Hari Kelima Demonstrasi di Iran, 14 Orang Terbunuh, 400-an Ditangkap
TEHERAN (SALAM-ONLINE): Gelombang demonstrasi anti-pemerintah di Iran yang digelar sejak pekan lalu, Kamis (28/12/2017) lalu telah memasuki hari kelima pada Senin (1/1/2018), tak menunjukkan tanda-tanda berhenti.
Dilansir dari Aljazeera, Selasa (2/1/2018), media pemerintah melaporkan 14 orang telah terbunuh dan 400 orang ditangkap setelah lima hari demonstrasi di berbagai kota di seluruh negeri berlangsung.
Laporan yang belum diverifikasi secara independen tersebut, juga mengatakan bahwa pasukan keamanan menolak apa yang mereka sebut sebagai “pemrotes bersenjata” yang mencoba mengambil alih kantor polisi dan pangkalan militer.
Di ibu kota Teheran, polisi pada Senin (1/1) malam menggunakan gas air mata dan meriam air untuk membubarkan sebuah demonstrasi kecil di dekat Alun-alun Engheleb.
“Ini lebih baik daripada diam,” kata Milad, seorang pengunjuk rasa muda kepada Aljazeera yang matanya merah karena terkena gas air mata.
Di dekatnya, Aslan, pria berusia 52 tahun di daerah yang tidak termasuk di antara mereka yang berdemonstrasi, mengatakan pemrotes “membutuhkan kesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bahagia”.
“Pemerintah seharusnya membiarkan mereka protes,” katanya.
Sebuah laporan yang belum dikonfirmasi oleh kantor berita semi-resmi Iran, Mehr, Senin, mengatakan seorang polisi tewas dan tiga lainnya luka-luka di kota pusat Najafabad setelah ditembak oleh seorang penyerang dengan menggunakan senapan berburu. Tidak jelas kapan kejadian tersebut terjadi.
Dipicu oleh kemarahan atas keadaan ekonomi yang memburuk dan tingginya biaya hidup, demonstrasi dimulai pada 28 Desember di Masyhad, kota terbesar kedua di Iran.
Meskipun ada ancaman dari Garda Pengawal Republik untuk menghentikan demonstrasi tersebut, demonstran terus menerus turun ke jalan. Karenanya demonstrasi ini digambarkan sebagai aksi terbesar di negara tersebut sejak unjuk rasa besar-besaran pernah terjadi di tahun 2009.
“Kami tidak bisa memprediksi kapan demonstrasi akan berakhir,” kata Sadegh Zibakalam, seorang penulis dan akademisi.
“Tapi demonstrasi akan mengguncang orang-orang yang berkuasa yang harus mengutamakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat.”
Mengapa demonstrasi ini terjadi?
Banyak orang di Iran berharap bahwa kesepakatan nuklir pada 2015 dengan kekuatan dunia, yang menyebabkan pencabutan banyak sanksi internasional terhadap negara Syiah ini, akan meredakan perjuangan finansial negara tersebut.
Namun, manfaatnya nampaknya tidak menetes, dengan banyaknya warga memprotes atas meningkatnya pengangguran dan tingginya biaya hidup.
“Masalahnya adalah harapan yang meningkat, di situlah bahaya datang,” ujar Mohammad Ali Shabani, seorang analis politik dan ilmuwan Iran.
“Orang-orang mengharapkan kehidupan yang lebih baik, sebagian karena janji Rouhani sehubungan dengan kesepakatan nuklir,” jelasnya.
“Ini bukan masalah kemiskinan absolut yang mendorong orang ke jalanan, ini sebagian besar tentang orang-orang yang berpikir bahwa, ‘Kami membutuhkan lebih dari ini, sebenarnya kami dijanjikan lebih dari apa yang terjadi dan kami tidak memiliki pekerjaan yang kami harapkan’,” ungkapnya.
“Berbagai tuntutan, beragam tanggapan” para pemrotes umumnya mencerca elite yang berkuasa. Dan yang mereka sesalkan adalah soal semakin sulitnya kehidupan ekonomi dan dugaan korupsi.
Namun, kemarahan tidak terbatas pada keluhan finansial, ekonomi atau melonjaknya harga kebutuhan pokok, namun juga soal ke kebijakan luar negeri Iran.
Sejumlah pengunjuk rasa telah mengkritik kebijakan regional Iran di negara-negara seperti Suriah dan Lebanon, sementara yang lainnya meneriakkan slogan melawan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei.
Berbeda dengan demonstrasi massa di tahun 2009 yang mengikuti kembali Pemilihan Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang disengketakan, aksi saat ini nampak lebih spontan, terdesentralisasi dan tanpa figur yang jelas.
“Kami tidak tahu siapa sebenarnya yang berada di balik demonstrasi, mereka tidak memiliki kepemimpinan yang sama seperti tahun 2009,” kata Shabani, yang menggarisbawahi keluhan para pengunjuk rasa yang berbeda.
“Anda memiliki beragam tuntutan, dan Anda juga memiliki beragam tanggapan dari para pemimpin Iran,” tambahnya.
Awalnya, ujar Shabani, mereka menentang harga-harga kebutuhan pokok yang tinggi. Belakangan mereka menuntut ‘Kematian Khameini’ dan ‘Death to Rouhani’. Jadi mereka menargetkan tokoh politik yang berbeda, pusat kekuatan yang berbeda dan mereka juga memiliki tuntutan yang berbeda.
Apa yang dikatakan oleh para pemimpin Iran adalah bahwa ‘ada dua jenis pemrotes: mereka yang murni mengeluhkan masalah ekonomi yang memiliki hak pula untuk melakukan demonstrasi.
“Kemudian mereka yang memiliki sesuatu yang berbeda yang tidak kita terima, merujuk pada orang-orang yang menelpon Kematian Khameini misalnya, sehingga dinamikanya cukup menarik,” terang Shabani. (S)
Sumber: Aljazeera