SERANG (SALAM-ONLINE): Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Polda Banten untuk menghentikan pemanggilan terhadap delapan ulama Pandeglang yang memprotes tindakan anak perusahaan Grup Mayora, yaitu PT Tirta Fresindo Jaya (PT TFJ).
Para ulama memprotes perusahaan itu karena menguasai dan menutup akses masyarakat terhadap sumber mata air sawah dan air minum.
“Polda Banten harus menghentikan pemanggilan terhadap para ulama Pandeglang, karena yang dirugikan dalam hal ini bukan PT TFJ melainkan petani Pandeglang,” kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane saat tampil sebagai pembicara dalam seminar di Universitas Tirtayasa, Serang, Banten, Kamis (11/2).
Sejumlah tokoh juga menjadi pembicara pada seminar tersebut seperti Sugeng Teguh Santoso (Sekjen DPN Peradi), Bursah Zarnubi (pendiri Humanika), Deni M Lawe (LBH KN), dr Gurmilang Kartasasmita (mantan aktivis Malari), dan Feri Faturochman (Wakil Dekan FH Untirta). Dari kalangan ulama tampil sebagai berbicara ulama sepuh KH Muhtadi dan KH Matin Syarkowi.
Ruang seminar di Aula FH Untirta dipenuhi santri dan mahasiswa. Tampak juga Dandim, Danrem dan Kapolres Pandeglang.
Menurut Neta, akibat penutupan sumber mata air, terutama yang mengairi sawah, sebanyak 110 hektar sawah petani kering di dua lokasi yakni di Kampung Kramat Musholla, Desa Cadasari, Kecamatan Cadasari, dan Kampung Cipancur, Desa Suka Indah, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang.
Tak itu saja, akibat pengurukan dan pengeboran yang dilakukan PT TFJ, air minum sehari-hari rakyat juga berkurang drastis.
“Mereka sekarang terpaksa harus membeli air,” kata Neta.
Dia juga menegaskan, pihaknya akan menyampaikan persoalan yang dihadapi petani kepada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar segera memerintahkan Kapolda Banten menghentikan pemanggilan terhadap para ulama. Kalau pemanggilan itu diteruskan, menurut Neta, bisa berakibat fatal.
Sementara Sugeng Teguh Santoso yang diminta LBH KN sebagai ketua tim hukum untuk mendampingi petani menghadapi PT TFJ, dalam kesempatan itu dengan tegas mengatakan, sangat terasa sikap Polda Banten yang tidak independen dalam menangani sengketa antara petani dengan PT TFJ.
Buktinya, pengaduan rakyat yang sudah dilakukan 2014 sampai saat ini tidak pernah ditindaklanjuti. Sementara laporan PT TFJ yang baru masuk Januari 2016 dengan cepat direspon dengan memanggil para ulama. “Polda Banten bahkan sudah melayangkan surat panggilan yang kedua kali. Jadi cepat sekali responnya kalau hal itu atas permintaan pengusaha,” kata Sugeng.
Bursah Zarnubi mengimbau santri dan ulama bersatu melindungi petani Pandeglang KH Matin Syarkowi yang juga Ketua Majelis Pesantren Salafi, menegaskan, santri dan kiai tidak anti investasi. “Buktinya, kami tidak pernah melarang pendirian sejumlah hotel di Pandeglang. Yang kami protes adalah investasi yang merugikan,” kata KH Matin.
Sementara KH Muhtadi yang mendapat perhatian dalam seminar, mengatakan menolak kehadiran PT TFJ di Cadasari, Pandeglang. “Itu harga mati,” kata kiai kharismatik itu.
Dalam kesempatan itu, mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Serang (Hamas) membacakan petisi menolak PT TFJ di Cadasari, Pandeglang. Mereka juga mendesak Polda Banten mengusut tindak pidana yang dilakukan PT TFJ yang merusak sumber mata air, dan memutus akses masyarakat terhadap sumber air. (RMOL.co)