Tolak Wajib Militer Zionis, Yahudi Ortodoks di Palestina Rindukan Kekhalifahan Turki Utsmani
AL-QUDS (SALAM-ONLINE): Ben Tziyon Margilit, seorang Yahudi Ultra-Ortodoks (Yahudi Haredi), mengatakan penjajah Zionis “Israel” menindas orang-orang Palestina dan kaum Yahudi yang taat. Lalu, Margilit mengungkapkan, orang-orang Yahudi di Palestina menikmati “hari-hari terbaik mereka di bawah Kekaisaran Ottoman (Kekhalifahan Turki Utsmani)”.
Yahudi Haredi berkumpul di Yerusalem pada Selasa (3/4/2018). Mereka memprotes keputusan Pengadilan Pidana Perdamaian Ashkelon yang melakukan autopsi—sebuah praktik yang secara tegas dilarang oleh kelompok Yahudi Haredi—pada seorang anak berusia sebulan yang meninggal, Senin (2/4).
“Kami ingin (memakamkan) jasad anak itu, tetapi mereka (otoritas penjajah Zionis) ingin melakukan autopsi,” kata Ben Tziyon Margilit, yang turut melakukan aksi protes, kepada Anadolu Agency. “Mereka tidak akan membiarkan kita mengubur jasad (anak) tersebut,” terangnya seperti dikutip Kantor Berita Anadolu, Rabu (4/4)
Berkenaan dengan isu sensitif dari hukum penjajah Zionis “Israel” tentang wajib militer, Margilit mengatakan, “Mereka juga memberlakukan wajib militer terhadap orang-orang yang taat yang tidak memiliki kesamaan (pandangan) dengan ‘Israel’ yang sekuler.”
Memperhatikan struktur politik “sekuler Zionis Israel”, ia menyesalkan. “Kami hanya ingin menjalani kehidupan Yahudi, tetapi mereka (otoritas penjajah) melanggar hari Sabat (hari istirahat Yahudi pada Sabtu) dan gagal dalam melaksanakan kewajiban agama mereka,” kata Margilit.
‘Zaman Keemasan’ Ottoman
“Kakek-nenek kami mengatakan kepada kami bahwa era Ottoman (Kekhalifahan Turki Utsmani) adalah zaman keemasan bagi orang Yahudi di Palestina,” ungkap Margilit.
Namun, ia menambahkan, hari ini, orang-orang Yahudi yang taat—bersama dengan warga Palestina—menghadapi penindasan (penjajahan) Zionis “Israel”.
“Kami ingin orang Turki (Kekhalifahan Ottoman) kembali,” harapnya. “Kami ingin seperti itu sebelum ‘Israel’ didirikan,” ujarnya lagi.
“Israel ingin menjadikan (Palestina) sebagai negara sekuler, bukan negara Yahudi yang memenuhi kewajiban agama.”
Ketika mereka mengetahui bahwa wartawan Anadolu Agency yang meliput aksi protes mereka berasal dari Turki, beberapa orang Yahudi Haredi kontan meneriakkan slogan-slogan yang menyeru Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Tolak wajib militer
Yahudi Haredi di Palestina berjumlah 11 persen dari total penduduk ilegal “Israel”. Mereka bereaksi terhadap keputusan pengadilan penjajah baru-baru ini dengan menutup Alun-alun Sabat di Al-Quds untuk lalu lintas dan pengaturan tempat pembuangan sampah.
Menurut polisi penjajah, lima orang Yahudi Haredi ditangkap dalam unjuk rasa itu karena dianggap “mengganggu ketenangan”.
Pada hari yang sama, orang-orang Yahudi Haredi berkumpul kembali di sepanjang Meah Shearim, sebuah jalan di dekat aksi semula, tetapi segera dibubarkan oleh polisi penjajah.
Dikenal karena topi hitam, mantel hitam panjang dan sidelock panjang mereka, Yahudi Haredi baru-baru ini mengorganisir protes di seluruh negeri untuk mengekspresikan penolakan mereka terhadap wajib militer penjajah Zionis.
Banyak pengunjuk rasa membawa spanduk betuliskan: “Kami lebih baik mati daripada memenuhi wajib militer ‘Israel’ yang menentang Taurat (kitab suci Yahudi]”.
Yahudi Haredi percaya bahwa wajib militer akan menghambat mereka untuk melaksanakan tugas dan kewajiban terhadap agama mereka.
Terkonsentrasi terutama di Yerusalem dan kota Bnei Brak di timur Tel Aviv, komunitas Yahudi Haredi menolak sistem pendidikan “sekuler Israel”. Mereka lebih memilih untuk mengirim anak-anak mereka ke sekolah-sekolah agama (Yeshivas).
Di bawah hukum penjajah “Israel” saat ini, orang-orang Yahudi yang dididik di Yeshiva dibebaskan dari kewajiban dinas militer.
Umumnya kaum Yahudi Haredi tidak menggunakan ponsel pintar (smartphone) atau menonton televisi. Di antara mereka banyak yang menerima subsidi dari penjajah, sementara jumlah mereka di wilayah jajahan “Israel” meningkat pesat sebagai akibat dari keyakinan mereka untuk memperbanyak keturunan. (S)
Sumber: Anadolu Agency