TASIKMALAYA (SALAM-ONLINE): Asep (45 tahun), warga Jalan BKR Kota Tasikmalaya menceritakan bahwa penduduk setempat tak banyak yang mengetahui kios milik Charles Chaniago yang dibakar ormas pada Ahad (8/11) lalu ternyata menjual miras.
“Masyarakat kebanyakan tahunya cuma dagang jamu, cuma gitu aja. Tapi memang warung itu bukan sekali dua kali digerebek. Sering operasi oleh Dalmas tetapi tetap saja masih (berjualan, red),” kata Asep kepada anggota Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Rabu (11/11).
Sebagai penduduk Kota Santri, Asep mengaku risih dan malu dengan keberadaan penjual miras yang bebas menjual minuman haram itu di Tasikmalaya. Apalagi sejak Juni 2012, Perda Syariah telah diberlakukan secara resmi di kota tersebut.
“Kita tidak bisa berbuat banyak, padahal polisi juga tahu tapi kok diam-diam saja,” keluhnya.
Sementara itu, Wawan Aples, ketua salah satu kelompok ormas, menceritakan, pada Ahad (8/11) dini hari beberapa rekannya akan menggelar operasi minuman keras (miras) di deretan kios yang dibakar.
Namun, sebelum menjalankan aksinya mereka keburu diteriaki maling. Kelompok peneriak maling itu mengejar dan berhasil menangkap salah satu di antara anggota ormas, yaitu Ustad Iwan Qushoy. Ia pun jadi sasaran amuk massa. Ustadz Qushoy disiksa ramai-ramai.
Untuk meredam situasi, Ustadz Qushoy langsung diamankan polisi. Hingga saat ini ia masih berada di kantor Polresta Tasikmalaya Kota. Rekan-rekannya pun mendatangi kantor polisi untuk melihat keadaan Ustadz Qushoy.
Bersamaan dengan itu, sejumlah massa tak dikenal langsung bergerak ke Jl. BKR, lalu terjadilah pembakaran kios yang sering menjual miras itu. Di dalam kios, mereka mendapatkan puluhan botol miras yang disembunyikan di bawah papan.
Wawan menjelaskan, masih adanya ormas yang turun ke jalan untuk operasi miras, lantaran tidak puas dengan kinerja aparat. “Kami punya kewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar. Itu hukumnya wajib. Kalau polisi bisa membereskan tempat penjualan minuman keras, tempat esek-esek, cafe remang-remang, pasti kami tidak akan turun ke jalan,” terangnya.
Keberadaan kios jamu milik Charles Chaniago di Tasikmalaya memang diketahui sudah cukup lama. Menurut penuturan warga, kios itu sudah ada sejak tahun 2007.
Menurut salah seorang pemuda setempat, Galih (23 tahun), keberadaan kios penjual miras ini memang sudah sangat memprihatinkan. Pasalnya, miras sudah diperjualbelikan secara bebas.
“Orang sudah gampang kalau mau mendapatkan miras. Anak-anak sekolah juga sudah gak bisa dikontrol lagi,” ungkap Galih.
Sebagai putra Tasikmalaya Galih berharap aparat bertindak adil dan serius dalam kasus ini. Ia juga berharap orangtua dapat meningkatkan pengawasan terhadap anak-anak sehingga tidak ikut-ikutan mengonsumsi miras. Dan yang tak kalah penting, “Pengedarnya diberantas semua,” pungkas Galih. (Ltf/Fjr/JITU)