ini adalah aksi pembubaran demo paling berdarah dan biadab pada abad ini. Di samping korban yang gugur begitu banyak hanya dalam waktu dua jam, namun juga baru pertama kalinya militer membubarkan demo damai dengan menembaki demonstran di kepala serta menggunakan peluru “dum-dum” yang baru meledak setelah berada di dalam tubuh.
Ada yang mengatakan gerombolan bersenjata tersebut adalah pasukan SWAT atau pasukan khusus anti “teroris”. Namun ada yang meragukan hal itu karena untuk apa mereka menggunakan peluru mematikan seperti itu. Dengan peluru biasa pun mereka sudah bisa membunuh orang, tidak perlu menghancurkan organ dalam seperti itu.
Sementara berbagai pihak termasuk pihak Gereja Al-Minya bersaksi bahwa gerombolan tersebut adalah tentara bayaran pendukung mantan diktator Husni Laa Mubarak yang dikenal dengan sebutan Baltagiya.
Jika benar demikian hal ini masuk akal karena tindakan sekejam itu pastilah bukan sekadar untuk membunuh. Komandan milisi Baltagiya pendukung Laa Mubarak memerintahkan menembak di kepala dan memerintahkan menggunakan peluru yang menghancurkan organ dalam karena mereka memiliki motif balas dendam dan kebencian mendalam terhadap ikhwanul Muslimin yang dianggap mendalangi runtuhnya rezim Laa Mubarak yang telah berkuasa lebih 30 tahun.
Demikian analisa pengamat. Selesai? Kasus ditutup? Tidak! Penjelasan tidak bisa sesederhana itu. Dari mana gerombolan Baltagiya mendapatkan peluru khusus itu? Dan siapa akhir-akhir ini yang biasanya menggunakan peluru jenis “dum-dum” itu? Padahal peluru jenis ini sudah dilarang dalam Deklarasi Hague dan tentara yang menggunakan peluru jenis ini dianggap melakukan “kejahatan perang” sebagaimana tercantum dalam statuta International Criminal Court (Article 8(2)(b)(xix).
Semua kejadian ini harus direkonstruksi jauh ke belakang. Sebagaimana dimuat oleh Euro News, ketika unjuk rasa massa Pro Mursi meletus di Port Said pada Januari 2013 lalu, inilah pertama kali muncul penembak misterius yang menggunakan peluru “dum-dum” dengan sasaran di kepala. Penggunaan peluru seperti ini tidak lazim pada pasukan reguler. Karena dengan peluru biasa pun kita bisa menembak musuh. Kejadian ini sempat direkam oleh seorang wartawan asing dari Euro News dan videonya beredar di Youtube.
Sementara Harian Al-Ahram tanggal 13 Maret 2013 melansir bahwa tentara IDF (“Israel” Defence Force) menggunakan peluru “dum-dum” yang terlarang ini, ketika membunuh demonstran Palestina bernama Mahmoud Adel Faris al-Teiti, 25 tahun. Mahmoud ditembak di kepala oleh tentara “Israel” dengan menggunakan peluru “dum dum” di kamp pengungsi Al-Fawwar di Hebron Palestina.
Sebelumnya Palestine Monitor, 20 Januari 2013, melansir berita Saleh El Mareen, 16 tahun, demonstran Palestina yang ditembak kepalanya, juga menggunakan peluru “dum-dum”. Apakah fakta-fakta ini terasa mirip dengan kejadian pembantaian di Mesir? Apakah ini sebagai sekadar kesamaan belaka?
Salah satu cara mengetahui siapa pelaku sebuah aksi, seperti aksi pengeboman adalah dengan melihat kesamaan modus operandinya, cara menembaknya, cara membunuhnya serta senjata apa yang dipakai dan peledak apa yang digunakan. Dari fakta ini kita menemukan kesamaan antara peristiwa pembantaian di Mesir dengan peristiwa di Palestina, yaitu: 1. Sasaran adalah militan Islam, 2. Menembak di kepala, 3. Menggunakan peluru “dum-dum”.
Jadi kini satu persatu puzzle ini mulai tersusun. Kesimpulan sudah bisa diambil, siapa yang berada di balik kebiadaban ini semua.
Jelas, kesimpulan ini mengarah pada Milisi Baltagiya dan tentara rezim Mesir pimpinan As-Sisi, bersekongkol dengan Zionis. Dengan kata lain, mereka adalah antek-antek Zionis yang diajak melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Dan kebencian mereka terhadap pejuang Islam sedemikian mendarah daging sehingga tidak cukup membunuh dengan peluru biasa. (Abu Akmal/salam-online)