OKI: Setop Pembersihan Etnis Rohingya, Hentikan Praktik Ilegal Zionis di Palestina
ANKARA (SALAM-ONLINE): Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatakan “keprihatinan mendalam” atas kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar yang telah “mencapai tingkat pembersihan etnis”. Oleh karenanya, kekerasan dan pembersihan etnis terhadap Muslim Rohingya ini harus dihentikan.
Dalam sebuah deklarasi pada Ahad (6/5/2018) Dewan Menteri Luar Negeri OKI di Dhaka, Bangladesh, seperti diberitakan kantor berita Anadolu Agency, Senin (7/5), juga mengutuk “Praktik ilegal ‘Israel’, kekerasan terhadap rakyat Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur”.
OKI menyerukan “untuk penghentian sepenuhnya semua pelanggaran ‘Israel’ terhadap hukum internasional, termasuk penghentian segera blokade di Jalur Gaza, semua aktivitas permukiman kolonial, pembongkaran rumah-rumah Palestina (dan) pembunuhan, melukai serta penahanan warga sipil Palestina, termasuk anak-anak”.
Lebih lanjut, OKI mendesak para pejabat penjajah “Israel” untuk membebaskan semua tahanan Palestina.
Deklarasi juga mengutuk pengakuan terhadap Yerusalem (Al-Quds) menjadi ibu kota wilayah jajahan Israel sebagai “langkah ilegal”. “Kami mengundang semua anggota komunitas internasional untuk tetap berkomitmen terhadap status Al-Quds al-Sharif (Yerusalem) dan semua Resolusi PBB terkait, sejalan dengan keputusan relevan dari Komunike Akhir dari KTT Luar Biasa OKI di Istanbul (Desember 2017 lalu) dan Deklarasi Istanbul tentang ‘Pembebasan untuk Al-Quds’,” bunyi pernyataan tersebut.
Pada Desember 2017 lalu, Presiden AS Donald Trump memicu kemarahan internasional ketika dia secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota wilayah jajahan “Israel”. Trump juga bersumpah untuk memindahkan kedutaan besar AS ke kota itu—suatu peristiwa yang diperkirakan akan berlansung pekan depan.
Mengenai kekerasan terhadap Muslim Rohingya, OKI menyatakan, “Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam atas tindakan brutal sistematis baru-baru ini yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap Komunitas Muslim Rohingya di Myanmar yang telah mencapai tingkat pembersihan etnis, hal mana merupakan pelanggaran serius dan terang-terangan terhadap hukum internasional.”
OKI menegaskan kembali solidaritas dan menyatakan penghargaan kepada Bangladesh terkait dengan masuknya pengungsi Rohingya di negara itu.
“Kami menggarisbawahi pentingnya negara anggota OKI terus tetap terlibat dalam sistem PBB termasuk di Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia serta organisasi internasional terkait lainnya untuk mengatasi pelanggaran HAM besar terhadap Muslim Rohingya, dengan mempertimbangkan perkembangan terakhir,” tambah pernyataan itu.
Sejak 25 Agustus 2017, sekitar 750.000 Rohingya, sebagian besar anak-anak dan perempuan, melarikan diri dari Myanmar ketika pasukan Myanmar melancarkan tindakan sadis dan brutal terhadap komunitas Muslim minoritas di negara tersebut, kata Amnesty International.
Setidaknya 9.000 Rohingya meregang nyawa di negara bagian Rakhine sejak 25 Agustus hingga 24 September 2017, menurut Doctors Without Borders—sebuah NGO internasional para dokter tanpa batas.
Dalam laporan yang diterbitkan pada 12 Desember 2017, organisasi kemanusiaan global itu mengatakan kematian 71,7 persen atau 6.700 orang Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Mereka termasuk 730 anak-anak di bawah usia 5 tahun. (S)
Sumber: Anadolu Agency