JAKARTA (SALAM-ONLINE): Terkait dengan Kematian Muhammad Jefri (MJ) yang menurut istrinya, saat ‘diambil’ Densus 88 dalam keadaan sehat, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak meminta polisi Terbuka kepada Publik.
MJ (32) ‘dibawa’ Densus 88 dari Desa Cipancuh, Kecamatan Haurgelis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada Rabu (7/2/2018). Sehari setelah itu, istrinya, ASN (18) didatangi aparat dan juga ‘dibawa’ untuk dimintai keterangan.
Namun kemudian MJ dipulangkan dalam keadaan sudah menjadi mayat. MJ yang meninggalkan seorang istri dan bayi yang baru berumur 10 bulan itu dimakamkan pada 10 Februari.
“Terlepas dari apakah Muhammad Jefri terlibat dalam jaringan ‘Terorisme’ atau tidak, saya menganggap Densus 88/Polisi harus terbuka terkait dengan kematiannya, jangan sampai mengabaikan penegakan hukum yang beradab dan terus mengulangi preseden buruk kematian Siyono di Klaten,” kata Dahnil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/2/18).
Dia mengingatkan, pada 1,5 tahun yang lalu, Pemuda Muhammadiyah menangani kasus Siyono, warga Klaten, yang ditangkap Densus 88, kemudian dipulangkan dalam keadaan sudah menjadi mayat.
“Karena peristiwa seperti ini Bukan justru mengubur ‘terorisme’, namun justru mereproduksi ‘terorisme’ baru,” terangnya.
Seperti kasus Siyono, dalam kasus kematian MJ ini, ungkap Dahnil, dia menemukan banyak sinyal kejanggalan. Oleh karenanya, agar sinyal kejanggal-kejanggalan tersebut tidak menjadi fitnah dan tuduhan terhadap Kepolisian, dia menyarankan pentingnya Densus 88 menjelaskan secara terbuka hasil autopsi terhadap MJ.
“Penting dilakukan autopsi yang lebih independen terkait sebab kematian MJ, apakah benar yang bersangkutan meninggal karena komplikasi penyakit seperti keterangan polisi, atau karena faktor yang lain,” ujarnya.
Karenanya, kata Dahnil, Densus 88 juga harus bisa menjawab, kenapa keluarga dilarang membuka kafan jenazah MJ pada saat diserahkan kepada keluarga.
“Jadi, saya berharap Densus 88 dan Kepolisian terbuka. Dan bila memang ada kesalahan maka harus ada hukuman pidana yang jelas, tidak seperti kasus Siyono yang sampai detik ini tidak jelas penuntasan hukumnya, meskipun Autopsi terang sudah membuktikan Siyono meninggal karena penganiyayaan bukan karena yang lain,” ungkapnya.
Selain itu, Dahnil juga menyarankan kepada pihak keluarga untuk berusaha mencari keadilan secara aktif dan tidak perlu takut.
“Silakan bawa kasus kematian MJ ke Komnas HAM agar bisa ditangani oleh institusi negara tersebut, untuk dibuktikan penyebab kematian MJ. Ini penting, dan polisi tidak boleh tertutup terkait dengan hal ini,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Muhammad Jefri ‘dibawa’ dari Indramayu, Jawa Barat, pada 7 Februari 2018 lalu oleh Densus 88 dan berakhir dengan kematian yang jasadnya dimakamkan pada 10 Februari.
Seperti beredar di media sosial, MJ yang sehari-harinya berprofesi sebagai penjual kebab menggunakan motor di Indramayu itu ‘dibawa’ oleh Densus 88 pada 7 Februari 2018.
Menurut keterangan istrinya, saat itu sekitar pukul 08.00 pagi, suaminya pergi untuk membeli gas, namun tak kunjung kembali. Sehari setelah itu, istrinya pun didatangi aparat, dibawa dan dimintai keterangan.
Namun MJ dipulangkan sudah dalam keadaan tak bernyawa. Ia dimakamkan pada 10 Februari 2018 di Lampung, kampung halamannya. MJ meninggalkan seorang istri dan anak yang baru berumur 10 bulan.
Kasus MJ yang dipulangkan kepada keluarga dalam keadaan sudah meninggal, juga mendapat perhatian dari Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) yang menulis Surat Terbuka pada 13 Februari 2018. Surat Terbuka itu ditujukan kepada Presiden, Kapolri, Komnas HAM, Ketua DPR RI, Ketum MUI Pusat, Ketum PP Muhammadiyah dan Ketum PBNU.
Surat Terbuka itu intinya meminta pihak-pihak tersebut di atas untuk membantu menjelaskan kepada publik sebab kematian MJ pasca penangkapannya, dan meminta negara melindungi warganya serta mengusut kematian MJ dengan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) independen. (S)