SALAM-ONLINE: Alasan pemerintah Indonesia yang mengatakan besarnya subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dinikmati oleh orang-orang mampu yang ternyata hanya 3% dari total jumlah penduduk Indonesia (250 juta lebih), perlu dicermati. Apakah alasan itu yang utama sehingga membuat lebih 240 juta penduduk Indonesia menderita akibat naiknya beban hidup? Ataukah ada alasan lain sehingga pemerintah kehilangan akal untuk mencari secara kreatif dan inovatif upaya lain untuk dapat menambah pemasukan negara?
Jika disebut penikmat subsidi itu kalangan mampu yang memiliki mobil, berarti sekitar 10 juta kendaraan (mobil) penumpang di luar bus, angkot, truk, sepeda motor, adalah yang dianggap ikut menikmati subsidi. Meskipun tak semua mobil penumpang (pribadi) menggunakan BBM bersubsidi.
Diperkirakan ada 5% atau sekitar 500.000 mobil yang menggunakan BBM non-subsidi. Selain itu, dari 9,5 juta mobil termasuk di dalamnya kendaraan umum yang memang berhak atas subsidi tersebut. Walaupun jumlah kendaraan umum terbilang sedikit, yaitu 2 berbanding 98, menurut sebuah survei, maka dari 9,5 juta mobil hanya 190.000 yang berupa kendaraan umum . Artinya, 9,31 juta mobil digunakan pribadi. Inilah kendaraan pribadi penikmat subsidi BBM.
Sekarang, coba bandingkan jumlah kendaraan pribadi sebanyak 9,31 juta mobil (3%) yang menikmati subsidi dengan jumlah rakyat Indonesia (240 juta lebih) yang menderita akibat naiknya beban hidup setelah subsidi BBM dicabut (dengan asumsi 1 kendaraan dimiliki seorang warga Indonesia) . Artinya, pemerintah Indonesia ini dengan teganya membiarkan lebih 240 juta warganya (dari 250 juta lebih total penduduk) menjalani beban hidup yang lebih berat, hanya gara-gara 3% masyarakat penikmat subsidi BBM.