Dewan Pertimbangan MUI Desak MK Tolak Judicial Review Ahmadiyah

Dewan Pertimbangan MUI hari ini, Rabu (31/1/18) menggelar rapat Pleno ke-24 membahas isu-isu aktual dan masalah-masalah strategis keumatan/kebangsaan. (Foto: MNM/Salam-Online)

JAKARTA (SALAM-ONLINE): Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim-MUI) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak Judicial Review (JR) yang diajukan kelompok Ahmadiyah terkait UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU P3A).

Dewan Pertimbangan MUI menilai bahwa UU P3A telah cukup untuk mengatur hak pelindungan terhadap pemeluk agama. JIka UU tersebut tidak ada, dianggap akan banyak pihak yang  mengaitkan ajaran yang tidak sesuai dengan agama tertentu khususnya Islam yang diakui oleh negara.

“Kalau begitu nanti banyak yang mengaitkan dengan Islam,” ungkap Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin usai rapat pleno ke-24 membahas masalah-masalah strategis kebangsaan dan keumatan di Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta, Rabu (31/1/18).

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Muhammad Siddik mengatakan, UU P3A ada untuk mengatur keamanan masyarakat dalam menjalankan ajaran agama. Apalagi, menurut dia, ajaran Ahmadiyah dan aliran-aliran sesat lainnya tidak diterima oleh ajaran Islam maupun mayoritas Muslim di Indonesia.

Ajaran Ahmadiyah, menurut Siddik, banyak yang bertentangan dengan Islam, mulai dari menganggap Nabi Muhammad bukan Nabi terakhir sampai kitab ‘Tadzkirah’ yang dianggap suci. Dengan demikian, jika tidak diatur negara, hal itu akan menimbulan ketidakamanan di tengah masyarakat.

“Mereka (Ahmadiyah) memiliki kitab suci sendiri yang dianamakan Tadzkirah,” ujar Siddik.

Baca Juga

Terkait hak dalam menafsirkan agama sebagaimana didalihkan oleh beberapa pihak yang menguatkan JR Ahmadiyah di MK, Din menganggap tidak perlu berkelit dalam urusan tafsir.

Menurut Din, dalam urusan keyakinan, Islam tidak memberi ruang ‘Tafsir’. Apalagi seluruh umat Islam dunia, termasuk Organiasasi Kerja Sama Islam (OKI) telah sepakat bahwa Ahmadiyah itu sesat.

“Jadi jangan bawa-bawa tafsir, dan seluruh umat Islam di dunia menerima sabda Nabi: Laa Nabiya Ba’di (tidak ada Nabi setelahku), itu bisa ditafsirkan gak kira-kira?” terang Din.

Din sendiri menganggap akan adil jika Ahmadiyah tidak mengaitkan ajarannya dengan Islam. Hal itu, menurutnya, akan sejalan dengan hukum dan hak kebebasan beragama. Dan umat Islam akan bertoleransi jika hal itu dilakukan.

“Jadi fairnya bikin agama baru, jangan Islam diobrak-abrik ajarannya,” tegas Din. (MNM/Salam-Online)

Baca Juga