Mimpi Ibu Palestina Ini, Suatu Hari Melihat Empat Putranya Bebas dari Penjara Penjajah Zionis
RAMALLAH (SALAM-ONLINE): Um Nasser Abu Hmeid tinggal di Kamp Pengungsi Al-Amari, dekat Ramallah, Tepi Barat, dan terbiasa menunggu hari Senin setiap pekan untuk menjenguk empat putranya yang ditahan di penjara wilayah jajahan Zionis yang disebut daerah Ashkelon.
Penjajah Zionis biasanya mengizinkan keluarga dan kerabat tahanan untuk menjenguk anak mereka yang ditahan pada setiap Senin. Kunjungan semacam itu dikoordinasikan antara keluarga dan penjajah melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Setiap Senin, kendati menderita penyakit karena usia tua, perempuan itu bangun sangat pagi dan bersiap untuk kunjungan pekanan yang sangat diharapkannya. Walaupun pertemuan tersebut berlangsung tak lebih dari 45 menit, tapi, buat dia, itu jauh lebih baik dibandingkan dengan tak ada kesempatan untuk melihat putranya.
Selama kunjungannya, keempat putranya akan berdiri bersama di hadapan ibu mereka dari balik jeruji besi. Ia tak bisa memeluk mereka, sekalipun ia sangat ingin melakukannya.
Di ruang rumahnya yang sederhana, di kamp pengungsi, ia duduk di kursi, dipenuhi bermacam gambar putranya, dan cenderamata buatan tangan yang ia terima dari mereka.
Ibu yang berusia 67 tahun itu mengatakan, “Saya menghabiskan seluruh hidup saya untuk mengunjungi mereka di penjara, tapi ini tak pernah menghilangkan rasa sakit kehilangan mereka.”
Nasser, Nassr, Sharif dan Mohamed menjalani hukuman penjara seumur hidup. Keempat pemuda Palestina tersebut ditangkap 12 tahun lalu, dan pengadilan militer penjajah menuduh mereka “menjadi anggota Brigade Syuhada Al-Aqsha”, sayap bersenjata Gerakan Fatah dan terlibat dalam melancarkan serangan bersenjata yang menewaskan beberapa orang Zionis.
“Kendati itu telah berjalan lebih dari 12 tahun, saya masih merasa mereka ada di sekeliling saya,” kata ibu itu seperti dikutip Antara, Ahad (19/4). Ia menambahkan, “Saya tak pernah kehilangan harapan untuk melihat mereka pada suatu hari keluar dari penjara dan bersama saya menjalani hidup yang normal.”
Um Nasser memiliki sejarah panjang menghadapi penderitaan dan kondisi hidup yang berat. Perempuan tersebut memiliki 10 anak; empat di antara mereka dijebloskan ke dalam penjara Zionis dan yang kelima ditembak oleh tentara penjajah pada 1994 hingga gugur. Setahun kemudian, rumahnya di kamp pengungsi itu dihancurkan.
Pada 2002, ketika penjajah Zionis melancarkan agresi militer “Tameng Pertahanan” di semua kota besar di Tepi Barat Sungai Jordan, itu adalah saat paling buruk buat Um Nasser, saat semua anaknya ditangkap.
Penjajah Zionis menghukum perempuan tersebut dan melarang dia menjenguk putranya selama lima tahun.
“Setelah lima tahun, saya diperkenankan menemui anak saya. Setiap kali saya pergi mengunjungi putra saya, saya merasa sesak napas sebab saya melihat wajah mereka dan saya merasa tak mempunyai harapan karena saya tak bisa berbuat apa-apa buat mereka dan mengeluarkan mereka dari penjara,” kata Um Nasser.
Dari 2002 sampai 2012, ia biasa menjenguk tujuh anaknya di penjara Zionis, tapi setelah itu tiga di antara mereka mendapat pembebasan dan empat lagi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Ia mengatakan, salah satu impiannya “ialah melihat mereka pada suatu hari keluar dari penjara, tapi tampaknya impian itu sangat sulit untuk menjadi kenyataan”.
Sumber: Antara
salam-online