Begitu Banyak Permukiman Elit Bermasalah, tapi Pemprov DKI tak Berani Sentuh
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Penggusuran permukiman miskin dipandang tak lebih dari upaya pemerintah menutupi seluruh proses ketidakadilan dalam pengelolaan tata ruang. Bagaimana tidak, penggusuran hanya dilakukan di kawasan penduduk miskin.
Seperti diperlihatkan Pemprov DKI yang lantas menyewakan rumah susun (rusun) bagi warga korban gusuran. Pemda seakan-akan menjadikan rusun sebagai tempat tinggal lebih baik daripada rumah tinggal mereka sebelumnya.
“Padahal di rusun mereka hanya diperbolehkan menyewa maksimal sampai enam tahun,” kata peneliti dan Direktur Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9) kemarin.
Menurut Palupi, jika Pemda DKI dalam penggusuran berdalih mengembalikan ruang terbuka hijau, daerah resapan dan daerah tangkapan air, maka mestinya bukan di bantaran kali semata, tapi juga pemukiman-pemukiman elit.
“Begitu banyak, seperti permukiman Pantai Indah kapuk, Mall taman anggrek, Mall Kelapa Gading, Kelapa Gading Sqaure, Pemukiman elit PIK, Mutiara Indah, rumahnya Pak Ahok sendiri itu masuk kawasan hutan lindung, kemudian damai Indah Padang Golf PIK, kemudian di Sunter itu ada pemukiman Indah Sunter Agung, pabrik perakitan otomotif, PT Astra Komponen, Astra Jaya Group, PT Denzo Indonesia, PT Dunia Ekspress Prakindo, kemudian hutan kota senayan itu ada Hotel Mulia, Sultan Hotel, SPBU Semanggi, Senayan Residance Apartement, Hotel Century Atlete, Pintu Golf Pasar Senayan, lalu Hutan Kota Tomang, Mall Taman Anggrek, Mediteranian Garden Residance 1 & 2 dan yang lain-lain,” urainya.
Ia menduga Pemda DKI tak berani menyentuh permukiman elit tersebut karena ada transaksi terselubung. “Artinya alasannya adalah untuk menggusur semua kan nggak mungkin. Karena mereka bayar, duitnya banyak,” sindirnya. (RMOL.co)