-CATATAN ALIREZA ALATAS-
SALAM-ONLINE: Serial chat vulgar yang ditudingkan kepada Habib Rizieq Syihab (HRS) akhirnya berakhir juga dengan turunnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari kepolisian. Sengaja disebut serial karena sejak awal memang nampak sebuah karangan yang dipaksakan untuk diekspos sehingga sarat kejanggalan.
Tidak butuh analisa begitu jauh untuk mengetahui kejanggalan cerita chat fitnah yang melibatkan HRS. Serial chat fitnah itu pun akhirnya berujung pada putusan SP3 sekaligus tanda mengakhiri karangan cerita yang berlarut-larut.
Bukan rahasia umum lagi, cerita chat hanya sekadar menekan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu supaya tak berulah melawan kekuatan Taipan yang tengah berusaha menginjak-nginjak harkat bangsa Indonesia. HRS tampil sebagai tokoh terdepan dalam menghadapi Taipan dan kekuatan rakus di negeri ini. Chat fitnah tak ubah hanya sebuah intimidasi setelah HRS gagal dibujuk dengan berbagai iming-iming.
HRS sadar ujung cerita chat fitnah akan berakhir pada SP3 karena tidak ada bukti kuat. Akhirnya pun berakhir. Sebagaimana diketahui, penghentian penyidikan merupakan kewenangan dari penyidik yang diatur dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP. Alasan-alasan penghentian penyidikan diatur secara limitatif dalam pasal tersebut.
Di antara alasannya adalah tidak diperoleh bukti yang cukup. Penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut tersangka atau bukti yang diperoleh penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan tersangka.
Secara otomatis ketika chat fitnah itu tak faktual, berbagai tuntutan terus mengalir menekan pihak kepolisian. Jika kondisi tersebut dipaksakan, maka akan menjadi blunder tersendiri bagi kepolisian. Untuk itu tidak ada jalan lain bagi pihak kepolisian melainkan harus mengeluarkan SP3 terkait chat fitnah tersebut.
Sebagaimana disinggung Kuasa Hukum HRS, Sugito Atmo Pawiro, dalam sebuah artikelnya, jika Habib Rizieq dikenakan norma hukum maka sesungguhnya kesemberonoan penegak hukum justru konten yang dinilai porno malah ditampilkan secara terang-terangan. Bagaimana pun tidak ada alasan seorang Habib Rizieq untuk memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan dan selanjutnya.
Tidak mungkin dan mustahil pula seorang Habib Rizieq memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana Pasal 6 UU Pornografi.
Bagaimana pun beredarnya produk pornografi di dalam chat aplikasi whatsapp itu dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dengan sengaja menyebarkan fitnah keji itu untuk menjatuhkan martabat dan membunuh karakter HRS.
Seyogianya kepolisian harus membuktikan pelaku yang melakukan tindak pidana ini terlebih dahulu. Dengan keluarnya SP3, kepolisian menunjukkan itikad baik dan tak mau memperpanjang kasus chat fitnah yang terkesan dipaksakan sebagai kasus pidana yang ditujukan kepada HRS.
Alhamdulillah, berita SP3 chat fitnah tersebut langsung dikonfirmasi oleh HRS pada Jumat 15 Juni 2015 yang bertepatan dengan Idul Fitri, 1 Syawal 1439 H. Menariknya, HRS mengumumkan berita SP3 tersebut didampingi seluruh keluarganya yang semuanya adalah perempuan.
HRS tampil bersama seluruh anggota keluarga dalam kemasan rekaman video sekaligus menyampaikan ucapan lebaran.
Tentu saja apa yang dilakukan HRS dengan menghadirkan seluruh keluarganya semakin menguatkan status fitnah chat yang ditudingkan kepadanya selama ini.
Mimik wajah keluarga HRS dalam rekaman video yang disiapkan tim media Front Pembela Islam (FPI) nampak ceria dan tak ada kesan canggung sama sekali.
HRS tahu persis kasus chat fitnah yang ditudingkan kepada dirinya terkait dengan kehormatan keluarganya.
Untuk itu, HRS sengaja menghadirkan keluarganya dalam rekaman video terkait konfirmasi SP3 sehingga masyarakat menyaksikan sendiri respons keluarga secara langsung terkait chat fitnah yang sama sekali tak berpengaruh pada keutuhan keluarganya.
Habib Rizieq Syihab adalah korban dari perbuatan keji orang lain. HRS sama sekali tidak terbukti terlibat dalam peristiwa hukum yang dikategorikan pornografi. Lantas mengapa justru HRS yang harus dimintakan pertanggungjawaban hukum?
Pertanyaan ini justru memperkuat stigma bahwa kepolisian telah menodai proses hukum yang benar demi mewujudkan rasa dendam dan ketidaksukaan terhadap seorang tokoh ulama. Karena itulah, kepolisian mau tidak mau harus mengeluarkan SP3 chat fitnah karena kasus itu sudah lama jadi blunder bagi pemerintah.
-Penulis adalah Pembela Ulama dan NKRI/SILABNA