Hamas Tutup Kantor Kebudayaan Mesir di Gaza
GAZA (SALAM-ONLINE): Hamas akhirnya memutuskan untuk menutup kantor perwakilan Mesir di Gaza. Hal ini seiring dengan semakin memburuknya hubungan Hamas dengan Pemerintah Tiran hasil kudeta di Mesir. Demikian dirilis oleh Al-Monitor, Kamis (19/9).
Sejak penggulingan Presiden Mesir Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013 lalu, hubungan antara Mesir dan Hamas di Gaza mengalami krisis. Situasi makin memburuk setelah media Mesir pro rezim menuduh Hamas, yang memimpin pemerintah di Gaza, terlibat dalam serangkaian serangan terhadap militer Mesir di Sinai.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika tentara Mesir menghancurkan ratusan terowongan di sepanjang perbatasan Gaza dan menutup pos penyeberangan di Rafah sepekan lalu. Ketegangan terjadi lagi pada Senin (16/9), ketika seorang juru bicara militer Mesir mengumumkan bahwa tentara telah menyita depot amunisi yang dimiliki Batalion Izzuddin Al-Qassam.
“Tentara Mesir menemukan kabel terhubung ke berbagai jenis bom di sepanjang perbatasan antara Mesir dan Gaza. Perangkat elektronik dan bahan peledak dikendalikan dari Jalur Gaza, hal ini menunjukkan bahwa unsur-unsur Hamas telah merencanakan penyergapan tentara Mesir,” kata Kolonel Ahmed Mohammed Ali saat konferensi pers.
Sejauh ini Pemerintah Hamas telah berusaha mempertahankan sikap diplomatik menghadapi provokasi militer Mesir. Selama periode tegang ini Hamas hanya mengeluarkan tiga pernyataan resmi.
Namun akhirnya Hamas membalas tindakan militer Mesir itu dengan menutup kantor Pusat Kultural Mesir di Gaza. Beberapa pejabat Mesir di Gaza juga telah ditangkap, termasuk Adel Abdul Rahman (34 tahun), seorang pejabat di Kantor Pusat Kebudayaan Mesir di Gaza. Dalam sebuah wawancara dengan Al-Monitor di kantornya, Abdul Rahman mengatakan bahwa pada 31 Agustus 2013 pukul 09:00 waktu setempat, pasukan keamanan Gaza datang dengan Jeep militer.
“Para penumpang itu mengenakan pakaian sipil. Mereka memasuki kantor Pusat Kebudayaan Mesir di Gaza dan menangkap semua orang di dalamnya,” katanya.
Abdul Rahman mengungkapkan kepada Al-Monitor bahwa ia telah ditangkap karena Kantor Pusat Kebudayaan Mesir di Gaza telah mengeluarkan pernyataan pada 18 Agustus 2103 lalu: mendukung kudeta tentara Mesir dan mendukung tindakan keras militer terhadap “pemberontak” di Sinai.
Menurut Abdul Rahman, ia dan yang lainnya tetap dalam tahanan selama lebih dari 11 jam dalam sel terpisah. Setelah diinterogasi, Abdul Rahman dibebaskan dengan syarat bahwa Kantor Pusat Kebudayaan Mesir itu ditutup. Kementerian Luar Negeri Mesir mengutuk penangkapan ini.
“Kami menutup Kantor Pusat kebudayaan Mesir dan melarang bendera Mesir di Gaza,” ujar seorang pejabat Hamas.
Abdul Rahman mengatakan bahwa ada sekitar 7.000 perempuan Mesir dengan anak-anak yang tinggal di Gaza. Kantor Pusat Kebudayaan Mesir itu didirikan sejak enam bulan lalu di Gaza untuk merawat mereka, membantu secara ekonomi dan social mereka. Ada juga 14.000 warga Palestina yang memiliki kewarganegaraan Mesir di Gaza.
Ashraf (43), adalah salah satu orang Palestina yang memiliki kewarganegaraan Mesir. Dia mengatakan bahwa hanya nama pertamanya yang berani digunakan karena khawatir jika wawancara nya diterbitkan.
Al-Monitor melakukan kunjungan pada Iyad Al-Bazem, Direktur Kantor Informasi di Kementerian Dalam Negeri Gaza. Bazem mengatakan bahwa pemerintahnya tidak menahan warga Mesir di Gaza.
“Saya menantang siapa pun untuk memberikan nama satu orang yang kita tahan karena ia berkewarganegaraan Mesir. Warga Mesir di Gaza menikmati tingkat kebebasan dan keamanan yang sama sebagai warga Palestina,” kata Bazem. Dia mengatakan bahwa Adel Abdul Rahman tidak mewakili masyarakat Mesir di Palestina dan bahwa tidak ada yang memberinya peran itu.
Bazem mengatakan kepada Al-Monitor bahwa penangkapan telah dibuat karena keluhan warga tentang tindak pidana dan keuangan yang dilakukan Abdul Rahman dan bukan karena pernyataan dukungannya pada militer Mesir. Dia membantah bahwa penangkapan itu bermotif politik.
“Mereka ditanya tentang pernyataannya yang konon berbicara atas nama seluruh masyarakat Mesir yang ada di Gaza. Klaim Abdul Rahman tentang kekerasan dan pemukulan oleh aparat keamanan di Gaza adalah palsu,” tambah Bazem.
Al-Monitor memperoleh salinan dokumen yang ditandatangani oleh jaksa Gaza yang menyatakan bahwa tidak ada tuntutan hukum atau keluhan terhadap Adel Abdul Rahman pada 1 September 2013. Meski telah melihat dokumen tersebut, Bazem mengatakan, “Saya menegaskan bahwa ia telah dituduh melakukan tindak pidana. Tidak ada warga Mesir di Gaza yang dapat ditangkap karena sikap politiknya.”
Bazem menekankan hubungan Mesir-Palestina tetap baik dan mencatat bahwa Pusat Kebudayaan Mesir belum ditutup.
Di tengah pembicaraan bahwa tentara Mesir mungkin meluncurkan operasi militer terhadap Gaza, Wakil Perdana Menteri pemerintah Gaza, Ziad Al-Zaza, mengatakan dalam pertemuan dengan wartawan di Museum Gaza pada 16 September 2013 kemarin, bahwa tidak ada yang bisa masuk Gaza, tidak peduli seberapa kuat senjata mereka, kecuali mereka masuk dengan “ramah”.
Dia memperingatkan bahwa jika ada yang mencoba memasuki Gaza, warga Gaza akan bersedia menumpahkan banyak darah untuk mencegah siapapun masuk secara paksa.
Zaza menyerukan dibentuknya komite bersama antara Mesir-Palestina untuk menyelidiki tuduhan Kairo terhadap Gaza. Zaza membantah bahwa Brigade Al-Qassam telah mengirimkan senjata ke Sinai. Sebaliknya, ia mengklaim, Gaza adalah perisai pelindung bagi keamanan Nasional Mesir terhadap “Israel”.
Dia menekankan bahwa tuduhan terhadap Gaza adalah “rekayasa dan fitnah” dan “bagian dari rencana untuk menjelekkan Gaza dan Hamas”. (Abu Akmal/salam-online)