JAKARTA (SALAM-ONLINE): Presiden ke-6 Republik Indonesia yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konferensi pers di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/).
Konferensi pers digelar untuk menyikapi isu-isu politik terkini, terutama merespons persoalan pada persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menggunakan kemeja berwarna hitam dan berkaca mata, SBY menyatakan niatnya bertemu Presiden Joko Widodo untuk membahas tuduhan terhadap dirinya yang muncul melalui mulut Ahok dalam sidang kedelapan kasus penodaan agama.
Isu terkini, nama SBY dikaitkan dalam persidangan kasus dugaan penistaan agama itu. Dalam persidangan, kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat menyinggung adanya percakapan telepon antara SBY dengan Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin.
Dikaitkannya nama SBY dalam persidangan kasus terdakwa Basuki Tjahaja Purnama membuat mantan presiden tersebut merasa perlu mengklarifikasi. Menyoroti hal tersebut, SBY menilai jika betul percakapan dirinya disadap tanpa alasan yang sah maka itu merupakan sebuah pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU).
Karena itu SBY meminta polisi mengusut dugaan penyadapan terhadap dirinya. Dia mengatakan dugaan penyadapan merupakan delik umum yang harus ditangani aparat penegak hukum.
“Sebagai warga biasa, saya mohon, kalau pembicaraan saya dengan KH Ma’ruf ada transkrip, saya minta polisi, pengadilan untuk tegakkan hukum seadil-adilnya. Ini bukan delik aduan, tapi sama di depan hukum,” ujar SBY.
SBY juga meminta kepada negara untuk mengusut dugaan penyadapan terhadap dirinya. Dia mengingatkan kewenangan penyadapan itu hanya dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI.
SBY menegaskan hal ini untuk menanggapi pernyataan kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, yang menuding Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin mendapat telepon dari SBY yang meminta MUI mengeluarkan fatwa soal ucapan Ahok yang mengutip surat Al Maidah ayat 51. Fatwa yang kemudian disebut sebagai sikap dan pendapat keagamaan MUI itu dikeluarkan pada Oktober 2016.
“Kalau institusi negara, Polri, BIN, menurut saya, negara bertanggungjawab. Saya berharap berkenan Pak Presiden Jokowi menjelaskan dari mana transkrip penyadapan itu, siapa yang bertanggungjawab. Kita hanya mencari kebenaran. Ini negara kita sendiri, bukan negara orang lain, bagus kalau kita bisa menyelesaikannya dengan baik, adil dan bertanggungjawab,” tegas SBY.
SBY berharap jika dugaan penyadapan itu terbukti secara hukum, maka harus ditempuh penegakan hukum terhadap siapa pun pelakunya.
“Kalau misalnya, tapi mudah-mudahan tidak, Pak Ahok, mestinya sama, hukum ditegakkan. Begitu juga polisi atau yang lain,” tandasnya.
SBY mengingatkan bahwa penyadapan ilegal adalah kejahatan serius. “Saya soroti masalah itu. Kalau benar percakapan saya dengan Kiai Ma’ruf atau dengan siapa saja disadap tanpa dibenarkan undang-undang, itu namanya penyadapan ilegal,” tegas SBY. (EZ/salam-online)