SALAM-ONLINE: Beredar video Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian yang menginstruksikan seluruh jajaran kepolisian di segala tingkatan untuk bersinergi dan mendukung secara maksimal NU dan Muhammadiyah.
Masalah muncul, kata Lukman Hakiem, yang merespons pidato itu melalui media sosial, ketika Kapolri menambahkan keterangan bahwa kerja sama dengan organisasi lain berada di nomor sekian. Yang lebih mengejutkan, Kapolri, tulis Lukman, menyebut organisasi di luar NU dan Muhammadiyah hendak merontokkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Meskipun pidato Kapolri Karnavian berbau politik belah bambu, saya yakin seyakin-yakinnya, umat Islam tidak akan terprovokasi,” tulis Lukman.
Berikut Surat Terbuka Tengku Zukarnain, Warga Negara Indonesia, yang dikenal sebagai Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, untuk Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian:
Jika Petinggi Negara NKRI, sekelas Kepala Kepolisian Republik Indonesia masih bersikap seperti ini, kasihan Ibu Pertiwi dan akan menangislah Para Pejuang Pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia, ujungnya dapat mengancam Kesatuan dan Persatuan di NKRI.
Mereka yang berada di luar Ormas Islam saja, dan tidak memeluk Islam, walau tidak lebih dari 10% populasi WAJIB dihormati jasa-jasanya dalam perjuangan Kemerdekaan, apalagi umat Islam yang hampir 9O%. Bukankah ada ungkapan yang sangat terkenal: “Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang dapat Menghargai Jasa Pahlawannya?”
Nampaknya, Bapak Kapolri sangat perlu belajar lagi tentang sejarah Pergerakan dan Perjuangan Indonesia. Sikap dan pengetahuan Anda tantang hal Ini sangat mengecewakan.
Ada banyak Ormas Islam di luar NU dan Muhammadiyah yang ikut berjuang mati-matian melawan Penjajah di seluruh wilayah Indonesia dari Aceh sampai Halmahera.
Di Jawa saja sebelum Muhammadiyah dan NU lahir, ada Syarikat Islam, kemudian menjadi Syarikat Dagang Islam, dengan Tokoh pendiri HOS Cokroaminoto, guru besar bagi Bung Karno dan banyak tokoh pejuang lainnya.
Di Jakarta tahun 1901 berdiri Jami’atul Khairat, didirikan oleh para ulama dan masyarakat keturunan Nasionalis Arab.
Di Banten ada Mathla’ul Anwar berdiri tahun 1916 di Menes, bahkan 10 tahun sebelum NU berdiri, dan hanya 4 tahun setelah Muhammadiyah, yang berdiri di Yogjakarta pada tahun 1912. Dan Anda perlu tahu saat itu TIDAK ADA satu pun anggota Muhammadiyah, apalagi anggota NU yang berjuang demi Rakyat Indonesia dan Kemerdekaan Indonesia di wilayah Banten. Bukankah NU belum lahir ke dunia saat Mathla’ul Anwar di Banten sudah berjuang melawan penjajah dan membuat usaha agar Republik Indonesia bisa berdiri MERDEKA?
Perlu juga Bapak ketahui bahwa salah satu anak didik Mathla’ul Anwar adalah Almarhum Bapak Haji Alamsyah Ratu Prawira Negara, Jenderal pejuang asal Lampung, yang pernah jadi Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Agama RI.
Di Medan, berdiri Ormas Islam Al Washliyah pada 1926. Membuat banyak sekolah, bahkan para Ulamanya berjuang angkat senjata melawan penjajah Belanda. Sebut misalnya Almarhum Riva’i Abdul Manaf (pengarang lagu “Panggilan Jihad” yang fenomenal itu), Almarhum Bahrum Jamil, Almarhum Bahrum Sholih dan lain-lain Ulama pejuang dari Al Washliyah.
Perlu Pak Kapolri Catat BESAR-BESAR bahwa pada saat itu dapat dipastikan belum ada Satu orang pun anggota NU di Sumatera Utara, khususnya Medan yang berjuang di sana.
Pada 1936 berdiri pula Ormas Islam Al Ittihadiyah oleh Syaikh Muhammad Dahlan, Syaikh Zainal Arifin Abbas (penulis Besar asal Medan, yang juga Ulama Pejuang yang angkat senjata melawan penjajah), dan Syaikh Sayuti Nur (guru saya), Ulama Pejuang di Medan.
Di Aceh berdiri Persatuan Ulama Aceh yang menuliskan fatwa Jihad melawan Penjajah Kafir Belanda dan menuliskan “Hikayat Perang Sabil” yang terkenal itu.
Di Sumatera Barat berdiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang dipelopori oleh Almarhum Syaikh Sulaiman Arrasuli, Syaikh Abbas Padang Lawas, Syaikh Jamil Jaho, Syaikh Sa’ad Mungka, Syaikh Abdul Wahid, Padang Jopang, Suliki, Payakumbuh (kakek guru saya). Sudah dapat dipastikan saat itu belum ada anggota NU yang berjuang di sana.
Di Jawa Barat ada Persis, didirikan oleh Syaikh A. Hassan Bandung, yang banyak membantu Bung Karno dan menginspirasi pemikiran Beliau. Ada Juga PUI (Persatuan Umat Islam).
Di Lombok ada Nahdhatul Wathon, yang didirikan oleh Tuan Guru Zainudddin, kakek dari Tuan Guru Bajang, Gubernur NTB saat ini. Di Sulawesi Ada Al Khairat, dan lain lain.
Apa Pak Kapolri pikir jika saat itu hanya NU di Jawa Timur, dan Muhammadiyah di Yogyakarta dan sekitarnya yang berjuang memerdekakan NKRI, sementara wilayah Aceh sampai Maluku, Ulama dan Umat Islam berpangku tangan tidak ikut berjuang, KEMERDEKAAN INDONESIA dapat tercapai?
Tegas kami katakan bahwa di NKRI ini, semua Ormas yang ada mempunyai HAK dan KEWAJIBAN yang sama. Mendoktrin dan menebarkan Policy “Belah Bambu” sangat tidak manusiawi.
Melalui Surat Terbuka ini, saya, Tengku Zulkarnain PROTES KERAS atas pernyataan Bapak Kapolri dan meminta Anda meminta maaf serta menarik isi pidato Anda yang saya nilai tidak ETIS, merendahkan jasa Para Ulama dan Pejuang Islam di luar Muhammadiyah dan NU. Mencederai rasa Kebangsaan, serta berpotensi memecah belah Persatuan dan Kesatuan Bangsa dan negara Indonesia.
Tanjung Pinang, 29 Januari 2018
Tengku Zulkarnain
Warga Negara Indonesia