JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad meminta Presiden Joko Widodo untuk mengusut institusi seperti diungkapkan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo berupaya mengimpor 5.000 pucuk senjata api ilegal.
Dasco mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk tim khusus pencari fakta terkait informasi tersebut. Apalagi, kata Dasco, ada pencatutan nama Presiden di dalamnya. Ia berharap Jokowi menindaklanjuti kasus ini dengan serius.
“Kalau perlu ditindaklanjuti secara hukum. Karena isu itu bisa dikategorikan sangat high profile,” ujar Dasco dalam keterangannya seperti dikutip Tempo, Sabtu (23/92017).
Menurut Dasco, langkah hukum dalam kasus ini jelas diperlukan lantaran telah melanggar Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia senjata api akan dihukum mati atau kurungan seumur hidup dan minimal selama 20 tahun.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya mengatakan ada lembaga negara di luar Kepolisian RI dan TNI yang melakukan impor senjata secara ilegal. Hal itu disampaikan Gatot dalam acara silaturahmi dengan para purnawirawan di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta, Jumat (22/9).
Rekaman pernyataan Panglima TNI itu menyebar. Gatot menyebutkan jumlahnya sekitar 5.000 pucuk senjata. Meski demikian, Gatot tak merinci siapa lembaga tersebut dan apa jenis senjata yang diimpor.
Dasco juga menyoroti dugaan adanya keterlibatan para jenderal di balik kasus impor senjata ini. Ia juga meminta ketegasan Presiden Jokowi menghukum pihak-pihak tersebut jika memang hal ini nanti terbukti.
“Mereka harus dihukum, baik dalam konteks hukum pidana umum maupun hukum kedinasan,” kata anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Jika tidak segera diusut, kata dia, nanti akan membebani Presiden Joko Widodo sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan.
Ia juga berharap kasus ini tidak menguap begitu saja seiring berjalannya waktu, karena sebagai negara hukum seharusnya mampu menyelesaikan persoalan apa pun sesuai dengan hukum dan ketentuan perundang-undangan.
Sumber: Tempo.co