Menderita Sejak 1917, Bangsa Palestina akan Terus Tolak Deklarasi Balfour
JAKARTA (SALAM-ONLINE): Kuasa Usaha Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia Taher Ibrahim Abdallah Hamad mengatakan bahwa bangsa Palestina sampai saat ini tidak bisa menerima Deklarasi Balfour yang diterbitkan oleh Kerajaan Inggris pada 2 November 1917.
Deklarasi yang mendukung penjajahan Zionis “Israel” terhadap tanah Palestina itu, menurut Taher, telah menyebabkan bangsa Palestina menderita. Setidaknya penderitaan itu telah dirasakan selama 100 tahun.
“Sejak 1917 bangsa Palestina telah menderita oleh (akibat) Perjanjian Balfour ini,” kata Taher dalam acara “Menggugat 100 Tahun Deklarasi Balfour” di Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2017).
Menurut Taher, dengan terbitnya Deklarasi Balfour, Kerajaan Inggris sama dengan tidak mengakui Hak Asasi Manusia warga Palestina. Oleh karenanya, dia menuntut Kerajaan Inggris untuk meminta maaf kepada bangsa Palestina.
“Mereka (Inggris) juga harus mengakui negara Palestina dengan Yerusalem (Al-Quds) sebagai ibu kotanya,” ungkap Taher.
Selain itu dia juga berterimakasih atas peran Indonesia selama ini yang selalu mendukung Palestina. “Saya berterimakasih kepada orang Indonesia, baik pemerintah maupun warganya atas dukungan terhdap hak-hak warga Palestina,” ujarnya.
Selain Taher Ibrahim, acara ‘Menggugat 100 Tahun Deklarasi Balfour’ di Kedubes Palestina ini dihadiri oleh mantan Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM Kawasan Palestina Prof Dr Makarim Wibisono, Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia Dr Abdul Muta’ali dan Pemimpin Jamaah Muslimin/Hizbullah KH Yakhsyallah Mansur.
Deklarasi Balfour adalah sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh Menteri Luar Negeri Inggris James Arthur Balfour pada 2 November 1917. Kemudian Balfour menyerahkan surat tersebut kepada Walter Rothschild, pemimpin kedua komunitas Yahudi Inggris.
Dalam surat itu, Balfour menyatakan pemerintah Inggris mendukung dan bersimpati atas gagasan pendirian “negara Yahudi” di wilayah Palestina yang saat itu berada di bawah kekhalifahan Turki Utsmani. (MNM/Salam-Online)