JAKARTA (SALAM-ONLINE): Sejak Ahad (6/9/2015) lalu Dr Abu Ameenah Bilal Philips kembali berkunjung ke negeri dengan pemeluk Islam terbesar di dunia ini, Indonesia. Pada Senin (7/9) malam lalu ia mengisi kajian Islam di Masjid Al-Bina, Senayan, Jakarta. Ini pengalaman spiritual dan dakwahnya:
Hingga memutuskan bersyahadat, Bilal sesungguhnya pernah mengalami sebuah peristiwa spiritual yang menegangkan. Bilal mengakui bahwa selama mempelajari Islam secara otodidak, ia hanya jatuh hati pada gaya politik Islam, yang kemudian mendorongnya untuk mempelajari Islam pada universitas di negeri asal lahirnya ajaran ini.
“Namun dalam hal keimanan, saya belum mampu membangunnya di hati. Konsep Tuhan yang selama ini saya pahami dalam filsafat komunis tentu sangat jauh berbeda dengan Islam. Dalam hati saya gagasan yang kabur tentang Allah masih ada” ujarnya mengenang saat mengisi kajian Islam di Masjid Al-Bina, Senayan, Jakarta, Senin (7/9) malam lalu.
Keimanan pada Allah baru dirasakan Bilal setelah mengalami peristiwa menegangkan dalam mimpinya. Bilal bermimpi berjalan menuju ruangan yang gelap. Ia memasukinya dan segalanya gelap gulita. Ia berusaha pergi dari sana. Tapi sejauh apapun ia pergi, ia tak kunjung mampu keluar. “Serasa akan mati,” ungkap Bilal menceritakan mimpinya.
Ia diliputi ketakutan yang sangat karena berada di ruang yang amat sangat gelap. Tak ada setitik cahaya pun. Bilal pun mulai menjerit mencari pertolongan. Namun tenggorokannya tiba-tiba sesak tak mampu bersuara. Ia berusaha keras meminta bantuan, namun tak ada yang mampu ia lakukan. Badannya lemas, ia menyerah. Bilal pun terbangun.
“Mimpi ini meninggalkan kesan berat bahwa tidak ada yang bisa membawa saya keluar dari situasi seperti itu, kecuali Allah. Hanya Allah yang mampu membawa saya keluar dari keadaan putus asa mutlak, dan membawa saya kembali,” ujarnya menyimpulkan.
Perjalanan Dakwah Bilal
Setelah menyelesaikan kuliah S2 pada 1990-an, Bilal bekerja di departemen agama markas besar Angkatan Udara Arab Saudi di ibu kota Riyadh. Kala itu Perang Teluk tengah berkecamuk. Irak menginvasi Kuwait. Kuwait kewalahan dan meminta bantuan pada Amerika Serikat. Negara yang disebut adidaya itu mengirimkan pasukannya dan membuat pangkalan di Arab Saudi.
Ketika tentara Amerika bermarkas di Negeri Petro Dollar itu, Philips mendapat tugas untuk memberikan materi tentang Islam kepada mereka. Ini penting untuk mengajarkan pengetahuan yang benar tentang Islam, bahwa Islam bukanlah ajaran yang menyukai kekerasan. Hasilnya, sekitar tiga ribu serdadu (tentara) Amerika masuk Islam.
Selepas Perang Teluk, Bilal dikirim ke Amerika untuk mendampingi para tentara muallaf itu. Dia mendapat bantuan dari anggota tentara yang Muslim untuk membuat konferensi dan kegiatan. Usahanya ini membuahkan hasil. Militer Amerika akhirnya membangun mushalla di seluruh pangkalan militer mereka.
Setelah proyek itu, Bilal hijrah ke Filipina dan mendirikan pusat informasi di Mindanao serta universitas berbasis Islam di Cotobato City. Pada 1994, Philips mendapat undangan bergabung dengan lembaga amal Dar Al Ber di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Di sana ia membentuk pusat informasi Discover Islam di Kota Karama. Proyeknya kali ini mengundang ulama dari berbagai negara. Dalam lima tahun, pusat informasi itu telah membuat 15 ribu orang dari seluruh penjuru dunia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Abu Ameenah Bilal Philips, merupakan seorang Muslim yang semula pemeluk Kristen yang taat, kemudian mengkhidmatkan dirinya pada dakwah dan pendidikan Islam. Ia sangat terpesona pada ajaran yang diturunkan Allah melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini hingga mempelajarinya ke Haramain, tanah kelahiran Islam.
“Tidak ada waktu untuk liburan, ketika Anda menyadari betapa sedikit waktu yang ada, dan betapa banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk Islam,” kata Bilal Philips, mengawali kisah hidupnya dari seorang Kristen menjadi pakar Islam yang giat berdakwah. (EZ/salam-online)