JAKARTA (SALAM-ONLINE): Produser Kompas TV Rian Suryalibrata merilis perihal pemecatan dirinya beserta dua reporter, Muhammad Iqbal Syadzali dan Fadhila Ramadhona. Ketiganya mengaku dipecat oleh perusahaan mereka, Kompas Media Group, terkait dengan tuduhan menggelapkan uang perusahaan. Iqbal, misalnya, dituduh menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 50 ribu.
Menurut Rian, uang Rp 50 ribu itu bukan digelapkan seperti yang dituduhkan pihak perusahaan, namun dipinjam oleh sopir bernama Sudrajat saat mengantarkan mereka meliput di Bandung.
Peristiwa itu, kata Rian, terjadi 5 bulan yang lalu. Saat STNK mobil hilang Sudrajat dan Iqbal melapor ke polisi. Yang melapor adalah Sudrajat, sedang Iqbal menunggu di mobil. Untuk pelaporan itu Iqbal memberi uang kepada Sudrajat sebesar Rp 100 ribu. Tetapi menurut Iqbal, Sudrajat bilang dari uang Rp 100 ribu itu yang diberikan kepada polisi hanya Rp 50 ribu. Uang yang Rp 50 ribu lagi dipinjam sang supir untuk pegangannya selama di Bandung. Belakangan, kata Rian, Iqbal malah dituduh menggelapkan uang Rp 50 ribu itu.
“Selang 5 bulan kemudian, tepatnya pada 16 November 2015, selisih uang Rp 50 ribu ini nyatanya menjadi masalah. Iqbal dipaksa mengundurkan diri dengan tuduhan menggelapkan uang perusahaan,” ungkap Rian dalam rilis yang diterima redaksi, Ahad (13/12). Ia menceritakan kembali awal pemecatan terhadap Iqbal yang akhirnya merembet kepadanya karena dia dianggap ikut bertanggung sebagai produser yang membawahi Iqbal.
Selang dua hari kemudian, tepatnya pada Rabu, 18 November 2015, Fadhila Ramadhona, reporter Kompas TV yang lain, juga dipaksa mengundurkan diri. Fadhila dituduh membuat laporan keuangan palsu, berkaitan dengan peliputan yang dilakukan Fadhila di wilayah Sumatera Barat, pada Juni 2015.
Hari ini, Selasa (15/12) korban PHK sepihak itu mengadakan konferensi pers, tak hanya menimpa ketiganya, tapi juga terkait belasan karyawan Kompas lainnya yang diberhentikan secara paksa.
Para karyawan yang dipecat menyatakan akan berjuang melawan ketidakadilan atas keputusan sepihak serta sewenang-wenang yang diambil manajemen Kompas.Tiga yang mengaku di-PHK secara sepihak itu menggelar konferensi pers di Kantor SIWO DKI, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta untuk menuntut keadilan pemecatan 18 pekerja pers dari Tabloid Bola dan 3 wartawan Kompas TV.
Menurut Kuasa hukum mereka, masalah pemecatan ini akan dibawa ke ranah hukum dan DPR karena pihak Kompas TV dinilai telah melakukan tindakan penistaan agama.
“Pihak Kompas sudah melakukan tindakan penistaan agama kepada salah seorang karyawannya yang dipecat, yaitu Iqbal. Kami sudah dapatkan laporan bahwa benar dirinya disekap oleh pihak Kompas selama 9 jam, dari jam 1 siang sampai jam 10 malam dengan tidak memberikan kesempatan melakukan beribadah, shalat ashar dan shalat magrib,” ungkap Odie Hudiyanto, Kuasa Hukum karyawan yang di-PHK kepada salam-online, Selasa (15/12) usai konferensi pers di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Odie menyebutkan, itu yang menjadi alasan pihaknya untuk melaporkan Kompas TV ke Polda Metro, bahwa benar terjadi penistaan agama dengan melarang karyawannya melaksanakan ibadah.
“Besok kami akan mengirim somasi. Jika dua hari tidak ada jawaban, maka setelah itu kami akan lapor ke DPR karena ada tindakan penistaan agama. Ini adalah PHK paling biadab yang dilakukan oleh perusahaan besar seperti Kompas,” tegas Odie.
Selain itu, ujar Odie, pihak Kompas telah memperlakukan sikap yang tidak manusiawi kepada karyawannya yang dipecat tersebut.
“Kompas telah melakukan penekanan kepada para wartawan tersebut dengan menyekap selama 9 jam dan dipaksa membuat surat pernyataan yang Kompas inginkan. Isi suratnya yaitu membuat perjanjian bersama dengan manajemen Kompas yang isinya mengakui kesalahan, menerima PHK, dan menerima sejumlah kompensasi uang,” tuturnya.
Berdasarkan putusan secara sepihak yang dikeluarkan oleh Kompas TV, kata Odie, alasan pemecatan yang dilakukan berdasarkan efisiensi adalah bertentangan dengan hukum.
“Kalau alasannya efisiensi, maka ini sudah bertentangan dengan hukum. Ini harus diproses secara hukum,” terangnya. (EZ/salam-online)