JAKARTA (SALAM-ONLINE): Pengacara Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) Denny Azani B Latief, SH, menyayangkan tuduhan polisi terhadap niat baik kliennya, IA, yang melakukan perbuatan mulia membantu cairnya dana Aksi Bela Islam, tapi malah jadi tersangka.
Denny menyebut status yang ditersangkakan terhadap kliennya (IA), manajer sebuah bank, sebagai dua bentuk hukum yang tidak berdasar. Pasalnya, tidak ada pidana asal (predicate crime) yang dapat menjerat IA dengan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu.
“Kalau misalkan tindak pidana asal tidak bisa, maka otomatis gugur, tidak bisa berjalan kembali prosesnya. Kalau dilihat skema besarnya, norma yang ada sebenarnya tidak ada tindak pidananya, yang ada adalah itikad baik berupa sumbangan dari masyarakat,” ujar Denny kepada redaksi, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (25/2).
Ia melihat Aksi Bela Islam yang diikuti jutaan orang tersebut semata-mata adalah menuntut keadilan dan merupakan sebuah perbuatan mulia yang diorganisir oleh berbagai kalangan, termasuk dukungan IA yang jadi relawan, membantu, sebagai penerima kuasa untuk mencairkan dana sumbangan umat itu di tempatnya bekerja.
“Aksi itu kan menuntut keadilan, diorganisir dengan baik, transparan dan penerimanya jelas,” tutur Denny.
Mencermati tuduhan terhadap IA, pengacara jebolan Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang ini memandang ada suatu perbuatan mulia. Apa yang dilakukan IA, tutur Denny, adalah perbuatan mulia, untuk membantu pencairan dana Aksi Bela Islam di bank tempatnya bekerja, sehingga dia bersedia menjadi penerima kuasa pencairan tersebut, tapi kemudian ditarik-tarik sebagai kejahatan.
“Kalau mulia, ini sulit untuk dicari kesalahannya, dari mana bisa disebut jahat, perbuatan mulia itu sudah tidak akan bisa menjadi jahat,” ungkapnya.
Untuk diketahui, IA ditersangkakan oleh polisi terkait dengan tuduhan tindak pidana pencucian uang, pelanggaran UU Perbankan dan penggelapan uang. Sesuatu yang dibantah oleh IA maupun pengacaranya.
Tindak Pidana Pencucian Uang, sudah jelas mengada-ada, kata Denny, karena dana yang diperoleh merupakan uang sumbangan umat, bukan dari hasil kejahatan. “Jadi, apanya yang dicuci, sebab uang yang dimaksud berasal dari sumber yang bersih, sumbangan umat,” tegas Denny.
Soal pelanggaran UU Perbankan, masih kata Denny, IA bertindak selaku relawan yang ingin membantu pencairan dana umat itu, sehingga dia bersedia menjadi penerima kuasa untuk mencairkan dana kegiatan, bukan sebagai karyawan bank tempatnya bekerja.
“Jadi, tak ada UU Perbankan yang dilanggar, karena apa yang dilakukan IA, justru sesuai dengan prosedur perbankan,” ujarnya.
Terkait tuduhan penggelapan, terang Denny, bagaimana mungkin IA menggelapkan. Sebab, sebagai pemerima kuasa pencairan dana, dia kemudian menyerahkan seluruh dana yang dicairkan kepada bendahara (pengurus) GNPF-MUI untuk kegiatan Aksi 411 dan 212 tahun lalu, tak ada yang digelapkan, semuanya serba transparan, ada catatan dan datanya.
Dengan demikian, pasal-pasal yang dikenakan terhadap IA, yaitu Pasal 55 KUHP juncto Pasal 5 UU Yayasan, kemudian Pasal 5 UU TPPU, ujar Denny, sangat tak relevan. (EZ/salam-online)