Kelompok HAM Desak Kehadiran PBB dalam Aksi Damai di Perbatasan Jalur Gaza
GAZA (SALAM-ONLINE): Sebuah kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional Sabtu (21/4/2018) malam mendesak PBB untuk hadir secara “permanen” dalam aksi protes damai “Great March of Return” di sepanjang perbatasan Gaza yang hingga saat ini telah merenggut korban nyawa setidaknya 39 warga Palestina.
Pemantau Hak Asasi Manusia Eropa-Mediterania yang berpusat di Swiss mengirim surat kepada pelapor khusus tentang hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai-Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Clement Nyaletsossi Voule, kantor berita Anadolu melaporkan, Ahad (22/4/2018).
Isi surat mendesak misi PBB tersebut agar memantau aksi protes di sepanjang perbatasan timur Gaza “untuk mendokumentasikan tindakan-tindakan ‘Israel’ terhadap demonstran”.
Surat itu juga menekankan bahwa demonstrasi tersebut adalah aksi “damai” dan menuduh tentara Zionis menggunakan “kekuatan mematikan terhadap demonstran yang tidak bersenjata”.
Dikatakan, selama periode antara 30 Maret 2018 dan 20 April 2018, penembak jitu ‘Israel’ telah membunuh 39 pengunjuk rasa dan melukai 5.000 lainnya, termasuk wartawan. Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang tidak bersenjata.
“Para pengunjuk rasa ini tidak menimbulkan ancaman terhadap kehidupan para tentara ‘Israel’,” pernyataan itu menambahkan.
Selama protes Jumat, empat orang Palestina, termasuk Mohammed Ibrahim Ayoub yang berusia 15 tahun, menjadi martir oleh tembakan tentara penjajah.
Demonstrasi perbatasan, yang dimulai pada Jumat, 30 Maret lalu, merupakan bagian dari protes enam minggu yang akan mencapai puncaknya pada 15 Mei mendatang. Hari itu akan menandai peringatan ke-70 pembentukan “negara Israel” secara ilegal—sebuah peristiwa yang disebut bangsa Palestina sebagai hari Nakba (Bencana). Saat mana penjajah Zionis merampas tanah/lahan warga Palestina dan mengusir mereka dari tempat tinggal mereka.
Oleh karenanya para demonstran menuntut agar para pengungsi Palestina diberi “hak untuk kembali” ke kota-kota dan desa-desa mereka di Palestina yang bersejarah dari mana mereka diusir pada 1948 untuk membuka jalan bagi “negara baru Israel”—yang tidak sah. (S)
Sumber: Anadolu Agency