Media Barat Ketakutan Erdogan Kembalikan Turki pada Kejayaan Islam
SALAM-ONLINE: Hari ini, Ahad (7/6/2015), Turki menggelar pemilu legislatif. Menjelang pemilu, media Barat menyerang Presiden Recep Tayyip Erdogan. Barat dan medianya takut, Turki, melalui Edogan, akan mengembalikan kejayaan Islam, pada Kekhalifahan Turki Utsmani.
“Awan Gelap di Turki,” demikian tulis editorial The New York Times (The NWT) terkait pemilu parlemen di Turki yang berlangsung hari ini, 7 Juni 2015.Tajuk redaksi yang ditulis pada 22 Mei 2015 tersebut juga menulis bahwa selama kepemimpinan Erdogan, telah terjadi kooptasi dan intimidasi terhadap media massa di Turki yang bersikap kritis pada pemerintahannya.
The NWT, demikian media massa itu biasa disingkat, menyebut adanya intimidasi pada surat kabar Hurriyet Daily dan beberapa media massa yang berafiliasi pada kelompok oposisi, termasuk media yang mempunyai hubungan dengan tokoh spiritual Fethullah Gulen. Pemerintah Turki, kata The NWT, bahkan meminta aparat untuk menangkap dan memenjarakan editor media massa tersebut. Hurriyet Daily News, menurut The NWT, diintimidasi karena memuat headline berjudul “Dunia Terkejut! Vonis Mati bagi Presiden yang Meraih 52 Persen Suara”. Berita utama tersebut ditulis terkait vonis mati yang menimpa Pesiden Mesir, Mohammad Mursi. Presiden Erdogan merasa surat kabar itu sedang menyindir dirinya yang juga mendapatkan kemenangan 52 persen suara dalam pemilu pada 2014 lalu. Tak hanya soal media massa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang mengusung Erdogan juga dituding melakukan mobilisasi saat kampanye dan pidato umum dengan menggunakan institusi pemerintah untuk menyebarkan opini bahwa kelompok oposisi adalah musuh negara. Erdogan juga dituding melakukan upaya manipulasi dalam proses pemilu kali ini. Dalam pemberitaan lainnya, The New York Times juga menyebut pemilu parlemen kali ini sebagai upaya Erdogan untuk membangun konsolidasi kekuasaannya, dimana ia menjanjikan akan menjadi pemimpin Turki yang mengombinasikan antara Islam dengan aturan-aturan demokrasi. “Amerika Serikat, Turki dan aliansi NATO harus mendesak Erdogan untuk meninggalkan langkah destruktifnya tersebut,” tulis surat kabar itu. Untuk memapankan kekuasaannya, Erdogan juga dituding melakukan beberapa kebijakan, di antaranya mengurangi pengaruh militer dalam politik Turki, membungkam rival politik, melakukan pengawasan ketat pada sosial media, dan mengritik media massa. Tak hanya itu, pernyataan rival politik Erdogan, Kemal Kiricdaroglu dari Partai Rakyat Republik (CHP), yang menyebut Erdogan hidup mewah selama menjabat sebagai presiden, juga menjadi santapan The New York Times. Kiricdaroglu menyebutkan bahwa istana presiden Turki memiliki 1.150 kamar dengan toilet berlapis emas, yang pembangunannya diperkirakan menelan biaya USD 620 juta atau setara dengan Rp 8,15 triliyun. Menjawab tudingan itu, Erdogan menantang Kiricdaroglu untuk datang melakukan touring mengelilingi istana presiden. “Jika dia bisa menemukan (toilet berlapis emas), saya akan mundur sebagai presiden,” tegas Erdogan. Selain The New York Times, surat kabar The Guardian yang terbit di Inggris juga melakukan kritik keras terhadap Erdogan. The Guardian menyebut perkembangan yang terjadi di Turki sebagai otokrasi yang mengancam negara. Tudingan kedua media massa Barat itu tentu membuat Erdogan tak tinggal diam. Menanggapi serangan tersebut, Erdogan menyatakan pada The Guardian agar memahami batas-batasnya sebagai pers. Di hadapan para pendukungnya, Erdogan menyatakan, “Apakah kalian tahu apa yang dikatakan oleh media massa Inggris terkait pemilu ini? Mereka mengatakan pemilu ini tidak sepenuhnya (mengikuti cara) Barat. Negara Muslim yang miskin tidak diperbolehkan mengatur negerinya sendiri,” ungkapnya sambil mengatakan, “Siapa kalian? Kalian bukan siapa-siapa!” Terkait The New York Times, Erdogan dengan tegas menyatakan, ada kekuatan besar Yahudi di belakang media massa tersebut. “Ini sudah jelas, siapa patron mereka. Ada kekuatan Yahudi di belakangnya,” ujar Erdogan. Ia juga menyatakan, media massa tersebut tidak suka kepadanya karena mereka menganggap dirinya bersama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) ingin mengembalikan kekuasaan Kekhalifahan Ottoman seperti pada masa Sultan Abdul Hamid II. Apalagi ketika Sabtu (30/5) pekan lalu Presiden Erdogan bersama jutaan pendukungnya memperingati hari penaklukan Konstantinopel (Istanbul) yang dipimpin Muhammad Al-Fatih, media Barat kian khawatir, Turki, melalui Erdogan, akan mengembalikan kejayaan Islam. (AW/salamonline/AFP, The New York Times, The Guardian) |