Kanselir Jerman Akui tidak Sesali Keputusannya Terima Jutaan Pengungsi
SALAM-ONLINE: Dalam sebuah sesi wawancara, Kanselir Jerman Angela Merkel mengaku tidak menyesali keputusannya dua tahun lalu ketika dia memutuskan menerima jutaan pengungsi dan pencari suaka memasuki Jerman.
Menurutnya, keputusan ‘melawan arus’ itu didasari pertimbangan kemanusiaan yang sepatutnya dimiliki oleh seorang pemimpin negara.
“Saat itu situasinya sangat luar biasa. Dan saya pikir keputusan yang saya ambil sudah benar jika ditinjau dari sisi politik dan kemanusiaan. Situasi semacam itu terjadi sesekali waktu sepanjang sejarah bangsa. Pimpinan suatu negara harus bertindak (menanggapi hal itu), dan saya telah melakukannya,” ungkap Merkel seperti dilansir Daily Mail, Selasa (29/8/2017).
Seperti diketahui, kebijakan ‘buka pintu’ Merkel terhadap besarnya arus pengungsi asal Suriah telah membuka peluang bagi lebih dari satu juta orang yang berasal dari lintas benua Asia, Afrika, Eropa, dan wilayah Timur Tengah untuk memasuki Jerman sejak dua tahun lalu. Karena kebijakannya ini, pemimpin partai Persatuan Kristen Demokrat (CDU) tersebut menuai pujian dari komunitas internasional. Ia bahkan mendapat julukan ‘Mama’ Merkel dan ‘penyelamat’ anak-anak korban perang dari para pengungsi.
Namun, tidak semua pihak mendukung kebijakan Merkel. Di dalam negerinya, ia mendapat kritik dari kalangan masyarakat dan partai sayap kanan yang terkenal anti imigran, dan bahkan cenderung xenofobia. Adanya berbagai serangan yang dilancarkan oleh kelompok ekstremis terhadap beberapa negara Eropa, digunakan oleh kelompok kanan seperti partai Alternatif untuk Jerman (AfD) untuk menjatuhkan Merkel.
Hal ini pun berdampak terhadap elektabilitas partai CDU yang kian menurun akibat kampanye anti imigran yang terus digelorakan kelompok kanan. Sejumlah poling bahkan menyebutkan bahwa pemilu Jerman yang akan digelar dalam waktu dekat ini akan mengunggulkan partai AfD dengan persentase 10 persen lebih tinggi dari CDU.
Pada pemilu yang akan digelar pada 24 September mendatang, Merkel harus menghadapi berbagai kritikan dari gelombang demonstran anti imigran yang menentang kebijakannya dalam menerima arus pengungsi yang mayoritas merupakan penduduk Muslim Suriah. Gelombang protes itu banyak datang dari wilayah yang dahulunya merupakan bekas negara Komunis, Jerman Timur.
Menghadapi tekanan ini, Merkel tetap pada pendiriannya dan bahkan balik mengritik kelompok dan negara-negara Uni Eropa lainnya yang memasang pagar kawat berduri untuk menghalau masuknya para pengungsi yang mencari tempat tinggal dan perlindungan.
“Hal itu (penolakan pengungsi) bertentangan dengan semangat Eropa. Kita akan mengatasinya. Ini memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Tapi kami akan berhasil,” kata Merkel.
Kanselir yang kini menginjak usia 63 tahun itu juga mengekspresikan solidaritasnya terhadap sesama negara Eropa penerima pengungsi seperti Italia dan Yunani, yang secara geografis akan menjadi wilayah singgahan pertama dari para pengungsi yang datang melalui jalur Laut Tengah.
Dia mengatakan, sangat tidak adil jika negara-negara tersebut dibiarkan menampung arus besar pengungsi. Merkel juga menyampaikan akan terus berupaya mengesahkan kebijakan pendistribusian pengungsi secara adil dan merata ke wilayah negara-negara Uni Eropa.
Tak Ada Pulang Kampung di Idul Adha
Mengingat hari raya Idul Adha yang tinggal menghitung hari, Merkel mengantisipasi adanya lonjakan arus mudik dari para pengungsi yang ingin merayakan hari raya umat Islam itu ke negara asal. Pernyataannya itu muncul untuk menanggapi adanya sejumlah gelombang demonstrasi anti imigran yang menginginkan agar pengungsi kembali ke negara asal.
“Mengambil liburan ke negara di mana Anda dianiaya, tidak tersedia,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Welt am Sonntag.
Belum ada data resmi yang menunjukkan seberapa banyak para pengungsi dan pencari suaka yang kembali ke kampung halamannya untuk ‘berlibur’. Namun, isu ini menjadi topik yang hangat di Jerman. Koran Die Welt melaporkan bahwa tahun lalu ditemukan adanya pengungsi yang kembali ke negara asalnya di Suriah dan Afghanistan dalam waktu yang relatif singkat, kemudian kembali lagi ke Jerman. (al-Fath/Salam Online)
Sumber: Daily Mail