Bercadar, Dosen IAIN Bukittinggi Diminta Libur Mengajar
BUKITTINGGI (SALAM-ONLINE): Dosen tersebut adalah Dr Hayati Syafri. Dia mengajar Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat. Hayati mengatakan, penonaktifannya sebagai tenaga pengajar berlaku mulai semester genap tahun akademik 2017/2018 ini.
Dilansir dari Republika.co.id, Rabu (14/3/2018), Hayati mengungkapkan penonaktifannya pun hanya dilakukan secara lisan oleh Dekan. Dalam surat terakhir yang diterimanya, Hayati dianggap melanggar disiplin berpakaian bagi dosen.
Sebenarnya, kata Hayati, upaya kampus untuk memintanya melepas cadar sudah dilakukan sejak ia pertama kali mengenakan cadar pada 2017 lalu.
“Sudah banyak cara dilakukan, misal lewat teman dekat saya diminta bujuk saya. Lalu dipanggil dan diminta buka cadar. Lewat surat teguran, dan terakhir dipanggil di sidang kehormatan dosen. Terakhir diminta libur mengajar,” kata Hayati, Selasa (13/3).
Menurut Hayati, desakan kampus untuk membuka cadar berlatar anggapan bahwa cadar mengganggu proses belajar mengajar. Apalagi Hayati mengajar mata kuliah Bahasa Inggris di mana ada materi speaking yang diyakini memerlukan kejelasan ekspresi wajah. Pihak kampus juga beralasan bahwa ada laporan dari mahasiswa yang mengaku kurang nyaman dengan gaya berbusana Hayati.
Padahal Hayati mengaku, sejak awal semester ganjil tahun 2017, dirinya sudah meminta izin untuk tetap mengenakan cadar, kepada mahasiswanya di 9 kelas yang berbeda. Bahkan di akhir semester ganjil 2017 lalu, Hayati membagikan lembar evaluasi yang menanyakan apa tanggapan mahasiswanya terkait pengenaan cadar olehnya.
“Lembar evaluasi ditulis tanpa nama. Umumnya mereka katakan tidak apa-apa saya kenakan cadar. Memang ada sebagian kecil mahasiswa yang mengatakan belum terbiasa lihat saya pakai cadar. Tapi mereka tidak rekomendasikan Umi membuka cadar,” terangnya.
Hayati melanjutkan, pihak kampus sempat mengadakan rapat dewan kehormatan dosen untuk memintanya kembali mengajar tanpa cadar. Menanggapi hal itu, ia menyatakan untuk istikharah dulu dan hasilnya Hayati tetap bersikukuh untuk mengenakan cadar.
“Di waktu menyampaikan itulah, beliau sampaikan Ibu nonaktif saja. Saat saya minta surat, dibilang lisan saja, tanpa surat. Beliau bilang bahwa ini perintah atasan,” katanya.
Pimpinan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi di Sumatera Barat menampik anggapan bahwa pihaknya melarang penggunaan cadar bagi mahasiswi dan dosen di lingkungan akademik. Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menegaskan bahwa imbauan yang diterbitkan kampusnya sesuai dengan kode etik yang disepakati seluruh civitas akademika.
Syahrul menyebutkan, sejak tahun 2017 lalu IAIN Bukittinggi sudah menjalankan langkah persuasif bagi mahasiswi dan dosen bercadar untuk mengikuti ketentuan berbusana sesuai kode etik kampus. Poin yang menjadi bahan pertimbangan kampus, lanjutnya, adalah upaya untuk menghindari justifikasi bahwa penggunaan cadar menunjukkan tingkat ke-Islam-an yang paling sempurna bagi seorang Muslimah.
“Kadang yang kami takutkan, mereka posisikan diri bahwa yang bercadar itu yang benar. Itu nggak mau kita. Jangan justifikasi orang yang tidak bercadar belum sempurna Islamnya,” ujar Syahrul. (*)
Sumber: Republika.co.id