Deklarasi Istanbul Tegaskan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Palestina
ISTANBUL (SALAM-ONLINE): Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengumumkan Yerusalem Timur (Al-Quds atau Baitul Maqdis) sebagai ibu kota Palestina. Pengumunan ini sekaligus sebagai penolakan terhadap keputusan AS yang diumumkan pada 6 Desember 2017 lalu. Deklarasi Istanbul ini juga menyerukan masyarakat internasional untuk mengakuinya.
Pada sebuah pertemuan puncak luar biasa yang diadakan di Istanbul, Turki, sepekan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan Yerusalem sebagai ibu kota Zionis, para pemimpin dari negara-negara Muslim pada Rabu (13/12/2017) meminta semua negara untuk “mengenal Negara Palestina dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota yang diduduki (dijajah)”.
Dalam sebuah pernyataan, OKI menyatakan bahwa 57 anggota kelompok tersebut tetap berkomitmen untuk “perdamaian yang adil dan komprehensif”.
OKI juga mendesak PBB untuk “mengakhiri pejajahan Zionis” di Palestina dan menyatakan bahwa pemerintahan Trump bertanggungjawab atas “semua konsekuensi dari tidak mencabut keputusan ilegal ini”.
“Kami menganggap bahwa pernyataan berbahaya yang bertujuan untuk mengubah status hukum kota itu, tidak berlaku lagi dan tidak memiliki legitimasi,” kata OKI dalam KTT luar biasa itu .
Marwan Bishara, analis politik senior Alazeera, mengatakan bahwa KTT di Istanbul itu menyoroti orang-orang Palestina, Arab dan Muslim yang terus berkomitmen terhadap perdamaian.
“Sekarang, negara-negara Muslim, selain banyak yang lain bersekutu dengan Palestina, akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Palestina,” sebut Bishara.
“Dan negara-negara Islam tersebut siap untuk memutuskan hubungan untuk menghukum satu negara yang mengikuti jejak Amerika Serikat dalam mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Zionis.”
Berbicara sebelumnya pada Rabu (13/12), Sekretaris Jenderal OKI, Yousef al-Qthaimeen menolak keputusan AS itu dan mendesak para pemimpin Muslim agar bekerjasama untuk memberikan respons terpadu terhadap langkah sepihak tersebut.
“OKI menolak dan mengutuk keputusan Amerika,” katanya. “Ini adalah pelanggaran hukum internasional … dan ini adalah provokasi terhadap Muslim di dunia.”
“Ini akan menciptakan situasi ketidakstabilan di wilayah tersebut dan di dunia.”
Berbicara di hadapan al-Othaimeen, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa AS telah “mendiskualifikasi” dirinya dari perundingan damai Zionis-Palestina di masa depan setelah membuktikan “biasnya mendukung Zionis”.
Trump mengumumkan pada 6 Desember bahwa AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Zionis dan akan memulai proses perpindahan kedutaannya ke kota tersebut. Keputusan sepihak ini melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun.
Keputusan tersebut juga melanggar hukum internasional, kata Abbas.
“Kami tidak akan menerima peran apapun untuk Amerika Serikat dalam proses perdamaian, mereka telah membuktikan bias penuh mereka untuk Zionis,” katanya.
“Yerusalem akan selalu menjadi ibu kota Palestina.”
Warga Palestina membayangkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Sementara itu, Zionis menyebut Yerusalem, yang berada di bawah pendudukan penjajah, tidak dapat dibagi.
Hoda Abdel-Hamid dari Aljazeera, yang melaporkan dari Ramallah, mengatakan bahwa orang-orang Palestina “sangat frustrasi” setelah melihat “banyak kesepakatan dan banyak penghukuman”, namun “tidak ada yang benar-benar berubah untuk mereka di lapangan”.
“Ketika Anda bertanya kepada mereka siapa yang bertanggung jawab atas hal itu, mereka mengatakan dengan pasti Otoritas Palestina (PA), kepemimpinan mereka sendiri,” katanya, mengutip kekecewaan orang-orang Palestina tentang perpecahan di antara faksi politik mereka.
Abdel-Hamid juga mengatakan “ada kepercayaan di antara banyak orang Palestina bahwa Trump’s Jerusalem bergerak tidak mungkin terjadi tanpa lampu hijau Arab Saudi”.
Pertemuan puncak Istanbul dihadiri oleh lebih dari 20 kepala negara. Arab Saudi, yanag jadi markas OKI, hanya mengirim seorang pejabat senior kementerian luar negeri. Yang lainnya, termasuk Mesir, mengerahkan menteri luar negeri mereka.
KTT OKI luar biasa diminta oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk digelar setelah pengumuman Trump.
Berbicara pada pertemuan tersebut, Erdogan menyebut Zionis “ketakutan”. Ia mengatakan bahwa pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Zionis telah ditegur oleh masyarakat internasional.
“Ini tidak sah …! Kecuali Zionis, tidak ada negara di dunia yang mendukung (keputusan ini),” tegas Erdogan. (S)
Sumber: Aljazeera