Negara-negara Arab Kecam Veto AS atas Resolusi DK-PBB untuk Al-Quds
SALAM-ONLINE: Negara-negara Arab, yaitu Kuwait, Mesir, Qatar dan Palestina mengecam veto Amerika Serikat (AS) atas Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB terkait Yerusalem (Baitul Maqdis/Al-Quds).
Seperti diberitakan, AS memveto Resolusi DK-PBB, Senin (18/12/2017) yang menolak keputusan sepihak Presiden Donald Trump terkait pengakuan atas Yerusalem (Baitul Maqdis/Al-Quds) sebagai ibu kota Zionis “Israel”, termasuk rencana negara itu untuk memindahkan Kedutaan Besarnya dari Tel Aviv ke kota kiblat pertama umat Islam tersebut. Sikap AS tersebut bertentangan dengan seluruh anggota DK PBB.
Resolusi DK PBB itu dibuat kurang dari dua pekan setelah Washington dalam keputusan sepihaknya mengklaim kota suci tersebut sebagai ibu kota Zionis “Israel” dan memulai proses untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Baitul Maqdis (Yerusalem).
Empat belas negara anggota DK PBB dari 15 anggota, memilih untuk mendukung resolusi yang disponsori Mesir yang menuntut agar Presiden AS Donald Trump menarik keputusannya. AS adalah satu-satunya negara yang menolak resolusi dan kemudian menggunakan hak veto. Sendirian.
Hak veto yang digunakan AS itu pun mendapat kecaman dari negara-negara Arab. Setidaknya empat negara Arab, yaitu Mesir, Kuwait, Qatar dan Palestina sendiri menyatakan kecamannya secara terbuka.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir Ahmed Abu Zeid menyatakan penyesalannya atas sikap AS tersebut.
“Mesir merasa sedih dengan hak veto dari keputusan penting (PBB) yang memperhatikan hati nurani masyarakat internasional dan secara terbuka menolak pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’,” ungkap Abu Zeid dalam keterangan tertulisnya, sebagaimana dilansir Anadolu Agency, Selasa (19/12).
Abu Zeid mengatakan bahwa negara-negara Arab di PBB akan berkumpul untuk menilai situasi yang terjadi dan mendiskusikan langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi status Yerusalem.
Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeina mengecam hak veto tersebut dengan menyebutnya sebagai sebuah olok-olokan untuk masyarakat internasional dan sebuah konsesi terhadap pendudukan dan agresi Zionis, lansir kantor berita resmi Palestina WAFA.
Abu Rudeina menekankan bahwa hak veto ini akan menyebabkan isolasi (keterkucilan) atas AS lebih lanjut dan merupakan sebuah provokasi terhadap masyarakat internasional.
Sementara Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengatakan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Palestina selamanya. Keputusan AS dan Zionis “Israel” yang tidak mengakui hal itu (resolusi) tidak akan mengubah fakta tersebut.
Hamas mendesak masyarakat internasional, dunia Arab dan Islam untuk bertindak demi pelestarian Yerusalem dan tempat-tempat suci. Hamas juga memperingatkan “Israel” untuk tidak mengambil langkah-langkah yang berusaha mengubah status kota itu saat ini.
Juru Bicara Parlemen Quwait, Merzuk Ali El Ganim, mengatakan bahwa penolakan massal yang dilakukan di hampir seluruh dunia atas langkah AS yang secara sepihak mengakui Baitul MAqdis sebagai Ibu “kota Israel”, menunjukkan bahwa Quwait yang juga menolak klaim AS itu tidaklah sendiri.
“Kontrasepsi terhadap langkah-langkah sepihak atas pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota ‘Israel’ menunjukkan bahwa kita tidak sendiri, dan perhatian kita sebenarnya adalah dunia yang bebas,” kata Merzuk Ali El Ganim dalam pernyataan tertulisnya.
Di lain tempat, Ali Karadaghi, Sekretaris Jenderal Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) yang berkantor pusat di Qatar, mengatakan veto AS atas resolusi PBB sebagai “teror dan tantangan bagi semua negara”.
Baitul Maqdis atau Yerusalem telah lama dianggap sebagai status yang harus ditentukan oleh perundingan damai. Dan keputusan Trump soal Yerusalem itu secara luas dipandang sebagai penghalang kesepakatan internasional yang sudah lama diputuskan.
Selama ini Yerusalem Timur adalah kota yang sudah lama direncanakan oleh bangsa Palestina sebagai ibu kota negara mereka, tetapi sejak 1967 wilayah ini dicaplok oleh penjajah Zionis (MNM/Salam-Online)
Sumber: Anadolu Agency