Rekonsiliasi dengan Fatah, Hamas Akan Tolak Letakkan Senjata?
GAZA (SALAM-ONLINE): Beberapa waktu lalu, pimpinan Fatah dan Hamas menggelar pertemuan penting sebagai upaya rekonsiliasi kedua belah pihak.
Namun, di tengah upaya penyatuan dua faksi besar di Palestina tersebut, Presiden Mahmoud Abbas yang berasal dari Fatah meminta Hamas—yang terkenal sebagai kelompok pejuang berbasis di Gaza—agar menyerahkan persenjataannya kepada pihak Otoritas Palestina sebagai tindak lanjut dari upaya rekonsiliasi.
Aljazeera, Senin (9/10/2017) melansir, Abbas khawatir Hamas yang selama ini dikenal sebagai kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan rakyat Palestina di Gaza akan menjadi pihak yang sepenuhnya menguasai wilayah tersebut. Ketika mengekspresikan kekhawatirannya itu, Abbas merujuk ke kelompok “Hizbullah” yang saat ini menguasai sebagian besar wilayah selatan Lebanon.
“Saya tidak menginginkan apa yang dilakukan ‘Hizbullah’ di Lebanon (juga terjadi di Gaza),” ungkap Abbas.
Menyikapi upaya rekonsiliasi ini, bulan lalu Hamas telah menunjukkan itikad serius dengan mengumumkan pembubaran badan administratifnya di Gaza yang sejak tahun 2007 menjadi ‘otoritas’ di wilayah tersebut. Kelompok ini bahkan telah sepakat menerima persyaratan yang diajukan Fatah untuk menggelar pemilu nasional guna menentukan pemerintahan baru di Gaza.
Namun, permintaan pelucutan senjata Hamas nampaknya akan menjadi batu sandungan dari upaya penyatuan kedua belah pihak yang sejak satu dekade terakhir selalu gagal.
Juru bicara Hamas Hazem Qassem menyatakan bahwa permintaan pelucutan senjata bukan opsi yang dapat diterima oleh Hamas. Ia menilai apa yang selama ini diperjuangkan Hamas di Gaza merupakan upaya perlawanan dari berbagai bentuk penjajahan Zionis “Israel”.
“Mereka ada untuk melindungi rakyat dan membebaskan tanah Palestina (dari penjajahan Zionis). Oleh karena itu, hal ini (pelucutan senjata) tidak akan menjadi hal yang akan kami bahas,” jelasnya kepada media lokal Kantor Berita Ma’an.
Pengamat dari Jaringan Kebijakan Palestina, Tariq Dana, memandang, adanya permintaan pelucutan senjata justru menunjukkan minimnya kesungguhan dari pihak tertentu atas penyatuan Palestina secara utuh dari rekonsiliasi yang tengah diupayakan. Hal ini juga menunjukkan adanya motif kekuasaan yang kuat atas faksi-faksi politik yang ada di Palestina.
“Sulit untuk membayangkan jika Hamas menyerahkan senjatanya hanya karena rekonsiliasi ini. Apabila ini benar terjadi, rekonsiliasi yang sesungguhnya tidak akan tercapai dan hanya akan menjadikan Fatah sebagai kelompok dominan dan otokratik yang menguasai semua spektrum politik dan institusi di Palestina,” paparnya.
Citra Presiden Palestina Mahmoud Abbas dari waktu ke waktu semakin menurun di mata rakyatnya. Pada awal bulan ini, the Palestinian Center for Policy and Survey Research menunjukkan bahwa dua pertiga dari rakyat Palestina menginginkan Abbas turun dari jabatannya sebagai Presiden. Selain itu, sebagian dari responden tersebut juga menilai bahwa Otoritas Palestina hanya menjadi beban bagi rakyat Palestina.
Dana melihat, kekecewaan tersebut banyak disebabkan oleh kegagalan demi kegagalan yang terus diperoleh dari negosiasi antara Otoritas Palestina dengan penjajah “Israel”. Karena kegagalan tersebut, Hamas menjadi pihak ‘alternatif’ yang justru memperoleh dukungan dari rakyat atas konsistensinya mengupayakan perlawanan terhadap Zionis.
“Hamas begitu dihargai oleh sebagian besar rakyat Palestina karena upaya militansinya dalam melawan penjajahan ‘Israel’. Jika Hamas meletakkan senjatanya, mereka tidak lagi dipandang sebagai gerakan pembebasan (Palestina). Dan karena itu mereka akan kehilangan popularitas dan legitimasinya yang dibangun di atas kekuatannya (militansi) tersebut,” jelas Dana.
Senada dengan Dana, analis politik dari Universitas Al-Azhar di Gaza, Profesor Mukhaimer Abu Saada melihat, dukungan rakyat terhadap kelompok bersenjata disebabkan masih berlangsungnya penjajahan di tanah Palestina. Sekalipun rakyat tidak mendukung Hamas secara politik, namun mereka tidak menginginkan adanya pelucutan senjata.
“Mereka (rakyat) melihat apa yang terjadi di wilayah terjajah West Bank. Tentara ‘Israel’ menyerbu di malam hari dan warga ekstrem (Yahudi) menyerang penduduk sipil. Mereka tidak ingin hal yang sama terjadi di sini (Gaza),” paparnya.
Ia juga berpandangan, selama suatu kelompok menunjukkan perjuangannya membela rakyat, maka selama itu pula kelompok tersebut akan dihargai dan didukung rakyat.
“Saya meyakini sebagian besar warga Palestina di Gaza tidak menginginkan Hamas atau kelompok perlawanan lainnya dilucuti senjatanya. Hal ini karena kita masih dalam penjajahan dan pengepungan. Gaza dapat kapan saja menjadi target dari agresi ‘Israel’,” tandas Prof Abu Saada. (al-Fath/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera, Ma’an News Agency