JAKARTA (SALAM-ONLINE): Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, kenaikan harga beras pada awal Januari 2018 yang akan memasuki tahun politik telah menjadi awal yang buruk bagi Pemerintah.
“Belum hilang dalam ingatan, Pemerintah berjanji bahwa tidak akan terjadi gejolak harga. Mana janjinya sekarang?” tulis Fahri dalam akun Twitternya @Fahrihamzah, Sabtu (13/1/18).
Kata Fahri, padahal pemerintah menjamin bahwa stok beras aman dan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) akan lebih melindungi konsumen dan para petani. Tapi Cara Pemerintah meredam gejolak harga beras hingga memutuskan harus Impor, terlihat panik.
Perlahan tapi pasti, ungkap Fahri, sejak awal Januari 2018, harga beras di beberapa daerah di Indonesia merangkak naik melewati batas Harga Eceran Tertinggi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah, yakni Rp9.450/kg untuk jenis Medium dan Rp12.800/kg beras Premium.
Sementara, katanya, fluktuasi harga antara Rp9.450-11.000 untuk Medium dan Rp12.800-Rp13.000 untuk Premium. “Tentu ini menciptakan ketidakpastian sekaligus beban bagi rakyat produsen maupun konsumen,” ujarnya.
“Dan dalam beberapa hari ini kita kembali disuguhkan tidak kompaknya para pembantu Presiden Jokowi. Terutama Mentan Amran yang mengklaim pasokan aman dan Mendag yang khawatir dengan kenaikan harga akibat pasokan berkurang,” tulisnya.
Lemahnya koordinasi para Menteri terkait nampak dalam menjalankan kebijakan produksi dan distribusi beras. “Padahal Dua hal tersebut pada hakikatnya tidak bisa ditangani secara parsial. Dengan kata lain diperlukan skenario untuk menghadapi tekanan produksi maupun distribusi,” terangnya.
Selama ini, menurutnya, kita dininabobokan dengan keberadaan data perberasan. Sekarang kita baru menyadari bahwa ada data yang tidak sinkron dengan kenyataan.
“Pemerintah selalu mengklaim stok beras cukup untuk beberapa bulan ke depan, namun faktanya harga beras naik. Siapa yang mau ambil tanggung jawab?” tanyanya.
Fahri mengungkapkan, kita juga dikejutkan pada saat para pembantu Presiden masih sibuk mencari penyebab kenaikan harga beras…”Tiba-tiba saja tanpa permisi impor beras…lagi-lagi koordinasi alpa saat itu. Ke mana Presiden dan Wapres…?” tanya Fahri.
Pertanyaannya lagi, kata dia, apakah dengan impor, harga beras akan turun seketika. Atau ada pesanan…? “Padahal Pemerintah juga sudah membentuk satgas pangan. Ke mana mereka…? Kenapa kebijakan seperti ini berulang sepanjang masa? Menjelang pemilu?” tulisnya lagi.
Pemerintah juga menjamin bahwa stok beras aman dan kebijakan HET akan lebih melindungi konsumen dan para petani. Tapi Cara Pemerintah meredam gejolak harga beras hingga memutuskan harus Impor, ujar Fahri, terlihat kepanikan.
“Kita khawatir justru kebijakan-kebijakan tersebut akan menimbulkan panic buying seperti operasi pasar yang besar maupun kebijakan impor. Kejadian ini menjadi momentum bagi DPR dan Pemerintah untuk menata kembali kebijakan yang harus diakui keliru,” ungkapnya.
Karena itu, menurutnya, pemerintah harus berbesar hati untuk mengakui bahwa kenaikan harga beras awal Januari tahun 2018 ini bukan semata karena faktor supply dan demand atau faktor cuaca, tapi mal-praktik kebijakan. “Katanya ada #MafiaImport tapi kok mafia,” tanya Fahri.
Ia mengingatkan, dalam mengamankan produksi beras, salah menata distribusi beras dan salah menerapkan HET harus bertanggungjawab. “Ada nasib jutaan petani, nasib pangan utama seluruh rakyat yang dipertaruhkan… ,” ujarnya.
“Mari kita hentikan omong kosong, mari kita mulai kerja nyata… Kerja… Kerja… Kerja…!” seru Fahri. (S)