Hoaxnya Berita tentang ‘Jihad Seks’
SALAM-ONLINE: Selama beberapa pekan terakhir, berbagai media telah dibanjiri cerita-cerita sensasional tentang “jihad seks” yang terjadi di Suriah dan ditudingkan ke arah oleh Pejuang Suriah.
Ratusan wanita Muslim, terutama dari Tunisia dikabarkan ke Suriah dan menawarkan diri untuk para pejuang sebagai tanda “pengabdian”. Meski pun cerita ini menarik, namun semua itu adalah hoax alias tipuan dan dusta belaka.
“Saat ini, tidak ada bukti apapun (tentang “Jihad Seks”)… Saya menganggap ini hanya cerita yang dibuat-buat oleh rezim Suriah,” kata Anwar Malek, yang berasal dari Aljazair, saat ini bekerja sebagai pengamat Liga Arab di Suriah.
Penyebutan kata “Jihad Seks” pertama kali muncul Desember 2012, pada sebuah screen shot (gambar) twitter ulama Saudi Syaikh Muhammad al Arifi. Gambar itu kemudian beredar luas secara online. Syaikh al Arifi dikenal karena ceramah-ceramahnya yang tegas dan dihormati secara luas di kalangan jihadis.
Dalam twit itu dikatakan, “Para Muslimah, mulai usia 14, dibolehkan menikah dengan Mujahid selama beberapa jam, kemudian menikahi Mujahid lainnya, untuk memperkuat semangat para pejuang dan membuka pintu ke surga.”
Pesan seperti itu yang keluar dari tokoh sekelas al Arefe (Al Arifi) akan dianggap sebagai fatwa, dengan syarat jika itu memang benar-benar disampaikan oleh Sheikh al Arefe. Namun jika dicermati, ada kejanggalan dalam twit tersebut. Tweet tersebut berisi 200 karakter kata, sementara Twitter hanya membatasi 140 karakter saja.
Meskipun cerita “Jihad Seks” ini tidak jelas, namun cerita ini menjadi daya tarik dan di-blow up oleh beberapa stasiun televisi Arab dan Iran di tahun 2012.
Syaikh Al Arifi Menyangkal
Syaikh Al Arifi (Sheikh al Arefe) dengan cepat menyangkal pesan tersebut. Ia menjelaskan, “Tidak ada fatwa seperti itu yang pernah diposting di Facebook atau akun Twitter resmi saya.”
Namun, cerita “Jihad Seks” itu tidak berhenti dan terus menyebar di media dan jejaring sosial. “Fatwa” itu tidak lagi dikaitkan dengan Sheikh Arefe, tapi ke sebuah “sumber yang tidak jelas”.
Sejak Januari 2013, stasiun televisi yang dekat dengan rezim (Suriah) menangkap cerita ini. Mereka bahkan menggunakan gambar pejuang wanita Chechnya (difilmkan di Chechnya pada Desember 2010) yang ditudingkan sebagai perempuan Tunisia yang datang ke Suriah yang kemudian melakukan “Jihad Seks” tersebut.
Beberapa wartawan mencoba mengecam cerita hoax/tipuan ini. Tercatat, reporter Malika Jebari mengundurkan diri dari televisi Libanon Al-Mayadeen, karena dipaksa untuk membuat berita hoax “Jihad Seks” ini menjadi cerita nyata.
Setelah sepi selama beberapa bulan, cerita “Jihad Seks” kembali muncul pada September 2013. Video-video yang berisi “saksi” dan “daftar nama” para perempuan yang terlibat dalam “Jihad Seks” telah disiarkan media Suriah dan Libanon.
Puncaknya adalah pidato Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tunisia Lotfi Ben Jeddou di Majelis Konstituante pada 20 September lalu yang kembali membawa cerita “Jihad Seks” ini ke permukaan. Mendagri yang bertentangan dengan Partai Islam Ennahda itu tidak memberikan bukti-bukti untuk mendukung klaimnya.
Intinya, belum ada saksi mata yang kredibel atas cerita “Jihad Seks” ini.
Laporan terbaru tentang “Jihad Seks” ini disiarkan pada 22 September lalu oleh stasiun televisi Suriah Al Ikhbariya, dimana seorang gadis 16 tahun mengklaim dirinya adalah korban incest (perkawinan satu saudara) yang dilakukan oleh ayahnya sebelum ia dikirim kepada para Mujahidin. Gadis remaja itu menjelaskan secara rinci apa yang dialaminya.
Bagaimanapun, saluran televisi Al Ikhbariya adalah saluran televisi yang mendukung rezim Suriah dan beroperasi setiap hari dengan berita yang mendiskreditkan pejuang Islam di negeri itu.
“Saya dapat meyakinkan Anda, saya telah melakukan kontak dengan beberapa pejabat Tunisia, dan mereka semua mengatakan kepada saya bahwa kisah ini (“Jihad Seks”) tidak memiliki bukti nyata. Tidak ada bukti yang mendukungnya,” ungkap Anwar Malek.
“Secara pribadi saya pikir ini sebuah cerita yang dibuat-buat oleh rezim Suriah. Tentu saja ada perempuan Tunisia di wilayah Suriah, namun perempuan ini telah tinggal di sana selama bertahun-tahun. Beberapa dari mereka adalah pelacur, tapi itu tidak ada hubungannya apapun dengan ‘Jihad Seks’,” tegasnya.
Ditulis oleh Wassim Nasr, Jurnalis France24. Artikel ini diterbitkan di www.observers.france24.com (muslimdaily)
salam-online