JAKARTA (SALAM-ONLINE): Rencana autopsi jenazah Siyono sempat batal karena mendapatkan penolakan dari Kepala Desa (Kades) Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jateng.
Kades Djoko Widoyo mengklaim bahwa warga menolak autopsi tersebut dilakukan. Jika keluarga Suratmi tetap mengautopsi, sang Kades meminta mereka untuk angkat kaki dari kediamannya, dan Siyono juga tak boleh dimakamkan kembali di desanya itu.
Merespon hal itu, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan Muhammadiyah melalui pimpinan daerah akan menampung dan mencarikan tempat tinggal untuk Suratmi dan keluarga, jika benar mereka diusir.
“Tak hanya itu, Muhammadiyah siap membantu keluarga secara ekonomi, menanggung hidup ibu Suratmi, anak-anak mereka, dan tempat tinggal akan kami siapkan. Kami siap itu,” tegas Dahnil dalam Konferensi Pers yang digelar ‘Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan’ di Aula Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng Raya, Jakarta, Jumat (1/4).
Dahnil mengatakan Siyono bukan warga Muhammadiyah. Advokasi yang dilakukan PP Muhammadiyah terhadap keluarga Siyono dimaksudkan untuk menghadirkan keadilan bagi warga negara Indonesia.
“Kami akan melakukan advokasi terhadap siapapun. Pak Siyono bukan kader Muhammadiyah. Yang bersangkutan WNI yang punya hak atas HAM dan peradilan. Bukan karena apa agama Pak Siyono, apa latar belakang Pak Siyono, bukan pula kami tidak ingin membuktikan apakah betul Pak Siyono terkait jaringan ‘teroris’. Yang paling penting kami lakukan menghadirkan keadilan terhadap keluarga,” tandasnya.
Seperti diketahui, Densus 88 Antiteror Mabes Polri, pada 8 Maret 2016 menangkap Siyono usai shalat Magrib di Masjid dekat kediamannya. Selanjutnya pada 10 Maret Densus 88 Mabes Polri melakukan penggeledahan di rumah Siyono. Keesokan harinya, 11 Maret 2016, Siyono dikabarkan telah meninggal dunia. (EZ/salam-online)