An Nashr Institute: “Kenapa KPK Mandul Ketika Berhadapan dengan Kasus Jakarta”
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Sejumlah ulama, habaib dan tokoh masyarakat menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Selasa (8/3), untuk meminta lembaga wakil rakyat tersebut agar tegas terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga saat ini tidak menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Kenapa KPK mandul ketika berhadapan dengan kasus ‘Ibu Kota Jakarta’, padahal di daerah, meski tidak ada hasil (audit) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), itu biasanya aparat hukum di daerah langsung bekerja,” ungkap Direktur An Nashr Institute Munarman yang turut dalam pertemuan dengan pimpinan DPR tersebut.
Ia mempertanyakan kinerja KPK yang hingga hari ini tidak menindaklanjuti laporan BPK terkait kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras.
Munarman menegaskan, BPK ini ada mandat undang-undangnya, dia bisa menentukan adanya suatu indikasi pelanggaran hukum pidana, dan itu menjadi wajib ditindaklanjuti karena hasil audit BPK inilah yang menjadi dasar pertimbangan mengenai kerugian negara.
Ia mengungkapkan, tidak hanya kasus Sumber Waras, tetapi ada kasus lainnya yang dilakukan Ahok dengan melakukan negosiasi langsung, bukan melalui perangkat daerahnya, dan tidak sesuai prosedur yang benar secara birokasi.
“Pertama, penetapan nilai penyertaan modal penyerahan aset Pemprov DKI kepada BUMD Trasnjakarta senilai Rp 1,6 triliun. Kedua, penyerahan aset Pemprov DKI berupa tanah 234 meter dan tiga blok apartemen yang nilainya Rp 8,5 miliar. Dan pengadaan tanah RS Sumber Waras, yang kerugiannya mencapai 191 miliar. Totalnya kurang lebih 1,8 triliun,” ungkap Munarman.
“Jadi kerugian negara dalam hal ini tidak hanya kasus RS Sumber Waras yang 191 miliar, tetapi ada beberapa kasus lain yang langsung dilakukan oleh Plt Gubernur pada waktu itu (Ahok) lebih kurang totalnya 1,8 triliun, jadi ini adalah grand corruption (korupsi tingkat tinggi) sebetulnya,” kata dia.
“Jadi aneh bagi kita, kalau nilainya sampai 1,8 triliun ini tidak dianggap oleh KPK sebagai temuan yang berharga untuk membersihkan negara ini dari korupsi,” tegasnya.
Menurut petinggi Front Pembela Islam (FPI) ini, pihaknya sudah tiga kali mendatangi KPK untuk menanyakan proses hukum kasus tersebut. “Dan para ulama dari Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) nanti akan mendatangi kembali KPK untuk menanyakan hal yang sama,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata Munarman, dalam pertemuan dengan Wakil Ketua DPR tersebut, para ulama ingin mengajak DPR agar ikut berperan dalam mendorong KPK supaya berani dalam menegakkan hukum.
“DPR sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan yang salah satunya terhadap KPK harus menggunakan kewenangannya secara maksimal, dan ini bukan intervensi karena ini memang sudah menjadi tugas DPR,” tandas Munarman. (SF)