Oposisi Suriah: Menyelamatkan Warga Sipil Harus Jadi Prioritas Utama
SALAM-ONLINE: Mengutuk situasi yang makin memburuk di wilayah Ghouta Timur yang terkepung, Ketua Delegasi Oposisi Suriah meminta Senin bahwa membantu dan menyelamatkan warga sipil harus jadi prioritas utama.
“Situasi di Ghouta Timur menimbulkan kekhawatiran serius. Tiga bulan terakhir adalah yang terburuk yang pernah terjadi di wilayah ini,” kata Ketua Komite Tinggi Negosiasi (HNC) oposisi Suriah, Nasr Al-Hariri, dalam sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada kunjungan pertamanya ke Moskow.
Dia mengambil contoh kehidupan yang makin memburuk di Ghouta Timur akibat blokade dan serangan yang dilancarkan rezim.
“Kami memanggil semua orang untuk menempatkan (sebagai prioritas utama) kehidupan warga sipil di Ghouta Timur, Idlib, Afrin dan Raqqah. Menyelamatkan nyawa warga sipil harus menjadi prioritas bagi semua orang, terlepas dari hal-hal yang harus kita lakukan dalam memberantas terorisme,” tegasnya, dikutip dari Worldbulletin, Selasa (23/1/18).
Al-Hariri mengatakan bahwa meskipun ada kesepakatan untuk menciptakan zona aman (zone de-escalation) di Suriah, namun ada banyak daerah di mana gencatan senjata tidak dilaksanakan alias dilanggar.
Merespons apakah delegasi oposisi akan ambil bagian dalam Kongres Dialog Nasional Suriah (SNDC) di kota Sochi, Laut Hitam, Al-Hariri mengaku belum ada keputusan akhir yang dibuat.
“Kami tidak akan membuat keputusan akhir mengenai partisipasi kami dalam Kongres Dialog Nasional Suriah di Sochi sampai kami memiliki informasi yang tepat mengenai tujuannya, yang harus kami diskusikan dengan mitra internasional dan PBB.”
Al-Hariri mengingatkan bahwa serangan gencar yang dilancarkan oleh rezim terhadap kekuatan oposisi di Suriah mengakibatkan penolakan mereka untuk berpartisipasi dalam SNDC.
Ghouta Timur yang diblokade sejak 2013, merupakan tempat tinggal bagi sekitar 400.000 penduduk. Akses kemanusiaan ke kota ini benar-benar terputus. Ratusan orang sangat membutuhkan perawatan medis.
Dalam delapan bulan terakhir, rezim Basyar Asad telah mengintensifkan pengepungan Ghouta Timur, sehingga hampir tidak mungkin membawa makanan atau obat-obatan ke distrik tersebut. Padahal ratusan pasien membutuhkan perawatan medis.
Distrik itu sendiri berada dalam jaringan zona de-eskalasi (zona aman, bukan zona perang) sebagaimana kesepakatan Astana. Ini didukung Turki, Rusia dan Iran sebagai negara penjamin dilaksanakannya kesepakatan tersebut—dimana tindakan agresi dilarang secara eksplisit di kawasan ini. (S)
Sumber: Worldbulletin