Paksa Penerapan Kurikulum, Penjajah ‘Israel’ Serbu Taman Kanak-Kanak Palestina
Orang tua murid mengatakan kepolisian “Israel” menyerbu masuk ke wilayah sekolah dan menahan sejumlah guru karena menolak penerapan kurikulum penjajah tersebut.
AL-QUDS (SALAM-ONLINE): Sejumlah guru dan orang tua murid dari Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Zahwa al-Quds mengutuk keras tindakan aparat penjajah “Israel” yang menahan wakil kepala sekolah serta tiga guru dari sekolah anak-anak yang terletak di Beit Hanina, Yerusalem Timur itu, pada Senin (6/11/2017) lalu. Penangkapan itu dilakukan lantaran para guru menolak penerapan kurikulum yang telah dikondisikan sesuai dengan standar penjajah tersebut.
“Israel berupaya memaksa sekolah kami agar mengadopsi kurikulum pendidikan ‘Israel’. Kami menolak hal tersebut. Karena (penolakan) itu mereka kemudian menyerbu sekolah kami dan penyerbuan itu membuat anak-anak ketakutan,” ungkap ketua komite orang tua murid di sekolah itu, Ziad al-Shamali, seperti dilansir Aljazeera, Rabu (8/11/2017).
Ola Nini, salah satu pengajar di Zahwa al-Quds, menuturkan, sejumlah polisi penjajah Zionis yang tidak mengenakan seragam tiba-tiba memaksa masuk ke sekolah dan merusak ketenangan pagi hari anak-anak yang ketika itu sedang mengikuti pelajaran pertama. Ada sekitar 90 anak-anak dari usia tiga hingga sembilan tahun yang bersekolah di Zahwa al-Quds.
Dalam penyerbuan itu, aparat “Israel” memeriksa seluruh kelas dan meminta tanda pengenal setiap guru. Setelah itu, nama-nama yang ada pada tanda pengenal tersebut kemudian dicatat dan difotokopi. Nina tidak mengetahui untuk tujuan apa aparat kepolisian penjajah tersebut melakukan pendataan para guru.
Tidak berhenti sampai di situ, aparat “Israel” juga menyita telpon genggam dan menghapus rekaman kejadian dari kamera CCTV yang terpasang di sekolah itu.
Bersasarkan pengamatan Nina, anak-anak terlihat ketakutan selama penyerbuan berlangsung. Saking mencekamnya, ia melihat ada seorang anak yang sampai buang air kecil di celana karena harus berada pada situasi yang seharusnya tidak dialami oleh anak seusia mereka. Ketakutan di antaranya disebabkan tindakan aparat “Israel” yang menginterogasi anak-anak mengenai buku-buku yang mereka baca di sekolah.
“Aparat mulai menanyakan mengenai buku yang mereka (anak-anak) baca dan memfoto buku-buku tersebut,” ungkap Nina.
Tidak puas dengan menginterogasi anak-anak, polisi-polisi penjajah tersebut kemudian memasuki ruang kepala sekolah dan menyita uang serta sejumlah dokumen sekolah dari laci meja.
Dilansir dari Aljazeera, melalui juru bicara otoritas penjajah setempat, Rachel Greenspan, beralasan, penyergapan tersebut terkait urusan administrasi pada sekolah itu. “Ada perselisihan antara para guru dan pimpinan sekolah mengenai urusan gaji,” ungkapnya. Sementara itu, pihak kepolisian “Israel” tidak bersedia dimintai keterangan atas penyerbuan tersebut.
Tindakan serupa bukan pertama kalinya dilakukan pihak “Israel” terhadap sekolah Zahwa al-Quds. Pada September lalu, dua polisi penjajah bersenjata lengkap juga pernah memasuki area sekolah dan melakukan sejumlah pemeriksaan.
Kelompok pembela HAM Palestina al-Haq menilai tindakan keji “Israel” itu merupakan upaya memaksakan penerapan standar kurikulum “Israel” di sekolah-sekolah anak-anak Palestina. “Tujuannya adalah untuk menghilangkan narasi mengenai kekerasan dan kekejaman penjajah terhadap rakyat Palestina (dalam upaya mendirikan negara Yahudi) pada tahun 1948,” jelas anggota al-Haq Tahseen Elayyan.
Elayyan juga melihat, pengaburan fakta sejarah yang menghubungkan antara bangsa Palestina dengan tanah air yang mereka tinggali sejak lama juga salah satu tujuan dari tindakan keras yang dilakukan “Israel” di sekolah-sekolah anak Palestina.
Ziad al-Shamali khawatir, jika sekolah yang seharusnya bebas dari serangan militer tetap tidak diindahkan “Israel”, anak-anak akan berpikir bahwa tidak ada lagi tempat yang aman bagi mereka.
“Penyergapan-penyergapan ini membuat anak-anak takut pergi ke sekolah. Apabila anak-anak melihat polisi menyerbu sekolah dan menangkap guru-guru mereka, mereka akan berpikir bahwa sekolah adalah tempat yang buruk dan tidak aman. Mereka (penjajah “Israel”) tidak akan melakukan tindakan seperti itu di depan anak-anak Israel,” tutur Shamali. (al-Fath/Salam-Online)
Sumber: Aljazeera